Tiga Cawabup Pilkada Gunungkidul Sepakat Menghindari Politik Transaksional
Pemilih harus memilih dengan suara hatinya sendiri, bebas dari berbagai tekanan.
KORANBERNAS.ID, GUNUNGKIDUL -- Menjelang kampanye Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Gunungkidul 2024, gereja katolik Petrus Kanisius Wonosari Gunungkidul mengundang calon wakil bupati (cawabup) untuk berani mengedepankan politik moralitas dan menghindari politik transaksional.
Kegiatan itu berlangsung di Aula Ignatius Loyola, Komplek Paroki Wonosari Minggu (15/9/2024) silam.
Ketiga calon wakil bupati pilkada Gunungkidul 2024, Joko Parwoto, Mahmud Ardi Widanto dan Sumanto yang diwakili tim sukses langsung menyatakan kesanggupan berperan aktif ikut memperbaiki tata demokrasi.
Tidak hanya itu mereka juga sepakat menjaga kedamaian dan martabat yang dituangkan dalam nota kesepakatan yang disodorkan gereja dan Forum Masyarakat Katolik Indonesia (FMKI) Gunungkidul.
Beberapa butir
Ada beberapa butir yang disanggupi oleh ketiga calon bupati Gunungkidul yang akan menjadi dokumen gereja paroki, yakni mewujudkan terlaksananya pilkada yang damai, demokratis dan bermartabat.
Kemudian, memegang teguh Pancasila dan UUD 1945. Menjaga keberagaman dan kemajemukan. Membangun ruang dialog dengan semua kelompok masyarakat. Tidak berperilaku korupsi kolusi nepotisme (KKN).
Selain itu, juga berpihak pada masyarakat kecil, lemah, miskin tersingkir dan difabel memprioritaskan dalam kebijakan pembangunan serta dan kesejahteraan umum.
"Kalau dulu masih bersifat imbauan, sekarang harus jadi kesepakatan tertulis. Tidak hanya terbuka tapi juga bersikap adil. Semua pasangan calon diberi kesempatan yang sama. Tidak bisa salah seorang dari paslon saja," kata FX Endro Guntoro selaku Ketua Bidang Pelayanan Kemasyarakatan Paroki yang juga penggagas nota kesepakatan.
Cukup prinsip
Menurut Endro, hal kedua yang cukup prinsip yakni ketua lingkungan dan pengurus lingkungan tidak diperkenankan menerima sumbangan atau bantuan dalam bentuk uang, barang atau bentuk fasilitas lain dari paslon, maupun koalisi parpol pengusung.
Atau, tim sukses paslon yang bisa mempengaruhi pilihan atau bertujuan mendapatkan dukungan suara. "Pemilih harus memilih dengan suara hatinya sendiri, diberikan kebebasan penuh, dan bebas dari berbagai tekanan," tambahnya.
Sebelumnya, Romo Vikaris Paroki Wonosari Yohanes Riyanto Pr juga memberikan pembekalan umat. Dia mengurai pentingnya umat Katolik tidak alergi dengan politik.
Hak pilih yang dimiliki setiap orang, lanjut Romo Riyanto, dapat digunakan memperbaiki keadaan menjadi lebih baik apabila sifat pragmatisme berani ditinggalkan dan diikuti mengedepankan hati nurani dalam menentukan pilihan.
Lebih kongkret
Komisioner KPU Gunungkidul, Antok beserta Ketua Bawaslu Gunungkidul Andang Nugraha mengapresiasi kegiatan Paroki Wonosari yang terus menggelorakan politik moralitas untuk umat dan masyarakat luas.
"Regulasi soal money politics di pilkada lebih kongkret yakni bisa menjerat setiap orang yang melakukan politik uang. Beda dengan kontestasi pemilu lainnya yang bisa dijerat calonnya dan tim resmi yang didaftarkan ke KPU. Memang regulasinya beda," kata Andang.
Romo moderator Komisi Penghubung Karya Kerasulan Kemasyarakatan (PK3) Kevikepan DIY, Rosarius Sapto Nugraha Pr, menyambut baik kegiatan diinisiasi Paroki Wonosari, bahkan bisa ditiru.
Menurut Romo Sapto semua paroki di DIY perlu ikut menyelenggarakan acara serupa sebagai bentuk pelayanan bagi pemilih agar dekat dengan semua calon pemimpin di daerahnya masing-masing.
'Selain bisa dekat dan kesempatan wawanhati, ini cukup bagus bagi pemilih bisa menjajaki kecakapan dan mengukur kemampuan calon pemimpinnya," katanya. (*)