Stipram Gelar Uji Kompetensi Pariwisata, Buka Peluang Kerja di ASEAN
Stipram berkomitmen untuk membantu peserta dalam mencapai sertifikasi.
KORANBERNAS.ID, BANTUL -- Sekolah Tinggi Pariwisata Ambarrukmo (STIPRAM) menggelar uji kompetensi insan pariwisata, yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) di bidang tersebut. Program ini terbuka untuk mahasiswa STIPRAM, alumni dan masyarakat umum yang ingin mendapatkan sertifikat kompetensi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).
"Kami menyediakan fasilitas eksplorasi yang dapat diakses oleh publik," kata Amin Kiswantoro M Par, Waket 1 Bidang Akademik STIPRAM di kampus setempat, Rabu (8/11/2023).
Menurut Amin, program ini merupakan bentuk dukungan STIPRAM kepada alumni dan individu yang memiliki potensi di bidang pariwisata. STIPRAM bekerja sama dengan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Parsi, yang merupakan lembaga yang berwenang mengeluarkan sertifikat kompetensi dari BNSP.
"Jumlah peserta yang telah terdaftar sekitar 150 orang, yang akan mengikuti ujian dalam tiga tema berbeda, termasuk produksi makanan atau keahlian memasak, serta posisi pelayan dan tata boga. Industri pariwisata melihat pentingnya SDM dari segi kompetensi karyawan, mempertimbangkan kualifikasi mereka untuk konfigurasi tertentu. Sertifikasi kompetensi dari BNSP menjadi prasyarat untuk diterima sebagai karyawan dalam industri," ujarnya.
Amin menambahkan, STIPRAM berkomitmen untuk membantu peserta dalam mencapai sertifikasi. Salah satu syarat kelulusan di STIPRAM adalah memiliki minimal satu sertifikat kompetensi. Selain itu, STIPRAM juga berharap BNSP dapat menjadi bagian dari proses pendidikan di kampus tersebut.
ARTIKEL LAINNYA: UMBY dan USIM Malaysia Sukses Gelar Visiting Lecture
Deni Dwi Ananti M Par selaku Kaprodi D3 Perhotelan STIPRAM menekankan pentingnya sertifikasi kompetensi dalam meningkatkan pengakuan atas tingkat keterampilan individu. Dengan memiliki sertifikat kompetensi, individu akan lebih dihargai ketika bekerja di industri pariwisata.
"Tujuannya adalah meningkatkan pengakuan atas tingkat kompetensi, sehingga individu akan lebih dihargai ketika di dalam industri. Ini merupakan bentuk pengakuan bahwa mereka benar-benar terampil di bidang ini. Mereka juga bisa memegang lebih dari satu sertifikat kompetensi," kata Deni.
Deni menjelaskan, ada tiga skema yang difokuskan pada uji kompetensi ini, yaitu produksi makanan, layanan makanan dan minuman, serta housekeeping. Setiap skema memiliki unit-unit kompetensi yang harus dipenuhi oleh peserta. Peserta juga dapat memilih lintas kompetensi, misalnya memiliki sertifikat dalam keahlian memasak dan pastry.
"Dengan demikian, sertifikasi kompetensi ini tidak terbatas pada satu, namun seseorang dapat memiliki lebih dari satu. Semakin banyak sertifikasi yang dimiliki, semakin dihargai tingkat kompetensinya," ujarnya.
Deni menambahkan, sertifikasi kompetensi ini juga memberikan peluang kerja yang lebih luas bagi individu, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di negara-negara ASEAN. Hal ini karena sertifikat kompetensi yang dikeluarkan oleh BNSP memiliki logo Garuda, yang merupakan simbol Mutual Recognition Arrangement (MRA) di ASEAN.
ARTIKEL LAINNYA: 15 Peserta dari Solo Raya Mengikuti Lomba Krenova Tingkat Pelajar
"MRA adalah kesepakatan antara negara-negara ASEAN untuk saling mengakui kualifikasi SDM di bidang pariwisata. Dengan demikian, sertifikat tersebut memungkinkan mereka untuk bekerja di hotel dan industri pariwisata di negara-negara ASEAN seperti Singapura, Malaysia dan Thailand," ujarnya.
Kerja sama dengan LSP Parsi juga menjadi salah satu faktor yang mendukung program uji kompetensi ini. Dr Lastiani Warih Wulandari SE MM sebagai Direktur LSP Parsi mengatakan, lembaganya bertanggung jawab untuk menyelenggarakan uji kompetensi sesuai dengan standar dan sertifikasi profesional di industri pariwisata.
"Standar dan sertifikasi profesional ini tidak hanya meliputi pengetahuan teknis, tetapi juga keterampilan dan sikap yang diperlukan dalam industri tersebut. Program seperti yang diselenggarakan World Bank di beberapa destinasi, termasuk di Jogja dan Mandalika, juga merupakan bagian dari upaya meningkatkan prioritas dalam pengembangan industri pariwisata di Indonesia," katanya.
Lastiani juga menjelaskan, materi yang diujikan dalam sertifikasi ini memang berdasarkan Standar Kerja Kompetensi Nasional Indonesia (SKKNI), yang terus diperbarui untuk mencerminkan perubahan dalam industri, terutama setelah masa pandemi.
"Perubahan ini mungkin mencakup cara kerja baru setelah pandemi, perubahan dalam tata cara menjalankan berbagai pekerjaan, dan tuntutan baru dari masyarakat. SKKNI juga berkembang seiring permintaan masyarakat dan industri. BNSP bertanggung jawab untuk merumuskan formulasi baru sesuai dengan kebutuhan terkini, dengan kolaborasi antara kementerian terkait dan BNSP untuk menciptakan sinergi dalam menghasilkan standar yang relevan dengan kebutuhan industri pariwisata, tidak hanya terbatas pada hotel dan rental, tetapi juga pada aspek lainnya seperti standar kepala, wellness, dan bidang-bidang lain yang terus berkembang," ujarnya.
ARTIKEL LAINNYA: Demi Kesejahteraan Masyarakat, DPRD DIY Sepakat Aset Pemda Dikelola Pengusaha Lokal
Lastiani menambahkan, sertifikasi ini harus diulang setiap tiga tahun, karena adanya perubahan dalam bidang keahlian dan kapasitas kerja. Perubahan ini dipantau oleh proses uji yang dilakukan oleh asesor yang memiliki lisensi dari BNSP. Asesor biasanya adalah praktisi yang memiliki pengetahuan yang mutakhir dalam bidangnya.
"Proses uji tersebut melibatkan berbagai expertise test, sehingga asesor atau peserta sertifikasi bisa memperoleh informasi terkini yang sesuai dengan praktik terkini dalam industri. Dengan demikian, sertifikasi ini dapat menjamin bahwa individu yang memiliki sertifikat kompetensi benar-benar memiliki kualifikasi yang sesuai dengan standar industri pariwisata," ujarnya.
Lastiani berharap, kerja sama dengan STIPRAM dapat memberikan pengakuan industri terhadap lulusan yang memiliki sertifikat kompetensi. Dengan demikian, calon pekerja yang memiliki sertifikat ini akan lebih diakui oleh industri. Ini juga dapat meningkatkan efisiensi dalam pelatihan, karena mereka telah memenuhi standar yang diinginkan oleh industri. (*)