PTSL Berbiaya, Tapi Tidak untuk BPN dan Petugasnya

PTSL Berbiaya, Tapi Tidak untuk BPN dan Petugasnya

KORANBERNAS.ID, KLATEN--Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) atau dulu dikenal dengan prona tidak gratis. Pemohon tetap harus menyediakan biaya, untuk proses kepengurusan sertifikat. Mengenai nominal biaya yang harus ditanggung pemohon, tergantung musyawarah dan kesepakatan. Meski pemohon harus membayar, Kantor Agraria Tata Ruang/BPN Kabupaten Klaten memastikan tidak akan ada biaya yang diterima dari pemohon.

“Tak ada biaya yang disetorkan kepada BPN. Karena pengukuran data yuridis dan pendaftaran tanah sudah dibiayai APBN,” kata Kepala Kantor ATR/BPN Kabupaten Klaten Agung Taufik Hidayat didampingi Kasi Pengukuran Jainal Arifin di Hotel Bima Jalan Veteran Klaten, Kamis (16/1/2020)

Agung dan Jainal menambahkan, biaya yang harus ditanggung pemohon, yakni pada tahapan pra kondisi. Biaya tersebut, diantaranya untuk membeli patok batas, meterai, keperluan foto copi dan lain sebagainya.

Terkait nominal biaya yang harus ditanggung pemohon, pihak BPN tidak punya wewenang, karena itu bukan ranah BPN. Namun mengutip saran dari pihak penyidik kejaksaan dan kepolisian, Jainal Arifin menyarankan agar dibuatkan peraturan desa (perdes) terkait biaya PTSL dan berdasarkan musyawarah dan kesepakatan.

Begitu pula saat menanggapi pertanyaan apakah biaya harus sesuai SKB 3 Menteri tentang PTSL, Jainal menjawab kalau SKB 3 Menteri hanya sebagai arahan. Sebab di lapangan harus memperhatikan kearifan lokal.

“Yang jelas, untuk teman-teman petugas di lapangan haram hukumnya menerima uang dari pemohon,” tegasnya.

Beberapa kepala desa yang hadir pada acara Sosialisasi PTSL 2020 di Aula Hotel Bima Jalan Veteran Klaten, Kamis (16/1/2020), merasa khawatir dan dilematis karena kondisi di lapangan kemungkinan tidak seperti yang dibayangkan.

Mereka mengakui, program PTSL sangat membantu warga karena proses pensertifikatan tanah cepat, murah dan.mudah. Namun di sisi lain, masih adanya pemahaman yang keliru di masyarakat yang menganggap program PTSL gratis.

“Masyarakat masih ada yang menganggap gratis. Ada juga yang mengatakan biaya PTSL hanya 150 ribu rupiah. Kalau ternyata di lapangan sudah disepakati biayanya lebih dari itu, kami dilaporkan. Ini yang membuat kami takut,” ungkap sejumlah kepala desa.

Ketakutan dan kekawatiran kepala desa cukup beralasan. Sebab pengalaman di tahun-tahun sebelumnya, ada yang dilaporkan ke penegak hukum dengan tuduhan dugaan penipuan dan pungutan liar. Padahal di lapangan sudah ada kesepakatan biaya antara pemohon dengan panitia. (SM)