Tepis Anggapan Hukum Hanya Tajam ke Bawah

Tepis Anggapan Hukum Hanya Tajam ke Bawah

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA – Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) DIY Dr Masyhudi SH MH mengakui sebagian masyarakat masih menganggap hukum berlaku tajam hanya di lapisan bawah sementara di kalangan atas justru tumpul.

“Kita masih sering mendengar hukum tajam ke bawah tumpul ke atas. Kita pada 2020 akan menepis anggapan seperti itu,” ujarnya pada Press Release Capaian Kinerja Kejati DIY Tahun 2019, Selasa (31/12/2019), di Kantor Kejati setempat.

Menurut dia, semua warga negara berkedudukan sama di depan hukum. Siapa yang melanggar hukum maka berhadapan dengan hukum.

“Kejaksaan sebagai institusi penegakan hukum harus bisa menjamin warga menjalankan aktivitas usaha. Kita harus menjamin hukum dilaksanakan secara pasti sehingga masyarakat merasa nyaman,” jelasnya.

Hal ini sejalan dengan perintah Presiden untuk mengawal investor supaya nyaman, terlebih investasi yang berdampak langsung pada penciptaan lapangan kerja.

“Kita harus dukung. Kita kawal perizinannya supaya lancar, jika ada hambatan kita cari jalan keluar kenapa bisa begitu,” tambahnya.

Turut mendampingi antara lain Asisten Tindak Pidana Umum (Aspidum) Saptana Setyabudi SH MH, Asisten Pengawasan Waito Wongateleng SH MH serta Kasie Penkum Ninik Rahma Dwihastuti.

Pidana mati

Pada bagian lain mengenai eksekusi terhadap terpidana mati Mary Jane Veloso, wanita warga negara Filipina yang dijatuhi hukuman mati karena mengedarkan narkotika, Masyhudi menjelaskan, sekarang ini yang bersangkutan masih menjalani hukuman pidana di Lembaga Pemasyarakat (Lapas) Perempuan Wirogunan Yogyakarta. “Sampai sekarang masih di situ,” kata dia.

Dia mengakui, hukuman mati tidak semudah dan simpel seperti yang diharapkan melainkan terdapat proses-proses hukum yang harus dilalui.

“Kalau yang namanya Peninjauan Kembali (PK) atau putusan Kasasi itu kan sudah incracht, tetapi kalau untuk perkara pidana mati tidak bisa dilaksanakan sebelum ada grasi. Nah, terhadap Mary Jane ini sebenarnya sudah grasi,” kata dia.

Namun demikian terdapat norma baru yaitu putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan PK itu pun bisa berkali-kali.

Masyhudi kemudian mencontohkan putusan terhadap gugatan Antasari Azhar yang dinyatakan PK tetapi tidak segera diajukan memori PK.

Pada 2020 Kejati DIY akan melakukan penelitian atas kasus Mary Jane. “Apakah grasi itu setelah putusan diterima atau ditolak, setelah dua tahun harus dilaksanakan. Nah kalau setelah dua tahun tidak dilaksanakan apakah yang bersangkutan bisa grasi lagi. Akan kita lihat,” tambahnya.

Dia menegaskan, Indonesia menganut hukum positif bahwa hukuman mati masih berlaku. Beberapa negara juga menerapkan hukuman tersebut walaupun ada juga yang menolak. “Kita lihat perkembangannya,” kata Masyhudi. (ros)