Okupansi Hotel Turun Drastis, DPRD DIY Ajak Duduk Bersama Cari Solusi

Sektor perhotelan mau tak mau harus memutar otak dan melakukan cara apa saja supaya mampu bertahan.

Okupansi Hotel Turun Drastis, DPRD DIY Ajak Duduk Bersama Cari Solusi
Diskusi dampak efisiensi anggaran terhadap sektor perhotelan di DIY, Selasa (25/3/2025), di DPRD DIY. (sholihul hadi/koranbernas.id)

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Okupansi hotel di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) turun drastis. Kondisi itu terjadi sebagai dampak dari kebijakan efisiensi anggaran. Pada Januari tercatat sekitar 60-70 persen. Sebulan kemudian turun lagi menjadi 50 persen dan saat ini Maret 2025 sekitar 5-15 persen.

“Untuk April, reservasinya rata-rata 30 persen. Khusus periode 1-4 April masih 20-40 persen. Reservasi turun signifikan dibanding lebaran tahun lalu, yang bisa mencapai 60 sampai 70 persen,” ungkap Deddy Pranowo Eryono, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY.

Berbicara pada forum diskusi wartawan unit DPRD DIY membahas dampak efisiensi terhadap sektor perhotelan, Selasa (25/3/2025), dia menyampaikan sektor perhotelan mau tak mau harus memutar otak dan melakukan cara apa saja supaya mampu bertahan.

Antara lain, kata dia, melakukan efisiensi listrik dan operasional. Tidak sedikit hotel yang sudah melakukan pengurangan jam kerja karyawan maupun tidak lagi memperpanjang tenaga kontrak. Sedangkan pemutusan hubungan kerja (PHK) adalah cara yang paling akhir dan sepertinya pilihan yang paling sulit.

Sejumlah anggota Komisi B DPRD DIY mengikuti diskusi membahas kondisi terkini sektor perhotelan di Yogyakarta. (sholihul hadi/koranbernas.id)

Sebenarnya, kata dia, masih ada solusi yaitu bagaimana ASN (Aparatur Sipil Negara) bisa staycation di hotel. Misalnya, rapat di hotel dengan budget menyesuaikan. “Saya dengar informasi sebenarnya ada dana tetapi mereka tidak berani rapat di hotel,” ungkapnya seraya berharap badai itu cepat berlalu asalkan semua guyub termasuk DPRD DIY dan Pemda DIY.

Kepala Dinas Pariwisata DIY, Imam Pratanadi, menyampaikan pihaknya bisa memahami kondisi yang dialami sektor perhotelan. Ini tidak hanya terjadi di Yogyakarta tetapi juga provinsi lain termasuk Bali. Harapan semua pihak, efisiensi anggaran itu berlangsung setahun saja.

“Sayangnya, Dinas Pariwisata DIY tidak punya anggaran cukup,” katanya. Inilah perlunya semua pihak melakukan terobosan. Misalnya saat momentum wisuda mahasiswa bagaimana kampus bisa bekerja sama dengan perhotelan.

Merespons itu, Ketua Komisi B DPRD DIY, Andriana Wulandari selain ikut merasa prihatin juga sepakat semua pihak perlu duduk bersama mencari solusi mengingat kondisi perekonomian saat ini, dalam tanda kutip, sedang tidak baik yang ditandai menurunnya daya beli masyarakat.

Kegiatan dinas

Efisiensi anggaran, kata dia, juga berdampak pada batalnya kegiatan-kegiatan dinas dari provinsi lain yang sedianya digelar di Yogyakarta kemudian dibatalkan. ”Menurut informasi, beberapa provinsi yang biasanya rapat di Yogyakarta akhirnya cancel. Ini memang berimbas betul. Sampai hari ini sudah ada tiga provinsi yaitu Banten, Jabar dan DKI Jakarta melarang study tour apalagi nanti diikuti provinsi lain maka akan jadi permasalahan bagi industri perhotelan,” katanya.

Komisi B yang salah satunya membidangi pariwisata, lanjut dia, juga sepakat perlunya sektor perhotelan mencari terobosan. Artinya, keterbatasan anggaran dari pemerintah tidak membuat patah semangat.

Misalnya, mencari peluang pendanaan melalui kerja sama dengan swasta lewat dana CSR maupun BUMN agar tetap mengadakan rapat di hotel. “Meskipun anggarannya tidak 100 persen yang penting ada pemasukan,” kata dia.

Secara khusus, DPRD DIY meminta Dinas Pariwisata DIY juga terus mencari terobosan salah satunya jika memungkinkan menggunakan dana keistimewaan (danais). ”Kita perlu duduk bersama, diskusi dan mencari solusi,” tandasnya. (*)