Ketua Pemuda Pancasila DIY Ingatkan Tak Main Tunjuk

Ketua Pemuda Pancasila DIY Ingatkan Tak Main Tunjuk

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA – Bertepatan dengan momentum Hari Lahir Pancasila 1 Juni, Ketua Majelis Pimpinan Wilayah (MPW) Pemuda Pancasila DIY, R Faried Jayen Soepardjan, mengingatkan anggotanya serta semua pihak untuk introspeksi diri. Situasi pandemi virus Corona atau Covid-19 bukanlah ajang main tunjuk sana tunjuk sini.

“Saya mengajak anggota Pemuda Pancasila ayo tidak usah menunjuk sana, si A begini. Kita kembali ke diri kita masing-masing. Kita introspeksi sudahkah kita berjalan sesuai falsafah Pancasila,” ungkapnya saat menjadi pembicara Diskusi Kebangsaan dalam rangka Memperingati Hari Lahir Pancasila ke-75 bertema Pancasila, Energi Positif Bangsa, Senin (1/6/2020).

Pada diskusi virtual melalui google meet kali ini juga tampil sebagai narasumber dai nasional Gus Muwafiq serta Kepala Pusat Studi Pancasila Universitas Gadjah Mada (UGM), Agus Wahyudi. Adapun moderator Rastra Arif Pradana, kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) UGM yang juga Duta Museum Monumen Pancasila Sakti Yogyakarta.

Menurut Jayen, lima unsur Pancasila yaitu ketuhanan,  kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan merupakan warisan nenek moyang yang sudah ada sebelum negara Indonesia berdiri. Lima unsur tersebut diambil dari budaya, adat istiadat dan kearifan lokal.

“Rangkuman unsur Pancasila sudah ada di dalam sanubari leluhur yang oleh pendiri bangsa dirumuskan menjadi Pancasila. Jadi, Pancasila itu bukan milik orang lain. Saya yakin semua elemen bangsa masih punya lima unsur itu di dalam sanubarinya,” kata sarjana hukum alumnus Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta itu.

Pertanyaannya, lanjut dia, sekarang ini muncul beberapa komentar menyebut Pancasila sudah luntur. “Saya bilang Pancasila masih ada pada setiap sanubari bangsa Indonesia. Hanya berkurang karena budaya dari luar,” paparnya.

Suami dari Yuni Astuti, wanita yang sempat viral membagi-bagikan uang dari atas mobil Hummer itu mengakui, masuknya budaya dari luar tidak bisa dihindari. “Kita tidak bisa bilang tidak ada. Budaya luar jelas-jelas, dalam tanda kutip, melunturkan jiwa Pancasila kita,” tandasnya.

Ketertarikan seseorang terhadap budaya asing sifatnya manusiawi. Logikanya, semua manusia pasti punya rasa keingintahuan di luar kebiasaannya di masa kecil. Inilah yang membuat warisan leluhur lambat laun luntur atau tersisih.

“Saya yakin semua anak bangsa masih memiliki lima unsur dasar itu karena Pancasila juga diambil dari kebiasaan budaya nusantara artinya bukan milik orang lain tapi milik kita bersama,” tandasnya.

Lima unsur tersebut apabila dirangkum menjadi gotong royong. Di dalamnya terdapat musyawarah mufakat, berembug, berunding, silaturahmi serta sikap saling menghormati tanpa melihat suku agama dan Ras. “Ini yang kami terapkan di organisasi kami,” tegasnya.

Sebagai organisasi sosial kemasyarakatan, Pemuda Pancasila selalu menempatkan diri sebagai mitra, teman serta sahabat masyarakat. Roda organisasi harus terus bergerak. “Yang tidak punya pemikiran, finansial dan tenaga, bisa bantu dengan doa. Itulah gotong royong yang kami pupuk di organisasi Pemuda Pancasila,” ucapnya.

Di tengah dinamika dan pasang surut organisasi, Jayen menegaskan keberadaan Pemuda Pancasila yang berdiri karena fakta sejarah bukanlah underbow partai politik walaupun hak politik anggotanya tidak bisa dibendung.

“Anggota dan kader kami heterogen. Maaf, dari teman-teman grass root di jalanan, guru, tokoh agama, pejabat, kepala daerah, kepala pemerintahan di wilayah masing-masing mulai dari bupati, walikota dan gubernur,” jelasnya.

Tercatat Ketua MPR RI dan Ketua DPD RI saat ini merupakan kader Pemuda Pancasila. “Keanggotaan Pemuda Pancasila sangat  luas termasuk Pak Joko Widodo dan Pak Ma’ruf Amin juga ber-KTA Pemuda Pancasila. Kami menampung semua lini dan profesi. Tujuannya kembali lagi ke awal yaitu menjaga Pancasila,” kata Jayen.

Gus Muwafiq. (istimewa)

Jangan main-main

Sementara itu, Gus Muwafiq dalam paparannya mengingatkan semua pihak jangan sekali-kali bermain-main dengan Pancasila. Pancasila tak perlu lagi diperdebatkan karena secara syar’i sudah betul. “Sewaktu pembentukan Pancasila KH Hasyhim Asyari (pendiri Nahdhatul Ulama) sudah istiqarah,” ungkapnya.

Menurut kiai alumnus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta itu, ajaran Islam dan Al Quran tidak hanya menginspirasi tetapi juga mampu mempersatukan Indonesia. “Pancasila sudah sesuai nilai-nilai luhur bangsa, secara eksplisit tidak masalah,” kata dia.

Kalaupun ada pihak yang menyatakan Pancasila seakan-akan terlupakan, Gus Muwafiq lantas menyebut teori berenang, naik sepeda, silat maupun baca Quran. Mereka yang mencapai level terampil tidak lagi berpikir teori.

“Orang membaca Al Quran diawali pelajaran makharijul huruf dan tajwid begitu sudah bisa baca lupa tajwid dan bacaannya benar,” ujarnya mencontohkan.

Sedangkan Agus Wahyudi sepakat, pengamalan terhadap nilai-nilai Pancasila memerlukan keteladanan. Di lingkungan kampus, keteladanan itu ditunjukkan melalui kejujuran akademi.

Menurut dia, dosen tidak hanya memberi contoh tetapi mengetahui persis bagaimana cara menghindari plagiarisme. “Benteng terakhir dari ilmu adalah kejujuran,” kata dia. (sol)