Pedagang Pasar Godean Curhati dan Omeli Tim 12

Pedagang Pasar Godean Curhati dan Omeli Tim 12

KORANBERNAS.ID—Bermaksud melakukan penataan terhadap pedagang di Pasar Godean, Tim 12 Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sleman, Senin (9/12/2019), justru menjadi tempat curahan hati dan omelan para pedagang.

Curhatan pedagang umumnya menyangkut kesemrawutan penataan dagangan antar kios dan los di pasar.Sedangkan pedagang yang mengomel, kebanyakan terkait dengan kondisi bangunan dan fasilitas di pasar yang mengganggu tempat pedagang beraktivitas.

“Sudah bertahun-tahun saya wadul soal limpasan air dari bagian atap yang masuk ke kios saya. Tapi tidak kunjung diperbaiki juga. Kios saya yang disebelah, juga terpaksa saya tutup tidak bisa untuk aktivitas, lantaran tidak dapat jalan. Selasar di depan kios yang mestinya untuk akses, tertutup oleh pedagang lain yang membuka lapak di depannya. Saya minta ini segera diatasi. Saya menempati kios ini tidak gratis. Setiap bulan juga membayar retribusi,” kata Purwanto dengan nada tinggi.

Purwanto mengeluhkan limpasan air hujan yang masuk ke kiosnya. (Warjono/koranbernas.id)

Pemilik kios K2 nomor 007 dan 008 ini, saban hari bekerja sebagai tempat servis aneka barang elektronik. Kiosnya menghadap ke bagian dalam pasar. Dulu di bagian depannya, merupakan ruang terbuka (tanpa ada lapak pedagang). Tapi sejak bertahun-tahun silam, tiba-tiba saja di depan kiosnya dibangun semacam lapak dengan atas seng. Celakanya, atap dari bangunan ini langsung mengarahkan limpasan air hujan ke dalam kiosnya.

“Saya tahu yang sebenarnya terjadi. Tapi saya tidak mungkin bergerak sendiri, karena hanya akan memicu konflik dengan sesame pedagang. Harusnya pemerintah yang menyelesaikan. Tolong, ini segera diselesaikan. Saya tidak mau jawaban aparat dari dinas hanya sekadar akan ditindaklanjuti. Dari dulu jawabannya seperti itu, tapi nyatanya kios saya tetap banjir kalau hujan,” desaknya.

Di bagian dalam pasar, ternyata juga tidak luput dari persoalan. Seorang pedagang mengeluhkan dagangan berupa pakaian di sisi lapaknya. Pakaian ini digantung begitu saja sehingga menutupi tempat berjualannya. Dia emngaku sudah pernah mengingatkan, tapi tidak digubris oleh pedagang di sampingnya.

“Saya memilih diam saja walau dongkol. Lha kalau saya teruskan paling ya berantem mas. Jadi kita ini seperti dibiarkan tidak terurus. Padahal kita berjualan di sini ya bayar,” kata pedagang yang enggan disebut namanya itu.

Informasi dari Tim 12, kegiatan penataan ini dilakukan sebagai respon terhadap permintaan dari Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia di Pasar Godean. Penataan dilakukan, sebagai bagian untuk memastikan pedagang berjualan dengan menempatkan barang dagangan di tempat yang semestinya.

Harapannya, apabila pedagang berjualan di tempat yang seharusnya, maka Pasar Godean masih bisa menampung para pedagang yang saat ini berjualan di luar pasar.

“Ya kita mulai di Pasar Godean. Tapi ke depan, upaya yang sama kita lakukan juga ke pasar-pasar lain di Sleman. Prinsipnya, pedagang harus komitmen menggelar barang dagangan d tempat yang semstinya. Kalau mereka mau tertib, maka dipastikan tidak akan saling menggangu sesame pedagang, dan pengunjung atau konsumen juga leluasa berjalan di dalam pasar. Kalau semua nyaman, dampaknya kan akan dirasakan oleh pedagang sendiri. Pengunjung pasar akan berdatangan dan berbelanja di pasar,” katanya.

Rubiyanto dan personel Tim 12 memeriksa selasar pasar yang beralih fungsi menjadi tempat menimbun barang dagangan. (Warjono/koranbernas.id)

Ketua APSI Godean, Rubiyanto mengakui, kondisi pasar terbesar di Sleman Barat ini semakin jauh dari rasa nyaman. Baik bagi pedagang maupun pengunjung. Ketidaknyaman muncul, lantaran tidak ada sikap tegas dari petugas terkait penataan dan batasan-batasan bagi pedagang menggelar dagangannya.

Menurutnya, dinas dan aparatur di bawahnya, tidak melibatkan pengurus dalam setiap kebijakan. Sehingga penataan lokasi pedagangpun juga kacau.

“Dimana-mana, yang namanya jualan daging dan ikan mestinya kan di depan atau di bagian pinggir dari pasar supaya bau amisnya tidak masuk ke dalam pasar. Los atau kios pedagang pakaian, juga jangan berdekatan dengan pedagang lain yang berjualan makanan. Tapi di Pasar Godean, itu terjadi. Kenapa? Ya karena kita tidak dilibatkan dalam penataan,” kata Rubi.

Koordinasi antar intitusi dan antar bagian, kata Rubi, juga terkesan belum berjalan dengan baik. Dia mencontohkan, ada bagian di dalam Pasar Godean yang lantainya sudah di keramik. Bukan hanya agar bersih, lantai ini juga dibangun dengan warna kemarik yang berbeda, sebagai penanda batas bagi pedagang bisa menggelar dagangannya.

“Tapi pembangunan lantai keramik ini barus sebagian kecil. Sebagian besar belum dikeramik. Padahal di sana juga banyak pedagang berjualan. Karena tidak ada batas yang jelas, pedagang menggelar dagangannya menjorok ke jalan yang seharusnya dipergunakan pengunjung berlalu lalang. Otomatis, konsumen semakin malas ke pasar karena berdesak-desakan dan sangat tidak nyaman. Saya tidak tahu, apakah pemerintah kehabisan dana untuk membangun lantai keramik di Pasar Godean, ataukah seperti apa?. Kalau dananya tidak mencukupi, mestinya jangan dibangun dulu, malah berpotensi menimbulkan masalah baru,” tandasnya.

Ruby juga menyesalkan upaya penataan kali ini yang tidak terlebih dulu memberikan surat edaran ke pedagang. Sesuai prosedur, mestinya setiap upaya penataan didahului dengan surat edaran, sehingga pedagang mengetahui dengan pasti apa kesalahannya dan mereka siap ditata.

“Yang sekarang ini, mereka hanya bermodal foto yang diprint. Lalu langsung ke lokasi dan melakukan penataan. Ya kawan-kawan pedagang sudah pasti kaget dan bereaksi. Saya berharap ke depan, setiap bentuk penataan dan kebijakan sebaiknya berkoordinasi dengan kami,” pintanya.  (SM)