Ormas Islam dan Lembaga Zakat Bahas Aturan Syariah dalam Transisi Energi Nasional

Ormas Islam dan Lembaga Zakat Bahas Aturan Syariah dalam Transisi Energi Nasional
Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Tinjauan Syariah terhadap Tasharruf Zakat, Infak dan Sedekah pada Isu Energi” di Jakarta. (Istimewa).

KORANBERNAS.ID, JAKARTA – Pemanfaatan dana zakat, infak dan sedekah (ZIS) untuk mendukung transisi energi bersih mulai dilirik sebagai solusi inovatif dalam menghadapi krisis iklim. Dalam sebuah Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Tinjauan Syariah terhadap Tasharruf Zakat, Infak dan Sedekah pada Isu Energi”, GreenFaith Indonesia bersama Muslims for Shared Action on Climate Impact (MOSAIC) dan Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah menggagas diskusi lintas sektor untuk merumuskan arah penggunaan dana ZIS secara syar’i dan aplikatif di sektor energi.

FGD yang berlangsung di Jakarta ini mempertemukan organisasi masyarakat Islam, lembaga pengelola zakat, institusi pemerintah dan lembaga riset energi. Para peserta membahas bagaimana dana ZIS bisa dialihkan untuk mendukung proyek energi bersih, seperti tenaga surya dan angin, dalam kerangka syariah yang sahih dan legal.

Direktur GreenFaith Indonesia, Hening Parlan, menegaskan bahwa transisi energi tidak bisa hanya dilihat sebagai isu teknis, melainkan menyangkut nilai dan spiritualitas.

“Energi yang bersih seperti matahari dan angin, dalam pandangan kami, adalah energi surga. Komunitas beragama memiliki kekuatan spiritual dan sosial untuk mendorong peralihan ini secara kolektif,” paparnya dalam keterangan tertulisnya pada Kamis (24/4/2025).

Ketua MOSAIC, Nur Hasan Murtiaji, menyebut bahwa potensi zakat nasional yang mencapai Rp 327 triliun dapat menjadi solusi pendanaan strategis untuk energi bersih. 

“Namun, bagaimana dana sebesar itu bisa digunakan untuk mendukung energi bersih perlu dirumuskan secara syar’i dan legal. Interaksi yang terbangun melalui FGD ini penting untuk menjawab pertanyaan tersebut secara kolaboratif,” ujarnya.

Meski begitu, penggunaan dana ZIS untuk keperluan di luar bantuan fakir miskin masih menjadi bahan perdebatan. Ustadz Niki Alma dari Majelis Tarjih menekankan bahwa perlindungan lingkungan, atau hifzhul bi’ah, adalah bagian dari maqashid syariah yang dapat dipertimbangkan dalam penggunaan dana tersebut.

“Selama ini, banyak yang berpandangan dana ZIS hanya bisa untuk fakir miskin. Namun, transisi energi yang berdampak pada perlindungan lingkungan adalah bagian dari maqashid syariah,” jelasnya.

Sementara itu, Ustadz Qaem Aulassyahied menilai perlunya konsensus lintas lembaga dalam menyusun panduan pengelolaan ZIS yang mendukung agenda energi berkeadilan.

Hal senada disampaikan oleh perwakilan MUI, Ustaz Faisal Farouq, yang mendorong agar panduan ini dapat diajukan ke Komisi Fatwa MUI dan mencakup aspek wakaf.

“Bila ditambah dengan aspek wakaf, yang bisa dikelola jangka panjang dan tidak terbatas hanya untuk umat Islam, maka potensi dampaknya akan jauh lebih besar,” katanya.

Ustadz Rahmat dari Dewan Tafkir Persatuan Islam juga menyampaikan bahwa wakaf tunai memiliki potensi besar sebagai pendanaan berkelanjutan.

“Kami telah melakukan kajian ekoteologi berbasis kearifan lokal. Potensi wakaf tunai sangat besar, bahkan dalam satu kegiatan bisa terkumpul Rp 11 miliar,” ujarnya.

Sejumlah lembaga seperti LazisMU, BAZNAS, Dompet Dhuafa, Rumah Zakat dan Islamic Relief turut hadir dan berbagi pengalaman terkait program lingkungan yang sudah dijalankan. Namun, kontribusi dana ZIS untuk sektor lingkungan masih minim. LazisMU, misalnya, hanya menyalurkan 11% dana program untuk lingkungan pada 2022.

Akademisi dari UIN Syarif Hidayatullah, Dedy Ibmar, menambahkan bahwa transisi energi masih menjadi isu lingkungan yang paling sedikit diperhatikan karena biaya implementasinya lebih tinggi dibanding isu lain seperti pengelolaan sampah. 

“Inisiatif transisi energi menjadi yang paling cocok sebagai tujuan pengumpulan pendanaan dana ZIS. Ini yang paling butuh perhatian lebih,” jelasnya.

FGD ini diharapkan menghasilkan dokumen dan panduan bersama yang mengaitkan nilai-nilai Islam dengan kebijakan transisi energi nasional, serta memperkuat kolaborasi antar-lembaga dalam mewujudkan keadilan sosial dan keberlanjutan lingkungan. (*)