Megawati Meradang!

Megawati Meradang!

MEGAWATI meradang! Ia membuat instruksi keras. Kepala daerah (gubernur, bupati, walikota) dan berasal dari PDIP, yang baru saja dilantik Presiden Prabowo Subianto Kamis pagi (20/2/2025), dilarang mengikuti kegiatan retreat atau retret di Magelang, Jawa Tengah yang dimulai Jumat (21/2/2025). Tanpa kecuali, yang belum berangkat diperintahkan untuk tidak berangkat dan yang sudah di dalam perjalanan, diperintahkan untuk berhenti dan menunggu perintah lanjut Megawati. Instruksi melalui surat bernomor 7295/IN/DPP/II/2025 tertanggal 20 Februari 2025 itu, disebarkan ke seluruh jajaran melalui whatsapp. Instruksi ini terbit, sebagai respon dan sikap resmi partai terhadap langkah KPK menahan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.

Apakah instruksi ini bersifat sementara sebagai respon sesaat dan kemudian ditinjau ulang, ataukah sebagai sikap partai yang tetap terhadap program pemerintah, kita semua masih menunggu. Setidaknya, sampai dengan tulisan ini dibuat, instruksi itu masih berlaku.

Hasto Kristiyanto memang kader terbaik PDIP. Ia meniti karier politik dari bawah sampai dengan puncak sebagai sekretaris jenderal. Disebut puncak, oleh karena sejauh ini kursi ketua umum tertutup bagi politisi non keluarga Bung Karno. Maka, dari aspek ini kemarahan Megawati yang memuncak dapat dipahami. Ia membela mati-matian terhadap Hasto, sosok yang dianggap berjasa besar pada partai, lebih-lebih setelah ia meraih gelar doktor dari UI dengan disertasi tentang PDIP berjudul "Kepemimpinan Strategis Politik, Ideologi, dan Pelembagaan Partai serta Relevansinya terhadap Ketahanan Partai: Studi pada PDI Perjuangan".

Hasto tersandung masalah hukum sejatinya sejak tahun 2020, ketika Ketua KPK masih dijabat oleh Firli Bahuri, sosok yang dikenal dekat dengan PDIP dan Megawati. Waktu itu, ia sudah diusulkan sebagai tersangka oleh penyidik KPK. Namun Ketua KPK Firli Bahuri menolak. Setelah pimpinan KPK berganti, kasus yang menyangkut Hasto diteruskan dan pada 23 Desember 2024, Hasto ditetapkan sebagai tersangka walaupun belum ditahan.

Masalah yang membelit Hasto, adalah keterlibatannya dalam rangka menyuap komisioner KPU Wahyu Setiawan untuk meloloskan Harus Masiku sebagai anggota DPR-RI Pengganti Antar-Waktu (PAW). Perolehan suara Harun berada di bawah. Dan upaya menjadikan Harun dengan cara menyuap komisioner KPU. Kasus utama ini “melahirkan” kasus hukum kedua yang membelit Hasto. Ia disangka menghalangi penyidikan terhadap Harun Masiku. Caranya antara lain dengan meminta Harun merendam HP dan memintanya segera melarikan diri. Alhasil, sampai sekarang Harun Masiku belum berhasil ditangkap KPK.

Sejak Hasto diperiksa KPK bermula sebagai saksi, perlawanan PDIP terhadap upaya penegakan hukum ini terus digulirkan. Berkali-kali, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri menyindir KPK seolah tidak ada pekerjaan lain dan yang diusut-usut hanya Hasto.

Hasto dan koleganya, kemudia juga membangun narasi bahwa ia menjadi tersangka karena keinginan mantan Presiden Jokowi. Narasi ini bermaksud memberi makna bahwa KPK berada di bawah kendali Jokowi, sehingga bisa menetapkan Hasto sebagai tersangka. Seiring dengan itu, Hasto menggugat KPK melalui upaya hukum praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Upaya ini gagal. Gugatan Hasto tidak diterima.

Kamis, 20 Februari 2025, KPK memeriksa Hasto sebagai tersangka dan kemudian menahannya. Perkara yang periksa KPK adalah soal perintangan penyidikan. Menurut KPK, Hasto memerintahkan anak buahnya untuk merendam HP agar jejak digital yang berkaitan dengan perkara lenyap. Perkara lain soal penyuapan, akan secara beriringan juga diperiksa.

Ada ahli yang berpendapat, memeriksa Hasto Kristiyanto ibarat membuka kotak pandora. Artinya, sangat mungkin ada keterlibatan pihak-pihak lain dalam perkara ini. Apakah Ketua Umum Megawati juga termasuk di dalamnya? Yang pasti, usulan pergantian antar-waktu anggota DPR RI, pasti disampaikan melalui surat DPP PDIP yang ditandatangani Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal. Apakah surat ini sudah dilayangkan ke KPU atau belum, meja hijau akan memastikannya melalui pemeriksaan Hasto Kristiyanto.

***

PERLAWANAN PDIP dalam rangka membela Hasto dengan melarang para kepala daerah dari PDIP untuk mengikuti program pemerintah, bila terus berlanjut, sama artinya dengan mencampuradukkan persoalan (hukum) yang membelit Hasto dengan persoalan (politik) kenegaraan.

Para politisi yang sudah mendapat dukungan rakyaat untuk memimpin daerah, sejatinya sangat diharapkan dapat menjadi pelayan masyarakat, abdi rakyat dalam rangka mencapai tujuan bersama, masyarakat yang sejahtera, adil dalam kemakmuran. Ketika mereka menjadi kepala daerah, sebenarnya sudah bukan lagi milik sebuah partai, tetapi menjadi milik seluruh warga masyarakat sesuai dengan kewilayahan masing-masing.

Kalau pemerintah melaksanakan kegiatan retreat sebagai langkah awal untuk bekal mengemban amanah rakyat, semestinya dipahami sebagai upaya pemerintah pusat untuk menyelaraskan langkah antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Satu dan lain hal agar program pemerintah dapat tercapai, terutama dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Bagaimana pun, kasus Hasto dan kegiatan retreat kepala daerah, adalah dua hal yang berbeda. Tidak berkaitan. **