Sikap Reflektif, Modal Dasar Guru dalam Melaksanakan Kurikulum Merdeka

Sikap Reflektif, Modal Dasar Guru dalam Melaksanakan Kurikulum Merdeka

KORANBERNAS.ID, SLEMAN – Penerapan Kurikulum Merdeka di sekolah, memerlukan sikap guru yang reflektif sebagai modal dasar. Kemampuan merefleksikan diri pada posisi guru yang hendak dipilih, akan sangat menentukan hasil akhir dari sebuah proses pendidikan terhadap peserta didik. Setidaknya, ada lima posisi guru yang dapat dipilih oleh seorang pendidik. Kelima posisi itu adalah, guru penghukum, guru pembuat rasa bersalah, guru sebagai teman, guru sebagai pengontrol dan guru sebagai manajer.

Dosen Universitas Akhmad Dahlan, Dr. Enung Hasanah menyampaikan hal itu pada kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) Universitas Akhmad Dahlan (UAD) di SMP Muhammadiyah 1 Depok, Sleman, Selasa (19/7/2022). Tim PKM UAD terdiri dari Dr. Enung Hasanah, Dr. Suyatno, Asih Mardati, M.Pd, Intan Kusumawati, M.Pd. (dosen dari Universitas Cokroaminoto Yogyakarta) serta melibatkan mahasiswa UAD, yakni Shofia, Mita, Ihsan dan Dimas.

PKM dengan tema pengenalan Kurikulum Merdeka itu, diikuti 31 guru dan tenaga kependidikan SMP Muhammadiyah 1 Depok, Sleman.

Kepala SMP Muh 1 Depok, Abidin Fuadi Nugroho, M.Si. menyambut baik PKM UAD ini, karena dapat meningkatkan pemahaman guru tentang pembelajaran merdeka dalam Kurikulum Merdeka. Diawali dengan ceramah tentang Kurikulum Merdeka, PKM UAD akan terus dilanjutkan dengan pembimbingan berkelanjutan.

Menurut Dr. Enung, guru memiliki kebebasan menentukan posisi dalam melaksanakan tugasnya. Setiap posisi guru dari lima posisi yang ada, akan menghasilkan produk peserta didik yang berbeda. Misalnya, seorang guru yang memilih posisi sebagai guru penghukum, akan mengakibatkan peserta didik yang tidak peduli dengan guru termasuk tugas sekolah. Sedangkan guru yang memilih posisi sebagai teman, akan mengakibatkan peserta didik yang merasa bahwa guru adalah teman yang dapat memaklumi kesalahannya.

Dua arah

Pada prinsipnya, tambah Enung Hasanah, keberhasilan pembelajaran merdeka memerlukan prasyarat komunikasi dua arah agar peserta dirik dapat mencapai pertumbuhan yang optimal.  Sedangkan komunikasi dua arah itu, tidak akan terbangun tanpa kerendahan hati. Karena itu, menjadi guru harus rendah hati agar peserta didik dapat tumbuh dan berkembang optimal.

Dalam Kurikulum Merdeka, tambah Enung, guru memiliki keleluasan untuk merumuskan tujuan pembelajaran, serta rancangan pembelajaran dan assesmen yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan peserta didik, sehingga proses pembelajaran akan menjadi proses pembelajaran yang terbuka dan dinamis. Dengan demikian, peserta didik akan memiliki peluang untuk melakukan inisiatif, mempunyai suara dan kepemilikan pada proses pembelajaran serta memiliki kesempatan untuk memberikan umpan balik, baik kepada diri sendiri, peserta didik lainnya serta kepada pendidik.

“Dengan paradigma baru ini, pembelajaran merupakan satu siklus yang bergerak, berawal dari pemetaan kompetensi, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran serta pelaksanaan assesmen yang hasilnya dimanfaatkan untuk memperbaiki pembelajaran agar dapat membantu peserta didik mencapai kompetensi yang diharapkan,” katanya. (*)