Sekolah Vokasi Harus Kawin dengan Industri

Sekolah Vokasi Harus Kawin dengan Industri

KORANBERNAS.ID, SLEMAN -- Setelah perjalanan 30 tahun keberadaan Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P4TK) Seni dan Budaya, lembaga yang menjadi kawah candradimuka bagi para pendidik di bidang seni budaya tersebut kini berubah menjadi Balai Besar Pengembangan dan Penjaminan Mutu Pendidikan Vokasi (BBPPMV) Seni dan Budaya.

Ketika sarasehan bertajuk Refleksi 30 Tahun PPPG Kesenian/P4TK Seni dan Budaya Menuju BBPPMV Seni dan Budaya “Menyeleraskan Irama dalam Mengemban Amanah Baru”, Dr Sardjilah selaku Kepala BBPPMPV menuturkan tujuan sarasehan digelar untuk menggali masukan tentang pengelolaan BBPPMPV Seni dan Budaya di masa depan.

“Kami mendapat banyak masukan, termasuk dari para senior dalam pendidkan seni dan budaya, agar lembaga ini kembali ke khittah,” kata Sardjilah, Jumat (14/8/2020) siang.

Kepala BBPPMPV itu menandaskan, di usianya yang semakin matang, institusi BBPPMPV akan terus mencetak dan mengembangkan kualitas SDM, khususnya guru dan kepala SMK, serta membantu mengembangkan kualitas instruktur untuk kursus dan pelatihan.

“Mentraining guru-guru dan kepala sekolah SMK sehingga mereka siap menikah dengan industri. Fungsi kedua BBPPMPV ini juga sebagai mak comblang pernikahan massal SMK dengan industri ini,” tandasnya.

Sementara itu, lewat acara sarasehan 30 tahun perjalanan P3G Kesenian serta P4TK Seni dan Budaya, Dirjen Pendidikan Vokasi Kemendikbud, Wikan Sakarinto, menekankan program link and match yang kini tengah digalakkan kembali diharapkan mampu meningkatkan kompetensi alumni Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) agar dapat lebih banyak terserap di pasar kerja.

“Kami menganggarkan Rp 3,5 triliun, di luar gaji, anggaran rutin ataupun pembiayaan BBPPMPV ini, itu untuk mendorong ‘pernikahan’ itu, mendorong agar SMK dan vokasi menikah sampai dalam (dengan industri),” ungkapnya.

Kebutuhan industri

Wikan menegaskan, program link and match bukanlah barang baru di dunia pendidikan, namun masih lemahnya koneksi antara lembaga pendidikan dan dunia industri membuat alumni SMK belum terserap maksimal.

“Kurikulum itu mau nggak mau itu harus disusun bersama dengan industri. Ibaratnya industri itu pingin apa? Jangan sampai industri mau makan apa, kita nggak tahu, lalu bikin gado-gado itu enak. Sampai di industri ternyata mereka inginnya nasi pecel,” tutur pria yang pernah menjabat sebagai Dekan Sekolah Vokasi UGM itu.

Wikan Sakarinto menyatakan pemerintah mendorong agar sekolah benar-benar bersinergi dengan dunia industri, termasuk dari sisi kurikulum yang harus disesuaikan dengan kemajuan industri yang ada.

“Harusnya industri itu inginnya apa, nasi pecel, ayo masak bersama! Dosen tamu itu minimal 50 jam per prodi harus diajar oleh praktisi industri, harus!” tegasnya.

Dirjen Vokasi pun berharap BBPPMPV Seni dan Budaya harus mampu mengakselerasi para pengajar di SMK dan sekolah vokasi agar alumni yang dihasilkan dapat sesuai dengan permintaan dunia industri. Dirjen kelahiran 17 Maret 1975 itu mengibaratkan BBPPMPV memiliki tangan dingin layaknya pelatih legendaris Manchester United, Sir Alex Ferguson, yang mampu mencetak bintang-bintang hebat.

“Alex Ferguson itu bisa mencetak Ryan Giggs atau David Beckham. Dia berhasil membuat Giggs menjadi bintang tetapi tidak sombong. Alex Ferguson tahu apa yang harus dilakukan untuk mengembangkan potensi yang ada pada diri para pemain,” tandas dia.

Kemendikbud mengharapkan peningkatan program link and match ini dapat menguntungkan berbagai pihak, termasuk dunia industri. Tujuan akhirnya agar tenaga kerja Indonesia dapat meningkatkan kompetensi tidak hanya di dalam negeri tetapi di tingkat persaingan global. (rosihan anwar)