Pembudidaya Maggot Butuh Enam Kuintal Sampah Organik

Pembudidaya Maggot Butuh Enam Kuintal Sampah Organik

KORANBERNAS.ID, KLATEN -- Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Kabupaten Klaten menggandeng semua pihak yang memiliki kepedulian terhadap penanganan masalah sampah, salah satunya pasar tradisional. Bahkan dalam waktu dekat dinas itu juga berencana menggandeng rumah sakit.

Kepala Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan (Pedal) DLHK Klaten, Dwi Maryono, usai memimpin Sosialisasi Budidaya Maggot (Lalat Hitam) di RM Lumpang Cokro Desa Wangen Kecamatan Polanharjo Klaten, Kamis (22/10/2020), mengatakan pasar tradisional yang digandeng adalah Pasar Srago Mojayan Klaten Tengah dan Pasar Pedan.

Pasar tersebut merupakan penghasil sampah organik yang dibutuhkan untuk budi daya maggot. Sampah organik pakan maggot banyak ditemukan di pasar tradisional seperti sayur-sayuran dan buah-buahan.

Dwi menambahkan saat ini di Kabupaten Klaten terdapat 80-an dari 130 grup pembudidaya maggot. Untuk keberlangsungan budidaya tersebut butuh sampah organik sekitar 4 hingga 6 kuintal per hari.

Maggot menjadi salah satu alternatif penanganan sampah organik karena selain bisa meminimalisasi sampah juga memiliki nilai ekonomi karena laku dijual. Satu gram maggot bisa dijual seharga Rp 8.000.

Kepala Desa Joho Kecamatan Prambanan, Yulistanto,  menceritakan dirinya tidak pernah bernalar akan membudidayakan maggot.

Dia menekuni budidaya maggot karena diawali rasa prihatin terhadap kondisi sungai yang setiap hari dipenuhi timun dan terong yang dibuang warga.

Sampah organik sayuran tersebut dimanfaatkan sebagai pakan maggot yang ternyata laku dijual untuk pakan ikan, ayam dan bebek.

Jumar Santoso, pembudidaya maggot asal Desa Krajan Kecamatan Jatinom, saat menyampaikan materi siklus dan budidaya maggot pada sosialisasi budi daya maggot di RM Lumpang Cokro Desa Wangen Kecamatan Polanharjo, menjelaskan maggot berbeda dengan lalat hijau.

Lalat hitam tidak mendatangkan penyakit dan bisa dimanfaatkan di bidang pertanian tetapi lalat hijau justru bisa mendatangkan penyakit. (*)