Bahaya Terpapar Klorin dalam Disinfektan

Bahaya Terpapar Klorin dalam Disinfektan

MENDENGAR kata Covid-19, pasti tidak asing lagi bagi seluruh masyarakat Indonesia bahkan seluruh dunia. Covid-19 merupakan new emerging disease atau penyakit baru muncul yang disebabkan oleh jenis coronavirus yang baru, yang dapat menyebabkan gangguan pernapasan atau yang disebut Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS CoV-2). Pada awal bulan Maret 2020, World Health Organization (WHO) telah menyatakan bahwa Covid-19 merupakan pandemi karena telah menyebar secara global meliputi area geografis yang luas. Saat ini, kasus positif Covid-19 di Indonesia mencapai 18.010 kasus per 18 Mei 2020.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk mencegah penularan Covid-19 di masing-masing daerah, baik oleh instansi pemerintahan maupun secara mandiri. Pencegahan tersebut salah satunya adalah dengan menyemprotkan disinfektan. Menurut United States Environmental Protection Agency, bahan golongan klorin (sodium hipoklorit, klorin dioksida, benzalkonium klorida dan asam hipoklorit) dapat digunakan sebagai bahan disinfektan dengan cara menembus dan merusak dinding sel virus. Klorin juga dapat membunuh bakteri dengan rentang 10-15 menit setelah penyemprotan. Klorin (Cl2) adalah unsur kimia nomor 17 dalam tabel periodik dan tergolong kelompok halogen. Bahan kimia golongan klorin tersebut dapat diperoleh dalam sediaan padat maupun dari cairan pembersih rumah tangga komersial. Penyemprotan disinfektan ini telah dilakukan di hampir seluruh daerah di Indonesia, terutama pada zona terpapar Covid-19.

Namun demikian, penyemprotan disinfektan yang telah dilakukan belum sepenuhnya benar dalam cara penggunaannya. Masih banyak tindakan penyemprotan yang belum memperhatikan protokol keamanan dan risiko kesehatan. Hal ini terjadi pada beberapa warga yang melakukan penyemprotan mandiri dengan memasang bilik disinfektan pada gang masuk, ruas jalan, halaman sawah, hingga setiap rumah di dusun mereka, Selain itu, bilik disinfektan juga disediakan pada beberapa pintu masuk mall, sarana transportasi umum, dan tempat umum lainnya. Bilik disinfektan tersebut akan menyemprotkan cairan disinfektan ke seluruh tubuh orang ketika masuk ke dalamnya. Beberapa usaha dagang pun melakukan disinfeksi pada seluruh pegawai, lingkungan sekitarnya, hingga barang dagangannya secara mandiri.

Padahal, sesuai dengan anjuran World Health Organization (WHO), disinfektan disemprotkan hanya pada permukaan benda yang berpotensi sebagai media penularan virus dan tidak untuk disemprotkan pada tubuh manusia maupun makhluk hidup. Hal ini disebabkan karena disinfektan mengandung salah satu bahan yaitu golongan klorin, yang berisiko buruk pada kesehatan pada konsentrasi tertentu. Himbauan yang telah diberikan, sangat penting untuk diketahui dan ditaati oleh setiap masyarakat Indonesia termasuk staf pemerintahan, warga negara dan seluruh pihak yang turut mendukung pencegahan Covid-19 dengan disinfektan.

Menurut United States Environmental Protection Agency, klorin memiliki efek akut (jangka pendek) dan efek kronis (jangka panjang) yang berbahaya. Efek akut klorin dapat menyebabkan iritasi mata, saluran pernapasan bagian atas, dan paru-paru dengan konsentrasi di bawah 1 ppm. Dengan konsentrasi yang lebih tinggi, dapat menyebabkan iritasi membrane mukosa (1-3 ppm), nyeri dada, muntah, batuk (30 ppm), hingga toxic pneumonitis dan pulmonary edema (46-60 ppm). Pajanan kronis terhadap gas klor pada orang yang terpapar mengakibatkan gangguan pernapasan, tenggorokan dan obstruksi aliran udara. United States Environmental Protection Agency juga menyatakan bahwa Dosis Referensi (RfD) untuk klorin adalah 0,1 miligram per kilogram berat badan per hari (mg/kg/hari) dan tingkat paparan referensi kronis 0,00006 miligram per meter kubik (mg/m3) berdasarkan hasil uji yang tidak berdampak buruk pada tikus.

Berdasarkan kejadian yang ada dan informasi tersebut, maka dapat diketahui bahwa pada masa seperti ini, setiap masyarakat tidak hanya berisiko terpapar Covid-19, namun berisiko pula terpapar klorin setiap harinya jika penggunaan disinfektan terus menerus tak terkendali. Penyemprotan disinfektan juga dapat menyebabkan gangguan ekosistem, karena ketika disemprotkan pada tubuh dan makhluk hidup, maka akan membunuh seluruh bakteri simbion dan berpotensi membunuh makhluk hidup itu sendiri, sehingga rantai ekosistem akan terganggu. Ditambah lagi, keefektifan penggunaan disinfektan untuk mencegah transmisi virus Covid-19 terhadap manusia belum dapat dibuktikan. Disinfektan hanya membunuh bakteri dan virus dalam kontak waktu yang sebentar.

Oleh karena itu, penggunaan disinfektan semprot dengan kandungan golongan klorin perlu dipertimbangkan kembali berdasarkan risiko kesehatan yang telah dipaparkan. Cara pencegahan lainnya yang aman dan berisiko rendah, seperti mencuci tangan dengan sabun yang teruji klinis, patut dipilih sebagai cara utama. Dengan demikian, kesehatan masyarakat publik diharapkan tetap terlindungi, serta terjaminnya efektivitas pencegahan penularan Covid-19 di Indonesia. ***

Abigail Nyoto

Mahasiswa Fakultas Bioteknologi Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta.