Penaklukan Diri Sendiri yang Kusut

Penaklukan Diri Sendiri yang Kusut

PPKM Level 4 sudah memasuki episode ketiga, namun rupanya kita tak pernah mampu memprediksi kapan pandemi Covid-19 akan berhenti. Angka-angka kemurungan maupun kegembiraan pandemi datang silih berganti. Ada getir yang membawa kita melakukan mawas diri yang terdalam, sementara belahan lainnya terbit gegundukan manis yang menawarkan rimbunnya semangat dan asa baru.

Usaha lahiriah disengkuyung, seperti tes swab, vaksinasi, pemberian BLT maupun bantuan sembako, rumah isolasi terpusat, dll. Ketika pandemi melanda, sebagian orang sadar, Covid-19 bukan saja persoalan sekujur fisik, tapi juga problematik spiritualitas. Dengan demikian, ikhtiar fisik penting diusahakan, namun laku spiritual juga tak boleh kita tanggalkan.

Melalui jalan doa dan ikhtiar, kita diedukasi untuk tidak menumpulkan akal budi dan emosional. Maka kemudian, misalnya bagi warga yang terpapar dan terdampak Covid-19 tak boleh putus asa, terus berjuang penuh semangat. Menapaki jalur pandemi yang sengit ini, sudah seharusnya kita konsentrasi untuk tidak tertular dan menularkan virus Covid-19.

Maka kemudian penting mengonstruksi bangunan mental spiritual yang kokoh. Tidak lemah dan berjuang menguatkan dan motivasi diri sekencang-kencangnya. Jangan sampai gampang roboh dan  compang-camping dihimpit egois, masa bodoh dan gelombang hoaks bahkan budaya latah yang menyergap.

Untuk itu, upaya mengembalikan diri sendiri pada musim pandemi ini sebagai bagian purifikasi diri layak kita pasok dengan siraman yang menggembirakan, konstruktif dan produktif, bahkan mengepakkan sayap kreasi dan inovasi. Termasuk di dalamnya bagaimana kita mengkreasi dan menginovasi diri atau pemutahiran diri, hingga menjadi personal yang berpikir positif bahkan hingga punya rasa kangen kepada Tuhan yang berkuasa atas hadiah ataupun musibah.

Kita akui, penyadaran besar ditunjukkan Tuhan melalui ujian yang bernama pandemi Covid-19 dengan variannya. Dalam pagebluk ini pun kita diingatkan untuk tidak nggugu sakarepe dhewe (sesuka hati dan kehendak), tapi mesti turut memikirkan atas aksi-aksi yang berdampak konstruktif bagi orang lain. Disiplin menerapkan 3M, 5M maupun 1M begitu berasa manfaatnya bagi kehidupan dan buat negeri ini.

Relasi usaha dan doa maupun ritual personal dan komunal versi daring maupun dalam dunia nyata, punya andil besar atas proses penyadaran pembebasan masyarakat dari pandemi yang tak sedikit menderetkan barisan kenestapaan. Ada anak yang kehilangan orangtua, suami atau isterinya dan atau anak meninggal, terenggutnya nyawa menantu, kakak, adik, kerabat, sahabat, dan kekasih karena terinfeksi atau terpapar Covid-19.

Jika kemudian, muncul masyarakat yang melanggar PPKM, abai praktik protokol kesehatan, bullying terhadap warga terkena Covid-19, rebutan pasien Covid, kekerasan kepada tenaga kesehatan, pelecehan seksual pasien dan atau nakes Covid, menimbun obat-obatan terapi Covid-19, menumpuk stok oksigen, mencuri peralatan APD atau alkes tak lebih hanya akan mengindikasikan kusutnya kita bagaimana menaklukkan diri kita sendiri.

Apalagi menebar hoaks bahkan tega merebut amplop jatah BLT Covid-19 bagi kaum miskin dengan memiskinkan dirinya, melakukan korupsi dana bantuan Covid-19 dan sebagainya. Itu semua juga cuma menunjukkan kerdilnya kita di hadapan Tuhan juga di domain sosial yang devian dari nalar dan etika publik.

Itulah kemudian pentingnya membangun rasa kamanungsan, tepaslira dan njaga ati dengan segenap perkataan dan perbuatan dalam merawat nasib dan masa depan warga yang terjangkit Covid-19 dan yang terdampak pandemi. Jika beritikad dan hendak menyumbang dana atau bantuan lainnya pun sebaiknya sesuai takaran dan profesi kita masing-masing tanpa membual dengan janji manis.

Akal Sehat

Kita mesti belajar dari sejarah. Jangan sampai muncul Raja Idris dan Ratu Markonah yang bisa membantu pembebasan Irian Barat kala itu, terbitnya Dimas Kanjeng yang mampu menyihir kaum intelektual dengan menggandakan tetumpukan uangnya.

Atau kita tak ingin hadirnya Raja dan Ratu kerajaan abal-abal versi Totok Santoso dan Fanni Aminadia, bahkan iming-iming harta karun yang bisa melunasi seluruh hutang negara jaman Menag Said Agil Husin Al-Munawar terulang kembali pada masa pandemi ini.

Maka kemudian, penting bagi seluruh pemangku kepentingan untuk terus melakukan kerja-kerja pembangunan, fokus pada kerja-kerja penanggulangan Covid-19 dengan merawat akal sehat, kepercayaan diri penuh dan tidak hanya bergantung pada uluran tangan pihak lain. Di tengah kemurungan pandemi, tak sedikit masyarakat yang menjadi dermawan dengan memberikan nasi bungkus, dll, kepada warga lain yang sedang penat terpapar dan terdampak Covid-19 baik di isoman maupun rumah karantina.

Rupanya, menyumbang sebungkus nasi warteg jauh lebih bermakna dan bernyawa, bisa menambah imunitas dan dijamin urusan perut tak protes, ketimbang berangan-angan Rp 2 T yang belum pasti. Eling dan ngelingke prokes Covid-19 penting, eling dan ngelingke masyarakat tak gampang kena bualan juga tak kalah penting. *

Marjono

Kasubag Materi Naskah Pimpinan Pemprov Jateng