Penjual Sapi Mengeluh, Keuntungan Menurun

Penjual Sapi Mengeluh, Keuntungan Menurun

AKIBAT merebaknya Covid-19 di Indonesia, penjual skala kecil terancam tidak balik modal, karena anjloknya harga pasaran di tingkat pasar hewan. Di Kabupaten Gunungkidul misalnya, penjual sapi diambang kesulitan akibat dari pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung selama 1 tahun lebih. Ya, sebagaimana diketahui di Gunungkidul ada banyak penjual sapi atau yang dikenal dengan istilah blantik , salah satunya yang sudah tidak asing lagi adalah Sugiman Harjowiyono.

Sugiman harjowiyono (52), salah satu penjual sapi dari desa Tambakromo, Kapanewon Ponjong, Kabupaten Gunungkidul ini banyak mengalami kerugian atau istilah pasarnya tuna yang tidak sedikit dan keuntungan tidak sesuai dengan keinginanya akibat dari pandemi Covid yang tidak kunjung usai.

“Kebanyakan penjual sapi saat ini mengalami kesulitan pada harga penjualan sapi simental, lemosin, brahma, maupun jawa. Para penjual banyak yang bisa membeli dari petani tapi harus berpikir ekstra supaya bisa menjualnya kembali dengan untung yang sebanding dengan perawatannya,” ucap Sugiman.

Sugiman mengaku penjualan saat ini di ambang kesulitan akibat pandemi dan PPKM yang berkepanjangan. Para penjual juga mengalami kesulitan dalam perawatan sapi itu, juga karena semua serba naik, maka dari itu sistem ekonomi menjadi tidak kondusif pada masa ini .

“Tidak hanya pada penjualan yang sulit tetapi juga pada biaya rumput untuk pakan sapi yang sulit didapatkan dan harga polar yang harganya naik drastis dari sebelumnya,” paparnya..

Lebih lanjut Sugiman menyampaikan kalau banyak pedagang yang lebih memilih untuk menyimpan modal, karena takut merugi pada masa ini. “Kondisi ini membuat para pedagang memilih menyimpan modal , karena takut tidak bisa mengelolanya, mengantisipasi gulung tikar maka memilih menyimpan modal dan menggunakan kembali ketika kondisi sudah memungkinkan,“ pungkasnya.

Tyas Monica Sari

Mahasiswa UST Yogyakarta.