Tiba-tiba Tanda Tangannya Laris

Tiba-tiba Tanda Tangannya Laris

KORANBERNAS.ID, SLEMAN – Nama HM Joesoef kini terkenal sejak menulis buku berjudul Yusuf Mansur Obong. Buku karyanya itu rupanya diminati para pembaca bahkan dibahas pada forum-forum bedah buku di sejumlah daerah.

Tak heran tatkala menghadiri peluncuran buku tersebut, Sabtu (7/3/2020), di sebuah kantin kawasan Ring Road Utara Sleman, Joesoef yang sudah 30 tahun menjalani profesi sebagai jurnalis, penulis maupun editor buku-buku ke-Islam-an itu menjadi pusat perhatian.

Tanda tangannya tiba-tiba laris. Para pemegang bukunya ingin mendapatkan tanda tangan penulis di halaman awal buku tersebut. Sambil berdiri maupun duduk, berkali-kali dia menggoreskan pena.

Mengapa menulis buku itu? Aktivis peduli Islam dan umat yang kerap diundang sebagai penceramah, seminar maupun diskusi-diskusi itu menjelaskan, buku ini ditulis sebagai teguran kepada YM dalam rangka melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar.

Sebenarnya, kata dia, amar ma’ruf sudah dilakukan namun sayangnya tidak ditanggapi serius. Mungkin tidak ada pilihan lain kecuali harus menegakkan nahi munkar sesuai perintah agama.

Menurut dia, buku itu ditulis setelah melihat penderitaan yang dialami banyak orang dengan beragam profesi mulai dari ibu rumah tangga, pensiunan, pegawai bahkan kaum wanita yang bersusah payah mengadu nasib di luar negeri sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI).

Sejak Juli 2019, dia mengumpulkan bahan-bahan penulisan dengan cara menemui langsung para korban, mewancarainya dan menuliskannya.

Seperti diketahui, dari masa ke masa buku merupakan bagian dari tradisi keilmuan bahkan bagi kalangan kampus buku ibarat menu wajib yang harus dibaca setiap mahasiswa, dosen sampai guru besar.

Sebagai teman dekat yang sudah puluhan tahun menjalin persahabatan, pria berkaca mata ini merasa punya kewajiban menasihati sahabat karibnya itu. Selain dirinya, ada juga KH Athian Ali M dari Bandung yang mau secara terbuka mengkritik perbuatan YM yang dinilai merugikan masyarakat.

“Saya sudah 20 tahun berteman dengan YM. Saya selalu mengingatkan narasi dijawab dengan narasi, kolom dijawab dengan kolom, buku dijawab dengan buku. Saya sampaikan saran saya, lagi-lagi jawabannya cenderung tidak mengindahkan. Atau, kalau dijawab pun, tidak serius,” paparnya.

Menurut Joesoef, penulisan buku itu juga sebagai bagian dari upaya menegakkan demokrasi yang sudah diadopsi Indonesia serta sudah berjalan dalam kehidupan sehari hari hingga sekarang ini.

“Jika terbitnya buku ini dijawab bukan dengan buku, maka serta merta itu akan mematikan bahkan membunuh demokrasi,” kata dia.

Joesoef bersyukur terbitnya buku itu membuka cakrawala banyak pihak hingga akhirnya merapat dan memberikan dukungan. Salah seorang di antaranya Helwa Humairah, seorang TKW Hongkong asal Sidoarjo Jawa Timur yang merasa dirugikan sekitar Rp 60 juta. Kebetulan dia kembali Indonesia dan bisa bertemu langsung sang penulis buku.

Helwa menjelaskan ada banyak temannya sesama TKI bernasib serupa dirinya, setelah investasi namun uangnya tidak bisa ditarik kembali, sementara program investasi itu ternyata tidak berjalan sebagaimana mestinya seperti perjanjian yang sudah disepakati bersama. “Uang saya belum kembali sampai saat ini. Saya mohon ada klarifikasi,” ujarnya. (sol)