Teropong Digital Skrining Kanker Serviks Karya Dosen Polkesyo Ditunggu Kaum Hawa
KORANBERNAS.ID, SLEMAN – Dosen Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Yogyakarta (Polkesyo), Nanik Setiyawati, berhasil menciptakan peralatan medis yang ditunggu-tunggu oleh kaum hawa.
Cara kerja perangkat yang diberi nama Teropong Digital Skrining Kanker Serviks tersebut diperagakan pada konferensi pers di kampus Polkesyo Jalan Tata Bumi Banyuraden Gamping Sleman, Kamis (2/6/2022).
“Alat ini didisain untuk membantu pemerintah menangani deteksi dini kanker serviks,” ungkap Joko Susilo, Direktur Polkesyo.
Didampingi Wakil Direktur 1 Heni Puji Wahyuningsih dan Wakil Direktur 3, Iswanto, beserta jajarannya, lebih lanjut Joko mengakui kanker serviks merupakan salah satu penyakit yang paling ditakuti wanita.
Terobosan dari Nanik Setiyawati yang akan maju mewakili Polkesyo ke ajang pemilihan dosen berprestasi tingkat nasional ini patut memperoleh apresiasi.
Heni Puji Wahyuningsih menambahkan, Polkesyo ingin membuktikan produk riset tidak hanya berhenti di perguruan tinggi melainkan sampai ke masyarakat. Karya riset tersebut sekaligus mendukung enam pilar transformasi Kemenkes.
Sependapat, Iswanto menyatakan Polkesyo mendorong sivitas akademika menciptakan karya teknologi inovatif guna menyelesaikan persoalan kesehatan di masyarakat. “Kita dorong dosen menghasilkan produk tepat guna,” jelasnya.
Ancaman
Nanik Setiyawati menjelaskan sampai saat ini kanker serviks masih menjadi ancaman. Merujuk data tahun 2018, jumlah penderitanya naik dibanding tahun 2013.
Badan kesehatan dunia (WHO) merekomendasi skrining menggunakan metode Iva (Inspeksi Visual Asam Asetat) dengan cara mengoleskan asam asetat pada permukaan serviks.
Persoalannya, hasil pengamatan perubahan warna serviks sangat tergantung ketajaman mata. Sering terjadi hasilnya meragukan sehingga bidan harus konsultasi ke dokter atau tim senior.
Dengan Teropong Digital Skrining Kanker Serviks, menurut Nanik, bidan sangat terbantu. Alat tersebut mampu merekam gambar serviks bahkan langsung terhubung laptop, smartphone maupun komputer. Bidan tidak bingung lagi jika konsultasi ke dokter.
Melalui deteksi dini secara lebih akurat harapannya kanker serviks bisa ditekan. “Pengamatan mata biasa dibandingkan teropong digital ternyata hasilnya ada perbedaan signifikan,” ucapnya.
Menurut Nanik, teropong digital ini sangat mudah digunakan. Selain itu, juga sudah melewati kajian teoritis teknologi, uji kelayakan lapangan dengan FFA (Force Field Analysis) maupun uji pada pasien. Sedangkan uji penerimaan alat tersebut melibatkan bidan dari DIY dan luar DIY.
Seperti diketahui, pasien kanker leher rahim selama ini sering kesulitan, karena hanya bidan yang mengetahui kondisinya. Problem tersebut mampu terpecahkan dengan bantuan perangkat teropong digital tersebut.
Kamera kecil
Teropong Digital Skrining Kanker Serviks sangat ringan. Komponennya pun simple, berupa teropong kecil mirip pulpen, pada ujungnya terdapat kamera disertai lampu. Pencahayaannya bisa diatur sedemikian rupa. Pengoperasian alat ini cukup memakai power bank.
Ke depan, teropong digital ini bisa disempurnakan lagi dengan penggunaan baterai. Karena sudah dilengkapi wifi di dalamnya, pengguna tidak perlu lagi men-download apapun.
Nanik lantas memperlihatkan cara kerja teropong digital itu dengan cara menempelkan ujung kamera pada telapak tangannya. Guratan kulit tangannya terlihat jelas pada layar smartphone miliknya.
“Bidan yang selama ini identik dengan pelayan mobile, dengan alat ini sangat mudah, simpel dan ringan. Pasien bisa melihat langsung hasilnya,” tambahnya.
Meski sudah banyak dipesan dari berbagai daerah di Indonesia, Teropong Digital Skrining Kanker Serviks ini baru bisa diproduksi secara massal apabila hak paten sudah keluar.
Manfaat lain dari teropong tersebut untuk pembelajaran atau perkuliahan. Selain itu, pasien pun tidak terganggu privasinya.
Ditanya berapa harganya, Nanik menyebut kurang dari Rp 2 juta. “Lebih mahal dari harga hape,” kata dia. (*)