Program Ambisius Pengolahan Sampah Kota Yogyakarta Terkendala Solusi Transisi
KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Ambisi Pemerintah Kota Yogyakarta mengaktifkan 10 mesin pengolah sampah untuk mengatasi 300 ton limbah harian, kini berhadapan dengan realitas pahit: warga kesulitan membuang sampah setelah puluhan Tempat Pembuangan Sampah (TPS) ditutup tanpa solusi transisi yang memadai.
"Kami akan menggerakkan semua insenerator. Ya hari ini insenerator-insenerator saya usahakan untuk saya hidupkan semua," kata Walikota Yogyakarta, Hasto Wardoyo, Kamis (10/4/2025), saat merinci program akselerasi pengelolaan sampah yang tengah dijalankan Pemkot Yogyakarta.
Di tengah optimisme Pemkot, warga seperti Mega dari RW 10 Kampung Jogoyudan, Gowongan, justru mengeluhkan kebingungan pasca penutupan TPS. "Kami bingung mau buang sampah dimana lagi karena TPS di RT pun sudah ditutup," ujarnya dengan nada frustrasi.
Mega mengeluhkan minimnya informasi dari pamong setempat tentang pengadaan gerobak sampah pengganti. Meski sampah plastik dan kertas sudah diolah di bank sampah RW, masih ada sampah residu yang tidak bisa diolah.
"Nah terus kami harus buang kemana kalau tidak ada penggerobak yang disediakan setelah TPS ditutup," tandasnya.
Kekhawatiran Warga
Ketimpangan jadwal terlihat jelas dalam program pengelolaan sampah ini. Pemkot menargetkan seluruh TPS ditutup permanen hingga akhir April 2025, namun penggerobak sampah baru akan disediakan pada Juli 2025. Selama masa transisi tiga bulan tersebut, RW yang belum memiliki gerobak diminta mengusahakan secara mandiri.
Warga mengkhawatirkan kemunculan penggerobak yang menetapkan tarif semena-mena. "Penggerobak udah langka, gak ada regenerasi. Selain itu tarifnya kan terserah penggerobak, jadi mahal kan tidak semua warga mampu untuk bayar penggerobak," tegas salah seorang warga.
Akibatnya, sebagian warga memilih jalan pintas dengan membakar sampah mereka sendiri, mengabaikan Peraturan Daerah yang melarang pembakaran sampah di Kota Yogyakarta.
Mesin Pengolah Sampah
Di balik keluhan warga, Pemkot Yogyakarta tengah mengakselerasi program pengelolaan sampah dengan menghidupkan seluruh mesin pengolah sampah yang dimiliki. Walikota menyebutkan, pihaknya memiliki 10 alat pengolah sampah berupa Unit Pengelolaan Sampah (UPS) menggunakan mesin pengolah RDF (Refused Derived Fuel), serta alat pembakar limbah atau insinerator.
Khusus untuk insinerator, Pemkot Jogja memiliki lima unit yang tersebar di TPS3R wilayah Kota Jogja serta di ITF Bawuran, Pleret, Bantul. Targetnya akhir bulan April 2025 lima mesin insinerator tersebut bisa dihidupkan untuk mengolah limbah.
Hasto optimis langkah jangka pendek ini akan efektif mengatasi persoalan sampah di Kota Gudeg. Jika semua mesin pengolah sampah di Kota Jogja dihidupkan, setidaknya 235 ton limbah bisa diolah setiap hari.
"Kalau dihidupkan ya ada 10 unit. Jadi total kami mampu 235 ton per hari, ya kalau Jogja tapi kan sampah kita 300 ton kalau malam minggu atau sabtu-minggu lebih," ungkapnya.
Depo dan TPS
Pemkot Yogyakarta juga tengah menggenjot pengosongan depo dan penutupan TPS. Langkah ini menjadi upaya untuk menanggulangi tumpukan sampah di Kota Jogja.
"Semua depo yang besar sudah kosong. Depo yang kecil kita per hari ini sudah 15 depo kecil kosong. Jadi total depo yang kosong sudah 29. Depo kecil-kecil yang dalam hal ini TPS yang belum kosong itu tinggal 16 itu. Nah 16 itu ya tidak lebih dari 30 ton," terang Hasto.
Ia menargetkan seluruh depo, baik besar maupun kecil, akan bersih dalam waktu seminggu ke depan.
"Kemudian setelah itu dua minggu lagi saya itu tinggal mengelola sampah real time yang hari itu berapa ratus ton yang hari itu yang kami selesaikan. Tidak punya tumpukan lagi gitu," tambahnya.
Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta, Agus Tri Haryono menyebutkan, targetnya penutupan TPS itu akan menyeluruh hingga akhir April 2025.
"TPS Sagan, Pasar Sore, Depokan Kotagede sudah dibongkar. Kami menargetkan seluruh TPS akan ditutup secara permanen hingga akhir April ini. Ke depan, pengelolaan sampah akan sepenuhnya berbasis depo," kata Agus.
Harus Sabar
Menanggapi keluhan warga, Hasto Wardoyo menyatakan akan memanggil lurah-lurah untuk mengatasi masalah tersebut. "Kita panggil lurahnya. Kita beri tahu, harus sosialisasi terus. Harus sabar," katanya.
Walikota menjelaskan alasan penutupan 31 dari 46 depo sampah kecil di Kota Yogyakarta adalah karena lokasinya yang mengganggu lingkungan karena dekat dengan hunian, warung, bahkan tempat ibadah. Penutupan TPS kecil ini juga dilakukan untuk mencegah lindi sampah mengalir ke jalan.
"Depo-depo kecil itu memang akan saya bongkar semua," tegas Hasto.
Sebagai langkah jangka panjang, Pemkot Yogyakarta tidak hanya mengandalkan pengolahan dari mesin yang ada, tapi juga berkoordinasi dengan BUMD Panggungharjo untuk membantu mengolah sampah dari Kota Jogja.
Hasto juga telah berkoordinasi dengan sejumlah perguruan tinggi di Yogyakarta untuk merealisasikan program One Village One Sister University. Melalui program tersebut, pihaknya akan bekerja sama dengan perguruan tinggi untuk membantu edukasi kepada masyarakat tentang pengelolaan sampah.
"Saya kan minta sekitar 6 ribu mahasiswanya, itu untuk dikerahkan di satu kampung untuk ada berapa mahasiswa KKN yang tidak berhenti terus-menerus sambil mengedukasi ya ke kampung-kampung itu. Jadi saya kira tanpa dikroyok begitu kita tidak ada perubahan," tandasnya.
Langkah-langkah ini merupakan bagian dari komitmen Pemkot Yogyakarta untuk menciptakan kota yang lebih bersih, sehat, dan tertata, sejalan dengan penguatan tata kelola sampah dari hulu ke hilir.
Namun program ambisius ini tidak mungkin bisa berjalan mulus ketika solusi transisi untuk warga tampak belum terencana dengan baik. (*)