Satu Pasal Tercantum Tiga Kali, Sultan HB X Kritisi Raperda Irigasi

Satu Pasal Tercantum Tiga Kali, Sultan HB X Kritisi Raperda Irigasi

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA – Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X, mengritisi Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Prakarsa DPRD DIY tentang Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi. Terjadi duplikasi, bahkan satu pasal tercantum tiga kali.

“Pasal 54 tercantum sebanyak tiga kali dan pasal 55 sebanyak dua kali. Mohon urutan penulisan pasal diperbaiki,” kata Sultan pada Rapat Paripurna DPRD DIY, Kamis (21/10/2021). Rapat Paripurna kali ini dipimpin Wakil Ketua DPRD DIY, Huda Tri Yudiana, dan Anton Prabu Semendawai .

Menurut Sultan HB X, prinsipnya Pemda DIY mendukung pembahasan Raperda tersebut dengan alasan regulasi daerah yang ada sebelumnya yakni Perda Nomor 6 Tahun 2010 tidak lagi sejalan dengan Undang-undang No 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air. “Regulasi itu tidak mampu menjawab kebutuhan masyarakat,” ujarnya.

Dari hasil pencermatan, Sultan menyebutkan di dalam pasal 18 ayat 2 Raperda itu termuat materi perizinan badan usaha, badan sosial atau perseorangan yang memanfaatkan air dari jaringan irigasi yang dibangun pemerintah setelah memperoleh izin dan persetujuan desain dari dinas.

Sultan bertanya, dinas itu apakah yang membidangi urusan pekerjaan air. Pertanyaannya lagi, apakah perzinahan itu termasuk pengusaha atau nonpengusaha. Kenapa tidak jadi satu alur proses di Dinas Perizinan dan Penanaman Modal sebagai bagian dari kebijakan penyederhanaan birokrasi dan perizinan.

Gubernur melihat Raperda tersebut belum mengatur prosedur permohonan, perizinan dan rekomendasi teknis. Dengan kata lain belum ada gambaran yang jelas terkait dengan layanan itu.

Begitu pula terkait Komisi Irigasi sebagaimana tercantum pada pasal 5 ayat 1. Di sana disebutkan salah satu anggota komisi itu adalah wakil pemerintah kalurahan.

“Yang kami tanyakan bagaimana peran pemerintah kalurahan dalam pengelolaan sistem irigasi di wilayahnya. Mengapa di dalam pasal sebelumnya tidak diatur. Menurut kami peran pemerintah kalurahan perlu diatur setidaknya hak dan tanggung jawabnya dimunculkan,” kata Sultan seraya menambahkan termasuk di dalamnya koordinasi dengan P3A (Perkumpulan Petani Pemakai Air).

Tak hanya itu, Gubernur DIY juga mempertanyakan kedudukan Kantor Komisi Irigasi harus berada di ibukota daerah dan bertanggung jawab langsung ke gubernur. “Apa yang dimaksud dengan berkantor ibu kota daerah, atau mengandung pengertian lain. Kalau hanya terkait dengan kedudukan kantor, sebaiknya tidak perlu diatur,” ucapnya.

Pada rapat sebelumnya, Ketua Komisi C DPRD DIY, Arif Setiadi, menyatakan Raperda inisiatif Komisi C ini sangat dibutuhkan karena adanya perubahan peraturan. “Memang ada banyak hal yang perlu kita tindak lanjuti dan perlu kita masukkan di dalam aturan yang mengelola tentang irigasi,” kata Arif.

Bagaimana pun, pertanian dan perikanan adalah sektor pembangunan yang sangat penting. Di dalam Undang–undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY yang diturunkan dalam Perdais Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pemeliharaan dan Pengembangan Kebudayaan DIY, secara garis besar dijelaskan sistem irigasi menjadi obyek keistimewaan.

Irigasi di DIY telah mengalami sejarah yang cukup panjang selama berabad-abad. Satu yang paling fenomenal yaitu Saluran Mataram yang dibangun pada masa pendudukan Jepang. “Beberapa regulasi mengalami pembaruan sehingga menuntut Perda irigasi yang baru,” kata Arif. (*)