Selama 17 Tahun Pemuda Ini Hidup dengan Anus Buatan

Selama 17 Tahun Pemuda Ini Hidup dengan Anus Buatan

KORANBERNAS.ID -- Dany Fajar Pamungkas pantas merasa kecewa. Keinginannya untuk bisa menjadi salah seorang petugas pengibar bendera pusaka atau Paskibraka pada puncak acara peringatan ulang tahun ke-74 Republik Indonesia 17 Agustus 2019 pupus sudah.

Pelajar STM Pedan (waktu itu) gugur saat skrining di Semarang setelah lolos di tingkat Kabupaten Klaten.

"Skrining di Semarang kan semua harus lepas pakaian seperti tentara. Tinggal memakai celana dalam. Di situlah ketahuan Fajar menggunakaan anus buatan untuk buang kotoran," kata Ny Sri Pamuji, ibunda Fajar di RSUP Dr Sardjito Yogyakarta, Selasa (14/10-2019).

Bukan hanya setahun dua tahun hal itu dialaminya. Sejak lahir dia menderita megacolon. Ususnya membesar. Perutnya membuncit karena kadang-kadang 20 hari Fajar tidak bisa buang air besar.

Anak bungsu lima bersaudara dari keluarga (mohon maaf) kurang mampu itu dihadapkan ketidakberdayaan orangtuanya membiayai operasi.

Ayahnya, Ngadiyo Rantowiyono hanya buruh serabutan. Ibunya, Sri Pamuji tukang masak apabila ada keluarga punya hajat. Jadi penghasilan mereka tidak pasti.

Operasi pertama

Fajar menjalani operasi pertama pada 4 Januari 2002 berkat tetangganya yang menginformasikan ke Harian Bernas kala itu.

Setelah kisahnya dimuat, banyak pihak terketuk hatinya membantu dana. Besarnya bervariasi. Usianya baru 1 tahun 4 bulan. Operasi ini juga mendapat dukungan sangat besar dari RSUP Dr Sardjito. Waktu itu belum ada BPJS, jadi biaya operasi dari donatur pembaca Harian Bernas.

Tim dokter membuatkan culostomi atau anus buatan sehingga sejak itu Fajar membuang kotoran melalui anus buatan di lambung. Bulan Maret tahun itu juga dia harus menjalani irigasi karena mengalami pengerasan kotoran.

Sesuai informasi tim dokter, untuk bisa mengembalikan ke anus asli, Fajar harus menjalani tiga kali operasi. Hari Selasa itu Fajar menjalani operasi ke-4.

Sepekan sebelumnya dia menjalani irigasi sehari tiga kali. "Untung sekarang ada BPJS," kata Ngadiyo kepada koranbernas.id di ruang tunggu Bedah Sentral lantai 4 RSUP Dr Sardjito.

Sudah disarankan

Sebenarnya sejak masih SMP, Bernas yang datang ke rumahnya di Ironanggan Cawas sudah menyarankan agar Fajar mau dioperasi untuk pengembalian anus.

Mengingat dia mulai tumbuh dewasa sehingga jangan sampai kondisi itu menghambat pergaulan. Apalagi kalau sudah punya pacar tentu bisa mengganggu.

Tapi saat itu Fajar belum merasa siap. Masih ada trauma rasa sakit pascaoperasi. Meskipun menurut kedua orangtuanya, Fajar termasuk anak yang jarang mengeluh.

"Sekarang justru Fajar yang minta. Mak, aku diperasekke ya (Mak aku dioperasikan ya),” kata Ny Sri menirukan permintaan anaknya.

Kepada ibunya dia bilang merasa sudah siap dan kebetulan sudah ada tabungan meski tidak banyak.  Mungkin benturan keinginannya untuk menjadi Paskibraka itu menjadi salah satu motivasinya, selain dia makin tumbuh dewasa. Proses panjang pun dilaluinya sesuai dengan standar operasi pelayanan BPJS.

17 tahun

Selama 17 tahun lebih Fajar hidup dengan anus buatan, tetapi pemuda yang sekarang tumbuh menjadi pemuda tampan dengan tinggi badan 175 cm itu punya rasa percaya diri luar biasa. Sebagaimana pemuda seusianya dia juga aktif berolahraga. Bahkan juga beladiri.

"Yang penting tidak bocor sehingga tidak ada bau mengganggu saat kotoran itu keluar," kata Ngadiyo. Ayah yang mengurus anus buatan saat Fajar kecil itu berusaha membungkus anus buatan dengan kantong plastik serapi mungkin. Bahkan kemudian ditambah korset sehingga kemungkinan bau bocor bisa terhindar.

Operasi ke-4 kalinya di RSUP Dr Sardjito itu berlangsung cukup lama karena rumitnya penanganan. Dari bangsal Cendana 4 nomor 9, Fajar dibawa masuk ruang bedah pukul 10:00.

Operasi berlangsung sekitar 6 jam, lalu diistirahatkan di ruangan perawatan intensif. Dan baru dibawa kembali ke bangsal Cendana  pukul 11:00 hari Rabu.

"Sudah sadar kok," kata Dyah Utami, kakak Fajar yang setia mendampingi adiknya di luar jadwal kerjanya, menginformasikan kepada koranbernas.id.

Dari ibunya diperoleh keterangan, anaknya tidak banyak mengeluh. Kecuali rasa sakit di bagian pantatnya. Mungkin akibat proses pengembalian ke anus asli yang sudah lebih 17 tahun tidak berfungsi.

Ny Sri pascaoperasi punya tugas dua jam sekali membersihkan bekas anus buatan yang sudah dijahit. Tugas itu dilakukan dengan teliti karena dia menyadari cepat lambat pulihnya kesehatan Fajar juga tergantung perawatan pascaoperasi.

Meskipun Ny Sri sendiri selama menunggui anaknya di Sardjito hanya  duduk di ruang Cendana lantaran kakinya mengalami pengapuran. Bengkak dan susah untuk dipakai jalan.

Butuh dana

Meski sudah pakai BPJS tetapi Sri menyadari masih  banyak pengeluaran harus ditanggung terutama untuk keperluan wira-wiri Cawas Jogja maupun logistik selama menunggu di rumah sakit.

Belum lagi kalau ada obat-obatan tertentu yang tidak di-cover BPJS. Koranbernas.id berusaha menghimpun dana lewat Intan Nurimani pembaca koranbernas.id yang tinggal di Solo.

Beberapa kawan-kawannya membantu meringankan bebannya. Apakah Anda juga bersimpati terhadap masa depan anak muda asal Cawas ini menyongsong masa depannya? Silakan. (sol)