Pasar Rakyat Brunorejo, dari Kumuh Kini Jadi Modern

Pasar Rakyat Brunorejo, dari Kumuh Kini Jadi Modern

KORANBERNAS.ID, PURWOREJO -- Kementrian Koperasi Usaha Kecil dan Menengah RI meresmikan pasar rakyat Brunorejo, Kecamatan Bruno, Purworejo, Selasa (7/1/2020). Pasar tradisional tersebut buka tiap pasaran Wage, Legi dan Pahing.

Peresmian pasar rakyat Brunorejo ini dilakukan oleh Victoria BR Simanungkalit, Deputi Produksi dan Pemasaran pada Kementerian Koperasi Usaha Kecil dan Menengah RI. Pada kesempatan tersebut, Victoria membacakan sambutan Mentri Koperasi Usaha Kecil dan Menengah RI.

"Pasar ini jangan menjual produk asing. Jualah produk sendiri. Pasar ini dari kita untuk kita," pesan Viki, panggilan akrab Victoria.

Menurutnya, perlunya peningkatan mutu pruduk di Bruno. Misalnya untuk obat masuk angin, pakailah ramuan herbal. "Bruno memiliki produk andalan berupa rempah-rempah. Bahkan rempah-rempah asal Bruno dipercaya sebagai pemasok utama perusahaan jamu di Jawa Tengah," ujarnya.

Untuk itu, lanjut Viki, pihaknya selalu mendorong kualitas produk lokal, termasuk produk di Bruno. "Saya berpesan agar pasar ini menjadi pasar harian, agar para tengkulak jika mencari rempah-rempah tidak harus ke desa-desa, tetapi cukup dilayani di pasar saja," pesan Viky.

 

Kementrian Koperasi Usaha Kecil dan Menengah di tahun 2020 akan membangunkan pasar Wolo yang berlokasi di Nambangan, Grabag.

Sementara itu, Asisten 1 Bidang Pemerintahan Sekda Purworejo, Sumhardjono, membacakan sambutan Bupati Purworejo yang berhalangan hadir. "Pemerintahan Kabupaten Purworejo mengapresiasi bantuan Kementrian Koperasi Usaha Kecil dan Menengah sebesar Rp 950 juta dan dana desa Brunorejo sekitar Rp 343 juta untuk revitalisasi pasar rakyat Brunorejo," papar Sumhardjono.

Sekitar satu tahun lalu, lanjutnya, pasar Brunorejo masih becek dan kumuh, tetapi sekarang pasar ini sudah indah, rapi dan bersih.

Kepala desa Karanggedang, Kadikun, mengaku senang dengan dibangunnya pasar Brunorejo. "Banyak warga saya yang turut berjualan hasil bumi di pasar itu," papar Kadikun.

Siti Suhartini (70) seorang warga Bruno sudah mengais rejeki dengan berjualan di pasar tersebut sejak tahun 1968. "Awalnya saya menjual hasil bumi, namun 10 tahun terakhir saya berjualan obat-obat pertanian," ungkapnya.

Siti menerangkan awalnya ia membangun kios secara pribadi di tempat yang sekarang dipakainya. "Saya masih bisa menempati lapak seperti semula lagi, hanya sekarang saya harus membayar sewa sebesar 2 juta rupiah per tahunnya," kata Siti.

Haji Sipiyani pedagang pakaian anak dan dewasa yang menempati los pasar bangunan baru, mengaku dirinya sudah berjualan di pasar tersebut selama 37 tahun. "Saya sengaja pilih los di dalam pasar karena harga sewanya hanya 1 juta rupiah. Kalau kios yang di depan sewanya 2 juta rupiah per tahun, saya tidak mampu, karena jualan pakaian tidak setiap hari laku," tukas Sipiyani. (eru)