Perjalanan Lintas Benua Romo Bas dalam Buku yang Menginspirasi

Romo Bas berbagi pengalamannya dalam konteks sejarah.

Perjalanan Lintas Benua Romo Bas dalam Buku yang Menginspirasi
Baskara T. Wardaya memperlihatkan bukunya saat launching di Djiwa coffee, Yogyakarta. (muhammad zukhronnee ms/koranbernas.id) 

KORANBERNAS.ID,YOGYAKARTA - Sebuah buku berjudul "Awan Merah: Catatan Sepanjang Jalan" karya Baskara T. Wardaya atau biasa dipanggil Romo Bas, menyampaikan rekaman interaksi dengan berbagai orang dan peristiwa di seluruh dunia. Buku ini mengungkapkan catatan dan refleksi yang mendalam atas pengalaman-pengalaman yang dialaminya.

Buku ini terinspirasi ketika Baskara T. Wardaya mengajar matakuliah sejarah di Marquette University sebagai pemangku Francis Wade Chair pada 2022. Selama periode tersebut, ia tidak hanya mengajar, tetapi juga melakukan perjalanan untuk penelitian, memenuhi undangan sebagai narasumber, dan mengunjungi sahabat-sahabatnya di berbagai tempat.

Dalam "Awan Merah," Romo Bas berbagi pengalamannya dan mengajak pembaca untuk merenungkan pesan yang tersirat dalam berbagai pengalaman itu, terutama dalam konteks sejarah.

"Buku ini tidak hanya berguna bagi Saya sendiri, tetapi juga diharapkan memberikan manfaat bagi pembaca pada umumnya," kata dia di sela launching buku Awan Merah pada Selasa (26/9/2023) di Djiwa coffee, Pandega Duta III, Yogyakarta.

Buku ini mencakup kisah-kisah menarik, termasuk petualangan para pelaut awal di Asia Tenggara Maritim, perjalanan Christopher Columbus menyeberangi Samudera Atlantik.

Juga upaya penjelajah Eropa dalam mencari dan menguasai rempah-rempah di Kepulauan Banda, serta kisah inspiratif tentang tokoh-tokoh seperti Elijah Stone Estes, Chief Red Cloud alias Awan Merah, Jerry Lemelson, dan Hildred Walker.

"Saya ingin mengingatkan kita bahwa Indonesia memiliki peran penting dalam sejarah, dan laut Indonesia bukan hanya sebagai tempat pertemuan budaya, tetapi juga tempat saling silang budaya dunia," paparnya.

Dalam rangka membagikan pesan-pesan ini, Romo Bas menggunakan narasi cerita, karena ia percaya bahwa cerita lebih mudah diingat dan direfleksikan dalam konteks yang lebih luas. Dalam pembuatan buku ini Romo Bas mengaku banyak mendengarkan, mencatat, dan menyusun informasi yang berguna untuk publik.

"Kemudian, saya terangi  dengan literatur sehingga menjadi lebih kaya dan bermanfaat bagi orang lain," imbuhnya.

Ia berharap bahwa buku ini akan menjadi sumber inspirasi bagi pembaca untuk lebih menghargai dan merenungkan perjalanan hidup mereka sendiri, sesuai dengan kata-kata Sokrates bahwa hidup yang tidak pernah direfleksikan adalah hidup yang tak layak untuk dihidupi.

Sementara Indro Suprobo, penulis sekaligus dosen filosofi di Sanata Dharma mengatakan, dalam bukunya Romo Bas mengisahkan kisah Eona yang memenuhi kerinduannya ke Pantai Penuh Cahaya dan menemukan harta karun tak kasat mata.

"Buku ini menekankan tiga proses utama, yaitu mencermati pengalaman, menemukan pembelajaran, dan tindakan transformatif. Ini sejalan dengan latihan rohani Santo Ignatius," kata dia.

Buku ini juga mengulas pentingnya menjaga ingatan akan penderitaan, terutama dalam konteks tragedi manusia seperti Auschwitz dan 1965 di Indonesia. Ingatan ini disebut sebagai "peringatan strategis" untuk mencapai perubahan mnemonik dan politik.

Selain itu, buku ini merujuk pada pengalaman Jesuit dalam kekerasan kultural terhadap suku Indian Lakota dan transformasi pendidikan menjadi lebih ramah. Ini merupakan refleksi tentang pentingnya mempelajari masa lalu secara kritis dan membangun pendidikan yang menghormati kebudayaan asli.

"Secara keseluruhan, buku ini mengajak pembaca untuk menjadi "Eona," yaitu individu yang belajar dari pengalaman, menjaga ingatan, dan bertindak untuk pertumbuhan kemanusiaan dan keadilan," tutupnya.(*)