Pasal Pidana Tetap Berlaku bagi Perusahaan yang Melanggar Hak Pekerja

Pasal Pidana Tetap Berlaku bagi Perusahaan yang Melanggar Hak Pekerja

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA—Walaupun tidak tercantum dalam Omnibus Law, pasal-pasal pidana yang sebelumnya ada di sejumlah undang-undang terkait, tetap masih berlaku. Omnibus Law Cipta Kerja, lebih merupakan upaya pemerintah untuk menyatukan berbagai undang-undang, baik UU tenaga kerja, UMKM dan perpajakan, menjadi sebuah regulasi yang sederhana dan efektif.

Peneliti Akuntansi Forensik LPPM Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Yogyakarta Bambang Arianto, MA, M.Ak dalam rilisnya, Kamis (8/4/2020) menilai, Omnibus Law baginya justru menjadi penyelamat hak buruh Indonesia.

“Hingga saat ini masih terdengar kabar bahwa Omnibus Law itu akan menghapus pasal pidana bagi perusahaan yang melanggar hak pekerja. Bahkan, banyak hoaks yang menyatakan, Omnibus Law menggunakan basis hukum administratif, sehingga para pengusaha atau pihak lain yang melanggar aturan hanya dikenakan sanksi berupa denda,” kata Bambang.

Menurut Bambang, pasal pidana bagi perusahaan yang melanggar hak pekerja akan tetap berlaku seperti sedia kala. Bambang menilai, tidak mungkin pasal-pasal krusial, terutama yang bisa mempidanakan para pengusaha itu dihapus dan digantikan dengan sanksi berupa upah.

“Inikan tidak masuk akal. Coba kita pakai logika saja, mana ada pasal pidana yang merugikan hak orang lain, apalagi ini hak pekerja dihapus,” katanya.

Justru menurutnya, beberapa kebijakan baru yang ada dalam Omnibus Law Cipta Kerja semakin memperkuat undang-undang ini sebagai penyelamat para buruh di Indonesia.

Dalam beberapa pasal dijelaskan, setiap pekerja baik tetap maupun kontrak, akan tetap diberikan haknya masing-masing, bila suatu saat terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Bahkan, dalam proses pemutusan hubungan kerja ini, pihak perusahaan tidak boleh langsung semena-mena merumahkan pekerja tanpa ada keputusan pengadilan yang kuat.

“Artinya, dalam proses tersebut para pekerja harus tetap diberikan haknya masing-masing. Dengan kata lain, apabila dalam proses sengketa perusahaan tidak bisa memberikan hak kepada pekerja, maka secara otomatis perusahaan tersebut bisa di pidanakan karena telah melanggar regulasi yang ada dalam Omnibus Law,” tandasnya.

Bambang yang mencermati Omnibus Law mengaku, banyak lagi pasal-pasal yang sangat menguntungkan para pekerja, terutama buruh Indonesia. Termasuk apabila ditemui pengusaha tidak memberikan cuti hamil, haid hingga cuti pernikahan bagi pekerja perempuan, maka pengusaha ini bisa dipidanakan.

“Aturan ini jelas tertulis dalam UU Ketenagakerjaan No 13 Tahun 2003 yang kemudian akan tetap dipergunakan dalam Omnibus Law. Beberapa pasal tersebut memang tidak tertera dalam Omnibus Law. Tapi bukan berarti pasal tersebut dihapuskan. Sebab, pasal-pasal yang tidak mengalami perubahan, tidak akan dicantumkan kembali dalam Omnibus Law.

“Omnibus Law lahir sebagai jaring pengaman pekerja sekaligus penyelamat hak para pekerja Indonesia,” pungkas Bambang yang juga konsen meneliti media sosial ini. (*/SM)