Satu Telepon Genggam untuk Beramai-ramai

Satu Telepon Genggam untuk Beramai-ramai

KORANBERNAS.ID, PURWOREJO--Sore hari, suasana rumah Partimah terlihat sibuk. Di luar rumah, tampak suami dan anak laki-lakinya membersihkan halaman dan kandang, serta memberi makan sapi dan kambing. Sedangkan, Partimah dan anak perempuannya berada di dalam rumah. Sibuk membersihkan rumah dan memasak.

Keluarga Partimah terbiasa bergotong royong dan bahu membahu. Seluruh pekerjaan rumah dikerjakan bersama. Sebelum masa pandemi Covid-19, anak-anak sudah biasa membantu pekerjaan orang tua saat sore hari atau saat libur sekolah. Namun, selama pandemi, waktu siang dan malam hari digunakan untuk belajar.

Partimah bekerja di toko Kelontong. Sementara suaminya bekerja serabutan, sehingga tidak mempunyai penghasilan tetap. Tak heran, pembelajaran dengan sistem daring yang dilakoni anaknya selama pandemi, dirasa merepotkan warga Desa Sidomulyo, kecamatan dan Kabupaten Purworejo ini.

Potret Partimah tersebut mungkin bisa mewakili keluarga lainnya yang merasa kerepotan tatkala anak-anaknya harus belajar daring dengan fasilitas sangat minim.

Partimah adalah seorang ibu yang memiliki 4 orang anak. Anak pertama lulusan SMK di Purworejo dan sudah bekerja. Anak kedua laki-laki masih kelas IX di SMK Swasta Purworejo, anak ke tiga perempuan sekolah di SMPN VI kelas 8 dan anak bungsunya seorang laki-laki yang masih sekolah di SMPN 4 Purworejo, kelas 7.

Menurut Partimah, selama belajar dalam jaringan (daring) ketiga anaknya menggunakan 1 telepon seluler berbasis android secara bergantian.

“Ketiga anak saya untuk belajar daring menggunakan satu telpon seluler secara bergantian,” terang Partimah.

Selama belajar di rumah, anak-anaknya harus mengerjakan pekerjaan rumah terlebih dahulu. Setelah selesai, baru mengerjakan pekerjaan sekolah.

“Yang perempuanku harus membersihkan rumah dan memasak. Sementara yang anak laki-laki membantu pekerjaan bapaknya mencari rumput untuk pakan ternak,” jelas Partimah.

Walaupun dibebani pekerjaan rumah, anak-anaknya kata Partimah tetap penuh semangat belajar dan bersekolah.

“Untuk anak saya yang SMP, pihak sekolah meminta orang tua datang untuk mengambil modul dan soal. Biasanya saya berangkat pagi-pagi langsung ke sekolah untuk mengambil modul dan soal. Setelah itu saya langsung bekerja. Sore hari, modul dan soal tersebut saya serahkan ke anak-anak,” katanya.

Partimah mengaku, tidak mudah baginya menyesuaikan dengan perubahan pola belajar anaknya. Baginya pembelajaran secara daring merepotkan.

Khalifah Suriyono (14) kelas 8, Siswa SMPN VI sedang belajar secara daring di rumah. (w asmani/koranbernas.id)

“Saat anak-anak banyak tugas, kami tidak memiliki paket internet dan uang. Kebutuhan paket internet selama pembelajaran daring 200 ribu per minggu untuk bertiga. Itu sangat berat bagi kami,” ujar dia.

Kalau keadaan sudah terdesak, anak-anak terpaksa numpang jaringan internet ke tetangga.

“Saya berharap anak-anak bisa sekolah lagi dengan normal. Seperti biasanya jam 6 pagi semua sudah bersiap ke sekolah,” jelas Partimah.

Ketiga anaknya, juga mengaku mulai jenuh dengan pembelajaran daring. Sehingga mereka senang dan menyambut baik Surat Edaran (SE) Nomor 425/1649/2020 tentang Pedoman Penyelenggaraan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) tahun ajaran 2020/2021 pada satuan pendidikan di lingkungan Dinas Pendidikan dan Olah Raga Kabupaten Purworejo, yang membuka kesempatan siswa SD maupun SMP untuk kembali belajar tatap muka walaupun setiap hari.

“Saya menyambut baik. Walaupun tidak full belajar tatap muka setiap hari, paling tidak mengurangi rasa bosan anak-anak belajar di rumah,” lanjutnya.

Ungkapan girang karena bisa bersekolah lagi, terlihat di wajah Gian Pasa Prassetyono (13) siswa kelas VII SMPN 4 Purworejo.

“Mulai Senin 24 Agustus 2020 sudah sekolah kembali,” jelas Gian.

Gian mengaku selama belajar di rumah dia tidak mendapat uang saku dari orang tuanya. Untuk itu, dia berharap sekolah kembali di buka untuk belajar tatap muka.

“Saya kangen belajar di sekolah. Kangen dengan teman-teman dan terutama uang saku,” kata Gian tertawa.

Khalifah Suriyono (14) kelas VIII, putri dari Partimah mengungkapkan hal senada. Selama belajar di rumah, jika ada kesulitan, Khalifah menggantungkan harapan ke kakaknya. Tapi kalau tetap belum mendapat jawaban, maka harapan terakhirnya adalah internet.

Kendala mendasar yang dia rasakan selama belajar secara daring, yaitu saat tugas menumpuk, tidak punya paket internet dan tidak punya uang.

“Solusi saat kami banyak tugas dan tidak memiliki paket internet, kami terpaksa menumpang internet ke tetangga,” ungkap siswi kelas 8 tersebut.

Khalisa Mahadewi siswi SDN Kledung Karangdalem, Kecamatan Banyuurip, Purworejo kelas 6 menuturkan, tidak memiliki masalah berat saat belajar di rumah secara daring. Kesulitan yang dialami Khalisa hanya sebatas sinyal internet yang kadang tidak stabil.

Khalisa memiliki keinginan yang yang sama seperti siswa siswi lainnya, yang merindukan belajar secara tatap muka di sekolah.

“Saya kangen bapak dan ibu guru dan kawan-kawan,” harap warga Doplang Purworejo tersebut. (wna)