Limbah Tahu dapat Diolah Kembali

Limbah Tahu dapat Diolah Kembali

TAHU adalah makanan pendamping sejuta umat Indonesia. Tahu begitu popular karena harganya murah, mudah ditemukan, dan kaya gizi. Menurut BPS (Badan Pusat Statistik) rata – rata tingkat konsumsi tahu perminggu di Indonesia tahun 2018 sebesar 0,158 kg/kapital di atas rata – rata konsumsi tempe yang memiliki kesamaan bahan baku berupa kacang kedelai. Tingginya permintaan tahu, pembuatan yang sederhana, dan bahan baku yang mudah ditemukan, menjadikan industri tahu di Indonesia semakin berkembang. Tak terkecuali di Klaten, Jawa Tengah, yang terdapat 6 sentra dan 98 unit usaha industri tahu. Sentra industri tahu di Klaten tersebar di Kecamatan Jogonalan, Kecamatan Tulung, Kecamatan Manisrenggo dan di Kecamatan Klaten Utara. Beberapa sentra tahu tersebut telah menerapkan pengolahan limbah tahu dengan IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah), namun sentra tahu di Kecamatan Jogonalan tepatnya di Desa Somopuro tidak menerapkan pengolahan limbah dengan IPAL dan membuang limbah tahu langsung ke Sungai Panggang, hal tersebut menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air sungai.

Tingginya bahan organik pada limbah tahu menyebabkan pencemaran ekosistem sungai, yang dapat diketahui dari hasil parameter uji seperti BOD (Biological Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand), dan TSS (Total Suspended Soild) pada aliran sungai. BOD dan COD memiliki pengertian yang hampir sama. BOD yaitu jumlah oksigen untuk merombak bahan organik dengan mikroba, sedangkan COD jumlah oksigen untuk merombak bahan organik dengan bahan kimia dan TSS adalah padatan yang tidak dapat larut dalam air, sehingga menyebabkan air menjadi keruh. Penelitian yang dilakukan oleh Kesuma (2011) di Sungai Panggang pada titik terdekat dengan industri tahu yang menunjukkan bahwa BOD sebesar 70 mg/L baku mutu 3 mg/L, COD sebesar 291 mg/L baku mutu  25  mg/L, dan TSS sebesar 38 mg/L  baku mutu 50 mg/L. Secara fisik, Sungai Panggang airnya berwarna keruh, menimbulkan bau, dan banyak ditumbuhi enceng gondok. Hal tersebut membuktikan bahwa industri tahu berpotensi mencemari Sungai Panggang dan diperlukan sebuah tindakan untuk mengurangi dampak pencemaran tersebut.

Pencemaran dapat dikurangi dengan mengolah limbah tahu, pemanfaatan limbah padat tahu sudah dilakukan sejak dahulu dengan cara ampas tahu yang diolah menjadi tempe gembus, oncom, atau pakan ternak. Namun, limbah cair tahu belum menjadi perhatian untuk diolah, pemanfaatan limbah cair tahu dapat diolah sebagai Pupuk Organik Cair (POC) dan nata de soya. POC dibuat dari limbah cair tahu yang difermentasi dengan memberikan cairan aktivator (EM 4). Cara pembuatannya yaitu limbah tahu dialirkan ke bak yang ditambah dengan pipa untuk mengelurakan gas, serta bagian ujung pipa diletakkan ember tertutup berisi air. Ember ditutup selama 15 hari dan hari ke – 15 buka tutup ember. POC yang telah terbentuk disaring, setelah proses penyaringan POC dapat digunakan. POC dapat dijadikan pupuk karena kandungan karbohidrat, protein, lemak, dan unsur hara N, P, K, Ca, Mg, Fe yang dibutuhkan oleh tanaman. Sedangkan pembuatan nata de soya dilakukan dengan limbah cair tahu dididihkan, kemudian ditempatkan ke dalam wadah dan ditambahkan gula dan ekstrak jeruk nipis yang bertujuan untuk memberi rasa dan mendukung proses fermentasi, lalu ditutup dengan kain. Limbah cair tahu didinginkan pada suhu ruang dan diberikan bakteri Acetobacter xylinum, proses fermentasi dilakukan 14 hari pada suhu ruang dengan wadah yang tertutup dan siap digunakan. *

Ester Oktaviana Iswuryani

Mahasiswa Fakultas Bioteknologi Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta.