Senja di Bong Suwung, Kisah Perjuangan dan Redupnya Harapan di Pinggir Rel Kereta
Suasana Bong Suwung terasa berbeda. Di sana-sini terlihat warga yang sibuk mengemas barang-barang mereka
KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Di sudut kota Yogyakarta yang sibuk, tepat di barat Stasiun Tugu yang megah, terdapat sebuah kompleks kecil bernama Bong Suwung. Nama yang terdengar asing ini menyimpan sejarah panjang dan kisah perjuangan warganya yang kini berada di ambang perubahan besar.
Jati Nugroho, pria yang dituakan oleh warga Bong Suwung dengan wajah yang menunjukkan jejak kehidupan keras, duduk termenung di depan warung kecilnya. Matanya menerawang, seolah melihat kembali kenangan empat dekade yang telah ia lalui di tempat ini.
"Saya mulai dari tahun 80-an sudah di sini. Dulu di sini ini sepi, makam gitu. Memang makam umum di zaman Belanda katanya," kenangnya membagikan cerita kepada koranbernas.id, Sabtu (28/9/2024) petang.
Bong Suwung, yang konon berarti kebon kosong dalam bahasa setempat, perlahan berubah dari area pemakaman menjadi tempat bernaung bagi mereka yang mencari penghidupan di dekat stasiun.
Puluhan keluarga
Pedagang kecil mulai bermunculan beriringan dengan datangnya perempuan penjaja kehangatan dan lambat laun area ini menjadi rumah bagi puluhan keluarga.
Namun, seperti rel kereta yang terus memanjang, waktu pun terus bergulir. Kini, PT Kereta Api Indonesia (KAI) berencana melakukan sterilisasi emplasemen Stasiun Yogyakarta, yang berarti 75 bangunan di Bong Suwung harus dibongkar.
"Warga kami ini dalam kondisi bingung, sementara harus menepati kesepakatan dengan PT KAI, tapi untuk cari tempat saja belum ada. Jika mengontrak harus mengeluarkan biaya," ujar Jati, suaranya sedikit bergetar.
Sore itu, suasana Bong Suwung terasa berbeda. Di sana-sini terlihat warga yang sibuk mengemas barang-barang mereka. Ada yang memilah barang yang masih bisa digunakan, ada pula yang dengan berat hati meninggalkan kenangan mereka.
Pasrah
"Yang namanya penggusuran ya, lebih baik dipindahkan sendiri, yang bisa dipakai dibawa, yang nggak bisa dipakai ya ditinggal saja, semua diambil saja," ucap seorang warga dengan nada pasrah.
Di tengah kesedihan ini, secercah harapan ikut terbenam bersama matahari senja. Beberapa kali warga mengadu ke anggota DPRD Kota dan DPRD DIY, tapi belum ada solusi kongkret yang ditawarkan. Warga berharap akan ada jalan keluar yang lebih baik, terutama terkait relokasi dan lapangan pekerjaan baru.
Matahari mulai tenggelam di ufuk barat, meninggalkan semburat jingga di langit Yogyakarta. Bong Suwung, yang telah menjadi saksi bisu perjalanan hidup banyak orang selama puluhan tahun, kini bersiap menghadapi perubahan besarnya sendiri.
Jati menutup warungnya untuk terakhir kali sore itu, matanya menyapu pemandangan yang mungkin tak akan ia lihat lagi dalam beberapa hari ke depan, bahkan mungkin selamanya. "Ya, sementara barang-barangnya sudah mulai dipindahkan. Mungkin besok serempaknya hari Minggu," ujarnya.
Pengembangan stasiun
PT KAI memiliki rencana jangka panjang untuk pengembangan Stasiun Yogyakarta. Hal ini sejalan dengan rencana yang melibatkan Pemerintah Kota Yogyakarta untuk pengembangan Stasiun Yogyakarta di masa depan.
Krisbiyantoro selaku Manajer Humas Daop 6 Yogyakarta menjelaskan, proses ini telah melalui kesepakatan dengan warga. Namun, di balik angka-angka ini, tersembunyi kisah-kisah manusia yang kini harus memulai babak baru dalam hidup mereka. "Dari 74 bangunan yang terlibat, semuanya telah menerima 50 persen dari uang penggantian," katanya.
Kisah Bong Suwung mungkin akan segera berakhir, tetapi perjuangan warganya untuk membangun kehidupan yang lebih baik akan terus berlanjut. Di balik rel-rel baja dan deru kereta yang berlalu lalang, tersimpan harapan dan tekad para warga untuk tetap bertahan, bagaimana pun caranya.
Senja di Bong Suwung mungkin akan segera berganti, tetapi fajar baru menanti para warganya di tempat yang baru. Meskipun penuh ketidakpastian, mereka melangkah maju dengan keyakinan bahwa selama ada kehidupan, selalu ada harapan. (*)