Pelatih-pelatih Sepakbola Bijak

Pelatih-pelatih Sepakbola Bijak

PERHELATAN Piala AFF 2020 hingga artikel ini ditulis, belum selesai. Di final nanti - Insya Allah diselenggarakan 29 Desember 2021 dan 1 Januari 2021 - Timnas Indonesia akan berhadapan dengan Timnas Thailand. Sembari menunggu dan mendoakan agar Timnas Indonesia keluar sebagai juara, tak ada salahnya bila apresiasi layak diberikan kepada pelatih-pelatih hebat dan bijak. Keduanya adalah Shin Tae Yong sebagai pelatih Timnas Indonesia, dan pelatih Timnas Singapura, Tatsuma Yoshida.

Kita harus akui, selama ini kepelatihan sepakbola Indonesia masih tertinggal lumayan jauh dari negara-negara lain. Belajar dari pelatih asing, menjadi penting dilakukan. Pembelajaran itu bisa dilakukan dengan mendatangkan pelatih asing yang berkualitas jempolan. Shin Tae Yong, menjadi pilihan tepat untuk Timnas Indonesia; dan Tatsuma Yoshida untuk Timnas Singapura. Seperti apakah kehebatan kedua pelatih itu? Berikut analisisnya.

Kepercayaaan PSSI diberikan kepada Shin Tae Yong, tentu melalui proses dan perhitungan matang. Tampaknya pelatih berkebangsaan Korea ini ingin berbalas atas kepercayaan itu dengan budi-pekerti luhur, perilaku bijak, sekaligus prestasi tinggi. Selama ini, tiada sikap emosional darinya. Justru sikap rasional dikedepankan. Oleh karenanya, pada final besok, Insya Allah Timnas Indonesia juara, maka lengkaplah balas budi Shin Tae Yong kepada Indonesia. Akan tetapi, bila kalah (dan karenanya hanya sampai pada runner up), kiranya tak boleh ada kata-kata sarkastis terlayangkan kepada pelatih. Segala usaha telah diberikan secara sungguh-sungguh. Perihal hasil, otoritas pada Sang Maha Kuasa.

Shin Tae Yong - sebagaimana terlihat melalui layar TV, pemberitaan media, ataupun kesaksian mereka yang berinteraksi langsung - memang memiliki berbagai keunggulan. Pertama, dari sisi usia, Shin Tae Yong tergolong masih muda. Energik, tegas, disiplin, tanpa harus emosional. Berbagai permasalahan ketika berhadapan dengan para pemain maupun pengurus PSSI, diselesaikan secara santun dan bijak. Perbedaan karakter, budaya, dan kebiasaan - sebagaimana umumnya dikeluhkan oleh pelatih asing - ternyata dapat dihadapi dengan tenang, sabar, dan percaya diri. Berawal dari sikap bijak demikian, permasalahan-permasalahan lain yang bersifat teknis menjadi terurai benang kusutnya, dan dari sana pula ditemukan solusi tepat.

Kedua, Shin Tae Yong dikenal sebagai ahli meracik komposisi kesebelasan, sehingga terwujud Timnas yang solid. Editor TribunBatam.id, Eko Setiawan (26/12/2021), mencatat, keahlian itu antara lain mencakup: (1) meracik komposisi pemain demi ketajaman lini depan. Keahlian itu terbukti dengan produktivitas mencetak 14 gol dalam 5 pertandingan; (2) Shin Tae Yong punya sejumlah opsi untuk memainkan sepakbola pragmatis. Walaupun tidak menjadi starter, pemain-pemain seperti: Kushedya Hari Yudo, Ezra Walian, Dedik Setiawan dan Hanis Sagara, semuanya adalah penyerang yang memiliki profil dan cara bermain berbeda. Opsi memainkan mereka sangat ditentukan tantangan dan kebutuhan riil atas lawan yang dihadapi; (3) Sadar akan kelebihan dan keterbatasan pemain yang ada, Shin Tae Yong, mengandalkan kecepatan di kedua sayap. Strategi ini cukup jitu. Terbukti dari strategi inilah serangan menjadi tajam, dan gol-gol pun tercipta. Strategi ini rupanya telah dilakukan sejak pra kualifikasi Piala Asia melawan Taiwan. Kala itu penyerang sayap diberi ruang untuk melakukan cutting inside.

Ketiga, lini tengah Timnas, senantiasa penting untuk menjaga keseimbangan dan soliditas permainan Tim secara keseluruhan. Kekuatan fisik dan ketahanan mental pemain untuk berjuang selama 90 menit, selama ini menjadi persoalan serius. Sentuhan psikologis di luar lapangan dan strategi memasuki babak kedua, menjadi perhatian seksama Shin Tae Yong. Ketika pertandingan memasuki babak kedua, Shin Tae Yong, berusaha memanfaatkan tenaga segar dan kemampuan Evan Dimas untuk memobilisasi penyerangan, dan memasukkan Elkan Baggot untuk memperkuat lini pertahanan. Strategi ini, amat terasakan pengaruhnya terhadap kehandalan pada semua lini, sehingga faktor dropnya tenaga, teratasi.

Keempat, persoalan mendasar kekuatan Timnas terletak pada kurang solidnya lini belakang. Kebobolan gol beberapa kali, terlihat karena kurangnya koordinasi di antara bek kiri, bek kanan, dan bek tengah. Ketika ada serangan balik cepat dari lawan, ketiga bek tersebut terlambat menutup ruang masuk lawan. Bahkan terkesan, kalah cepat berlari, kalah kekuatan fisik, dan tidak jeli melihat pergerakan lawan. Shin Tae Yong, tampaknya paham hal ini, dan berusaha membenahinya dengan memasukan Elkan Baggot. Pemain naturalisasi bertubuh jangkung ini, terbukti mampu menutup ruang-ruang kosong di lini belakang. Bahkan sesekali membantu penyerangan, maju ke depan untuk menyundul bola ke gawang lawan. Diingatkannya, agar jangan sekali-kali berbuat kesalahan mengoper bola, atau melakukan pelanggaran atas lawan yang berakibat tendangan bebas. Kerumunan pemain lawan dan bola liar di depan gawang, amat rentan terjadinya gol.

Kelima, sebagai pelatih bijak, Shin Tae Yong, menaruh perhatian pula kepada wasit maupun penyelenggaraan pertandingan. Pada semifinal leg pertama, wasit asal Korea Selatan Kim Hee-gon tidak memberikan penalti kepada Ricky Kambuaya yang dijatuhkan di kotak terlarang. Terhadap insiden ini, ditanggapinya dengan kata-kata terukur: "Memang untuk leg pertama sempat saya bicara bahwa harus menghargai wasit untuk keputusan. Tetapi waktu itu belum nonton video (Ricky Kambuaya yang dijatuhkan), setelah kembali ke hotel, nonton video, ternyata harus penalti," ujar Shin Tae Yong. "Untuk hari ini (pada leg kedua. pen) betul memang ada untungnya di kami, karena wasit melihat dengan benar sampai memberi kartu kuning dan merah ke lawan," ujarnya. Penggunaan VAR amat disarankan oleh Shin Tae Yong, agar kelemahan wasit teratasi, sehingga kesalahan fatal yang merugikan satu kesebelasan dapat dihindari.

Bagaimana dengan Tatsuma Yoshida, pelatih Timnas Singapura. Sehebat apa kepelatihannya, dan pembelajaran macam apa yang dapat kita dapatkan darinya?

Tentu, Tatsuma Yoshida, Timnas Singapura, dan seluruh warga negara Singapura bermimpi menjadi juara AFF 2020. Apalagi kali ini perhelatan diselenggarakan di negerinya. Saatnya Timnas Singapura unjuk gigi (juara). Kalau bukan sekarang, mau kapan lagi. Kira-kira seperti itulah tekad dan semangat mereka.

Bertemu Timnas Indonesia pada leg pertama, terbukti Timnas Singapura mampu bermain bagus. Skor pun imbang, 1-1. Akan tetapi ketika melakoni duel panas pada leg kedua,  the Lions terpaksa berjuang dengan 8 pemain. Tiga pemainnya, yakni: Safuwan Baharudin (menit ke-45+2), Irfan Fandi (67'), dan Hassan Sunny (119'), diganjar kartu merah.

Huebatnya, meski kalah jumlah pemain, Singapura tetap mampu membuat Evan Dimas dkk. dan suporter ketar-ketir. Bagaimana tidak?! Hanya sesaat setelah Safuwan Baharudin mendapatkan kartu kuning kedua menjelang berakhirnya babak pertama, Singapura berhasil menyamakan kedudukan menjadi 1-1.

Usai turun minum, mereka kembali kehilangan Irfan Fandi pada menit ke-67 karena menjegal lari winger Indonesia, Irfan Jaya. Lagi-lagi huebatnya Timnas Singapura, walau bermain dengan 9 pemain, malah berbalik unggul lewat gol tendangan bebas Shahdan Sulaiman. Gol tersebut nyaris membuat Singapura memenangi laga di waktu normal.

Kiranya, hanya karena kehendak-Nya, kaki kaki Tuhan, Indonesia bisa mencetak gol penyama kedudukan di masa injury time babak kedua, dan dua gol tambahan pada babak perpanjangan waktu. Pada perpanjangan waktu inilah Singapura mendapatkan kartu merah ketiganya setelah Hassan Sunny melanggar Irfan Jaya.

Sebagai pelatih, Tatsuma Yoshida, menilai tiga kartu merah yang menimpa timnya berdampak besar pada performa Tim. Ia merasa kecewa lantaran beberapa pelanggaran yang dilakukan pemain Singapura seharusnya tidak layak diganjar kartu merah. Dalam pandangan Tatsuma Yoshida "Safuwan mendapatkan kartu kuning kedua meskipun tidak ada pelanggaran yang dilakukan. Irfan mendapatkan kartu merah padahal tak ada yang dilakukannya," kata Tatsuma.

Hebatnya pelatih ini, kendati merasa dirugikan dan kecewa karenanya, namun pelatih berusia 47 tahun itu tetap menerima semua keputusan wasit dengan lapang dada. Diberitakan dalam BolaSport.Com (26/12/2021) Tatsuma Yoshida Tatsuma Yoshida enggan mencari-cari alasan dari kekalahan ini. Dia lebih memilih memuji perjuangan anak asuhnya daripada mengkritik kinerja wasit.

Sikap bijak dan rasional yang dikedepankan, bahwa protes terhadap keputusan wasit tidak akan mengubah hasil pertandingan. Dikatakannya "Saya tidak ingin menghakimi keputusan wasit. Pertandingan sudah selesai dan wasit adalah wasit. Mereka katakan pelanggaran ya pelanggaran, kartu merah ya kartu merah. Kami harus menerima hal itu. Saya telah katakan kepada pemain saya, jangan komplain kepada wasit. Pada pertandingan sepakbola, kita harus mengikuti dan melakukan permainan dengan wasit yang bagus. Selama pertandingan, saya berjuang bersama pemain dan terkadang melakukan komplain ke wasit. Setelah pertandingan, kami harus menerima keluhan itu meskipun sulit rasanya. Namun, saya mencoba menerimanya," tuturnya lagi.

Sebagai pelatih, Tatsuma Yoshida amat respek terhadap para pemain. Dikatakannya, betapapun Singapura gagal melaju ke final Piala AFF 2020 setelah kalah agregat 3-5 dari Timnas Indonesia, tetapi penampilan anak asuhnya dinilainya luar biasa sehingga tak perlu ada yang disesali.

Sudah pasti, kegagalan Singapura ini, sangat membekas bagi Tatsuma Yoshida dan para pemainnya, karena banyak harapan bertumpu di pundak mereka. Banyak terjadinya drama dan kontroversi selama leg kedua, diperkirakan menambah dalamnya luka di hati mereka.

"Untuk pertandingan tadi hasilnya sudah terjadi. Tidak perlu mencari alasan atau komplain. Saya katakan kepada pemain sebelum pertandingan, kalian jangan sampai melewatkan kesempatan ini untuk menjadi finalis. Mereka pun menjawabnya dengan penampilan yang terbaik. Sejak saya datang ke Singapura, penampilan hari ini menjadi yang terbaik" ucap Tatsuma Yoshida.

"Saya merasa sedikit bahagia dengan penampilan para pemain," sambung Tatsuma Yoshida dalam sesi jumpa pers seusai laga. Pada laga ini, wasit mengeluarkan tiga kartu merah kepada Singapura. Menurut Tatsuma Yoshida, situasi tersebut tidak menurunkan semangat bertanding Ikhsan Fandi dkk.

"Saya tidak punya kata-kata dan harus melangkah. Semangat juang mereka seperti semangatnya orang-orang Singapura. Mereka tidak menyerah, meskipun kehilangan satu pemain, satu pemain lagi, dan satunya lagi. Akhirnya kami bermain dengan delapan orang dan mereka tidak menyerah. Mereka sama sekali tidak menunjukkan rasa kelelahan," ucap Tatsuma Yoshida.

Al hikmah, seia-sekata, antara kata dan perbuatan, menjunjung tinggi moralitas dan profesionalitas, telah ditunjukkan oleh kedua pelatih sepakbola dari Asia. Sikap bijak itu dapat diyakini, merupakan simbol karakter dua bangsa yang bersangkutan. Dari keduanya, kita mesti banyak belajar. Dari keduanya kita mendapatkan tuntunan. Dan dari Piala AFF 2020 kita mendapatkan tontonan sepakbola berkualitas. Wallahu’alam. ***

Prof. Dr. Sudjito Atmoredjo, S.H., M.Si.

Guru Besar Ilmu Hukum UGM, Pencinta Sepakbola