Ratusan Konsumen Apartemen Tertipu, Kerugian Ratusan Miliar
Kami meminta kepada OJK untuk membersihkan nama konsumen dari BI checking.
KORANBERNAS.ID, SLEMAN – Kasus dugaan penipuan pembelian Apartemen Malioboro Park View menyeret ratusan konsumen ke dalam jerat kerugian finansial yang luar biasa besar. Tidak tanggung-tanggung, nilai kerugian mencapai Rp 350 miliar.
Sebanyak lebih dari 500 konsumen kini menggugat pihak-pihak yang terlibat termasuk Bank BTN, kurator, notaris dan pengembang PT MES, atas dugaan pelanggaran hukum, penipuan dan penggelapan.
Menurut Asri Purwanti SH MH CIL selaku kuasa hukum para korban, sebagian konsumen telah membayar lunas apartemen mereka sejak 2016 hingga 2023, namun tidak mendapatkan hak mereka, baik berupa unit apartemen maupun sertifikat kepemilikan.
"Mereka hanya menerima bukti pelunasan berupa selembar kertas yang dinilai tidak memiliki kekuatan hukum," ujar Asri kepada wartawan seusai melapor ke Polda DIY, Selasa (19/11/2024).
Merasa ditipu
“Konsumen ini merasa ditipu habis-habisan. Bahkan, apartemen 12 lantai ini ternyata tidak memiliki izin sejak awal. Bayangkan, mereka yang membeli secara kredit maupun tunai hingga sekarang tidak mendapatkan hak, padahal sudah ada melunasi pembayaran hingga ratusan juta rupiah,” ujarnya.
Salah satu pihak yang dilaporkan ke Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta (Polda DIY) adalah Bank BTN. Bank pelat merah ini dinilai lalai memberikan informasi transparan terkait status proyek Malioboro Park View yang ternyata belum memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
“Konsumen tidak pernah diberitahu soal risiko proyek ini. BTN tetap memfasilitasi Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) bahkan setelah mengetahui izin tidak ada. Saat proyek ini dipailitkan, sertifikat yang seharusnya diserahkan kepada kurator masih dikuasai BTN, sehingga konsumen tidak mendapatkan hak mereka,” tegasnya.
BTN juga disebut melakukan pelanggaran terhadap Pasal 7 huruf b dan Pasal 8 ayat (1) huruf f Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang mewajibkan pelaku usaha memberikan informasi jelas, jujur, dan transparan mengenai produk atau jasa yang ditawarkan.
BI checking
Selain itu, para konsumen kini juga menghadapi masalah tambahan berupa nama mereka yang tercatat di daftar hitam Bank Indonesia (BI checking), akibat kredit macet dari transaksi apartemen tersebut.
“Kami meminta kepada OJK untuk membersihkan nama konsumen dari BI checking. Ini jelas bukan kesalahan mereka, tetapi karena kelalaian pihak bank dan pengembang,” tambah Asri.
Tidak hanya Bank BTN, kurator Romi Hadi yang ditunjuk untuk mengurus proses kepailitan proyek ini juga turut dilaporkan ke polisi. Kurator dinilai lalai menjalankan tugasnya dengan baik, sebagaimana diatur dalam Pasal 72 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
“Kurator tidak bertanggung jawab atas kerusakan apartemen dan kehilangan barang-barang milik konsumen yang sudah menempati unit. Bahkan, obyek sengketa yang seharusnya segera diselesaikan dalam 90 hari pasca-putusan pailit justru terbengkalai,” jelas Asri.
Dinilai lalai
Selain itu, seorang notaris yang terlibat dalam proses perjanjian kredit juga dilaporkan atas dugaan pelanggaran hukum. Notaris dinilai lalai memberi informasi kepada konsumen mengenai status proyek yang ternyata bermasalah sejak awal.
Para korban mendesak Kapolda DIY untuk segera mengusut kasus ini hingga tuntas. Mereka meminta keadilan atas kerugian yang dialami, termasuk pengembalian uang, penghapusan BI checking, serta pemrosesan hukum terhadap pihak-pihak yang bertanggung jawab.
“Kami tidak ingin kasus ini hanya berhenti di meja polisi. Ini adalah bentuk pengkhianatan kepercayaan terhadap konsumen. BTN, kurator, developer dan semua pihak terkait harus bertanggung jawab,” ujar Asri.
Salah seorang korban, Aldo Purwanto, mengaku membeli satu unit apartemen sejak 2016 dengan harga Rp 400 juta. Namun hingga kini dia tidak mendapatkan sertifikat maupun apartemen yang dijanjikan.
Tanah Kasultanan
“Kami hanya dapat selembar kertas bukti pelunasan. Tidak ada sertifikat, tidak ada apartemen. Bahkan yang sudah lunas pun tidak mendapatkan haknya,” ujar Aldo dengan nada kecewa.
Dia menambahkan banyak korban lain yang lebih parah. “Ada yang membeli sampai empat unit dan membayar hingga Rp 1,6 miliar. Kami tidak butuh apartemennya lagi, kami hanya ingin uang kami kembali,” tegasnya.
Sebelumnya, dalam pertemuan Ombudsman RI terkait kasus ini, terungkap bahwa tanah tempat apartemen Malioboro Park View berdiri merupakan milik Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Anehnya, proyek tetap berjalan tanpa izin secuil pun.
“Proyek ini berani sekali. Apartemen 12 lantai bisa berdiri di pinggir jalan nasional tanpa izin. BTN sebagai pihak yang memfasilitasi kredit seharusnya sejak awal menyampaikan risiko ini kepada konsumen, bukan malah memasarkan proyek bermasalah,” ujarnya.
Laporan resmi sudah dilayangkan ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda DIY. Para korban berharap polisi dapat segera membongkar kasus ini dan memberikan keadilan sesuai asas perlindungan konsumen. (*)