Omah Tembi Jadi Laboratorium Kreatif untuk Anak-anak
Kreativitas adalah solusi fantastis untuk mengatasi frustrasi dan kebosanan.
KORANBERNAS.ID, BANTUL -- Hujan yang mengguyur Yogyakarta pada Sabtu (8/3/2025) petang tak menyurutkan semangat puluhan anak-anak yang berkumpul di Omah Tembi.
Dengan kuas di tangan dan kertas solar printing yang berubah warna ketika terkena sinar matahari, mereka menjadi bagian dari sebuah revolusi kecil dalam pendidikan seni yang bisa berdampak besar bagi masa depan desa mereka.
"Kami menggunakan seni sebagai cara agar anak-anak bisa berbagi cerita dengan diri mereka sendiri, dari berbagai bagian wilayah Tembi Village, juga dengan para pemimpin di komunitas," jelas Prof Geraldine Burke dari Monash University, pendamping kegiatan itu.
Inisiatif bertajuk We Love Tembi Arts and Heritage: Keeping Culture Strong merupakan kolaborasi unik antara Bali Children Foundation (BCF) yang dipimpin Margaret Barry, dengan dukungan Warwick Purser, pengusaha dan pegiat budaya yang telah tinggal di Tembi selama 32 tahun.
Prof Geraldine Burke dari Monash University dan Margaret Barry menceritakan kegiatan mereka bersama anak-anak Tembi. (muhammad zukhronnee muslim/koranbernas.id)
Hasil karya anak-anak tidak berakhir sebagai lukisan yang disimpan di laci. Semua gambar portret, teknik solar printing, dan eksplorasi biodiversitas lokal akan disatukan dalam format zine -- majalah sederhana yang mencerminkan kekayaan budaya Tembi dari sudut pandang generasi muda.
"Ini akan menjadi rekaman dari semua yang mereka bagikan. Idenya adalah berbagi pengalaman mereka melalui gambar dan teks," tambah Burke sambil menunjukkan contoh karya berupa gambar ayam jago dan biawak yang telah dicetak dengan teknik solar printing.
Rayan Abror Fayan, siswa SMPN 1 Sewon yang ikut dalam kegiatan ini mengaku senang bisa mempelajari teknik baru.
"Di rumah saya agak sering menggambar, tapi di sini dapat ilmu baru salah satunya yang ini, kertas bisa berubah warna," ujarnya merujuk pada teknik cyanotype yang diajarkan dalam program tersebut.
Kesenjangan generasi
Di balik kegiatan menggambar dan mencetak, terjadi pertukaran pengetahuan yang berharga antara generasi tua dan muda. Saat anak-anak menggambar portret para tokoh desa, mereka juga mendengarkan cerita dan kearifan lokal.
"Kemarin, ahli pertanian berbagi bagaimana dia bisa mendapatkan satu benih dan menjadikannya tiga pohon. Dia juga berbicara tentang keanekaragaman hayati," cerita Burke.
Kegiatan ini bukan sekadar pelatihan seni biasa, melainkan strategi jangka panjang untuk mempersiapkan generasi emas Indonesia. Seperti yang diungkapkan Margaret Barry.
"Indonesia memiliki populasi muda yang besar, dan masa depannya sangat bergantung pada anak-anak generasi ini. Jika kita tidak berinvestasi pada pemuda, kita tidak memiliki masa depan yang baik untuk Indonesia," ujarnya.
Desa kreatif
Program ini sejalan dengan visi Kementerian Pariwisata Indonesia untuk menjadikan Tembi sebagai "Desa Kreatif", sebuah model pengembangan pariwisata berkelanjutan berbasis kreativitas lokal.
"Ini adalah proyek besar untuk menjadikan Tembi Village sebagai rumah kreatif," ungkap Warwick Purser yang telah tinggal di Indonesia selama 50 tahun.
Meski baru berlangsung dua hari, program ini direncanakan akan berlanjut secara reguler setelah Idul Fitri 1446 H."Kami berharap dapat melakukan ini setiap akhir pekan, pada hari Sabtu atau Minggu, dengan mengadakan kelas di galeri yang dekat dari sini, yang akan segera dibuka," jelas Barry.
Lebih jauh lagi, program ini akan menghubungkan anak-anak Tembi dengan rekan-rekan mereka di Bali, khususnya di desa Sititapa yang terkenal dengan kerajinan bambu tradisionalnya (bedeg).
Wilayah berbeda
Pertukaran zine antar desa akan menjadi jembatan budaya yang menghubungkan warisan khas dari dua wilayah berbeda.
Di tengah kekhawatiran tentang meningkatnya kenakalan remaja di Yogyakarta, inisiatif semacam ini menawarkan alternatif positif. Seperti yang disampaikan Burke.
"Kreativitas adalah solusi fantastis untuk mengatasi frustrasi dan kebosanan. Dalam proses berkreasi, terjadi proses berbagi yang memungkinkan siswa mengembangkan empati yang lebih baik," ungkapnya.
Dengan memadukan seni, pendidikan, dan keterlibatan masyarakat, We Love Tembi Arts and Heritage tidak hanya memupuk generasi pemimpin kreatif berikutnya tetapi juga mempromosikan pelestarian budaya berkelanjutan yang mempersiapkan Indonesia menghadapi masa depan. (*)