Prima Sari Menilai Kelas Menengah-Bawah “Petarung” yang Terabaikan

Semua biaya hidup benar-benar disangga secara mandiri, seperti iuran BPJS, transpor, pendidikan.

Prima Sari Menilai Kelas Menengah-Bawah “Petarung” yang Terabaikan
pemerhati masalah sosial, ekonomi dan kesehatan, Prima Sari. (istimewa)

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA --  Merujuk laporan Bank Dunia Aspiring Indonesia: Expanding the Middle Class, kelas menengah di Indonesia tumbuh 10 persen setiap tahunnya. Satu dari setiap lima orang Indonesia saat ini adalah bagian dari kelas menengah. Bank Dunia mengidentifikasi kelas menengah di Indonesia sebagai orang yang pengeluarannya berkisar Rp 1,2 juta sampai Rp 6 juta dalam sebulan.

Melihat fenomena itu, pemerhati masalah sosial, ekonomi dan kesehatan, Dra Prima Sari FLMI, menyatakan kelas menengah adalah masyarakat yang sudah tidak lagi hidup di bawah garis kemiskinan, tetapi masih bisa jatuh miskin jika sewaktu-waktu terjadi guncangan.

Contoh, saat pandemi Covid-19 adalah masa-masa di mana banyak kelas menengah kembali miskin karena kehilangan mata pencarian, terkena pemutusan hubungan kerja (PHK, dan penghasilannya dipotong.

Meski rentan, kelompok ini tidak tersentuh program perlindungan sosial yang saat ini lebih difokuskan bagi mereka yang miskin dan masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

ARTIKEL LAINNYA: Pariwisata DIY Tetap Menjadi Idola

”Saya tidak bicara kelompok menengah-atas, tetapi kelas menengah-bawah yang sangat mungkin jatuh miskin dan tidak mendapat perlindungan sosial. Ke depan, seiring dengan meningkatnya income per kapita kita dan turunnya penduduk miskin ekstrem, kelompok ini akan menjadi yang paling terimbas,” ujarnya kepada wartawan di Yogyakarta, Jumat (19/1/2024).

Setidaknya, kelas menengah ke bawah terbagi dua kelompok. Kelas menengah ke bawah yang mendapat pendapatan rutin dengan segala tunjangannya dari negara ataupun dari swasta serta kelas menengah yang benar-benar menghidupi dirinya sendiri.

Mereka yang terakhir ini yang bergulat di sektor informal. Angka kelas menengah di Indonesia terus meningkat. Namun, status ekonomi yang tanggung, alias tidak miskin tetapi tidak kaya meskipun banyak juga yang miskin, membuat mereka nyaris terabaikan dan rentan kembali jatuh miskin.

“Pemerintah perlu memperhatikan kebutuhan kelompok ini akan ekonomi yang lebih berkualitas sebelum keresahan sosial memuncak,” saran dia.

ARTIKEL LAINNYA: Perguruan Tinggi Perlu Mengkaji Sistem Demokrasi dan Pemilu

Prima Sari yang juga Calon Anggota Legislatif (Caleg) DPR RI Partai Demokrat Daerah Pemilihan (Dapil) DIY ini  menilai, jika jumlah kelas menengah terus meningkat tetapi kebijakan ekonomi pemerintah masih fokus pada angka pertumbuhan ekonomi semata, keresahan sosial yang sama bisa saja terjadi di Indonesia.

”Mengelola ekonomi sampai 2045 akan lebih rumit karena naiknya kelas menengah. Dari sekarang harus mulai dipikirkan kebijakan seperti apa yang bisa memenuhi concern mereka. Tidak bisa hanya fokus pada growth dan pengentasan kemiskinan ekstrem,” kata dia.

Menurut dia, ikhtiar memperluas cakupan perlindungan sosial dan memperhatikan kebutuhan kelas menengah tentu perlu diiringi kapasitas anggaran yang cukup. Perluasan perlindungan sosial ke kelas menengah-bawah di Indonesia kira-kira membutuhkan anggaran yang cukup signifikan setiap tahunnya.

Meski demikian, lanjut dia, pendekatan perlindungan sosial untuk kelas menengah-bawah tidak bisa disamakan dengan masyarakat miskin. Besaran bantuan langsung tunai (BLT) yang diberikan ke kelompok menengah-bawah besarannya mesti lebih kecil sesuai proporsi.

ARTIKEL LAINNYA: KPU Bantul Mengingatkan Pemilih di TPS Khusus Jangan Lupa Mencoblos

Disebutkan, bangkitnya populasi kelas menengah di sektor informal adalah hasil dari laju pertumbuhan ekonomi yang terjaga pada kisaran 5 persen selama 15 tahun terakhir serta turunnya angka kemiskinan dan pengangguran nasional. Kebijakan fiskal dan ekonomi secara umum mulai mesti memperhatikan kelas menengah, khususnya menengah-bawah.

”Ini karena sebagian dari mereka masih sangat sensitif. Harga beras naik sedikit saja, mereka sudah kesulitan. Padahal, kelompok ini yang ke depan akan membentuk ekonomi Indonesia,” kata Prima Sari.

Petarung yang sesungguhnya

Prima menambahkan kelompok kelas menengah di sektor informal ini benar-benar kelompok yang menjadi “petarung” yang sesungguhnya dalam kesehariannya.

Semua biaya hidup benar-benar disangga secara mandiri, seperti iuran BPJS, tunjangan transpor, pendidikan. Mereka ini adalah kelompok yang benar-benar mandiri. Orang Jawa bilang ora obah ora mamah (kalau tidak berikhtiar secara mandiri mereka tidak bisa makan). “Maka negara harus hadir di tengah-tengah mereka,” tegasnya.

Tahun 2045 Negara Republik Indonesia akan masuk usia 100 tahun kemerdekaan atau Indonesia Emas. Namun demikian, Indonesia tetap perlu bersiap menghadapi berbagai tantangan yang akan muncul, yang terkait dengan peningkatan produktivitas SDM, peningkatan produktivitas modal, perubahan iklim, hingga tantangan stabilitas global ke depan yang semakin dinamis.

Prima menambahkan, Generasi Z dan milenial adalah yang akan memegang tongkat estafet sebagai pelaku dan pendorong ekonomi, industri, sosial politik, dan budaya.Teknologi akan terus berkembang. Karena itu dibutuhkan perhatian khusus dari pemerintah. Kelas menengah yang benar-benar mandiri dan independen ini yang nantinya akan memegang kendali.

ARTIKEL LAINNYA: Gaya Hidup Berubah, Prima Sari Dorong Digitalisasi Ekonomi Keluarga

Dia menyebutkan, ada tiga rekomendasi yang ditawarkan untuk mengatasi persoalan kelas menengah ini. Pertama, Indonesia perlu mempercepat pertumbuhan produktivitas dengan membuat kebijakan yang bisa membuka inovasi dan kreativitas masyarakat dengan lebih luas. Harapannya, ini bisa membantu pertumbuhan usaha mikro, kecil, menengah (UMKM) maupun usaha rumah tangga untuk juga bisa berkembang.

Kedua, lanjut dia, Indonesia perlu menggencarkan promosi investasi di sektor yang menciptakan banyak lapangan pekerjaan kelas menengah. Seperti salah satunya, sektor manufaktur. Ketiga, memberikan fasilitas untuk pembelajaran dan pelatihan yang mumpuni, khususnya untuk para perempuan dan usia muda.

Angkatan kerja perlu dibekali dengan keterampilan yang bisa diberi lewat pelatihan serta edukasi. Kerena itu kelompok kelas ini perlu ada perlindungan dari negara yaitu perlindungan pendidikan dan kesehatan, sehingga ada keyakinan untuk terus bekembang.

Menurutnya, Indonesia baiknya fokus dalam mengikutsertakan lebih banyak perempuan dalam angkatan kerja. “Kesetaraan ini akan membuka peluang baik bagi perempuan maupun laki-laki untuk mendapatkan penghasilan,” tandasnya. (*)