Menyongsong Good Governance dengan Optimalisasi SAKIP

Menyongsong Good Governance dengan Optimalisasi SAKIP

REFORMASI birokrasi menuntut pemerintah agar dapat berkinerja secara akuntabel. Terbitnya Inpres No.7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah mengawali perombakan birokrasi pemerintah menuju New Public Management (NPM). Lahirnya Inpres tersebut dilatarbelakangi adanya permasalahan birokrasi yang sangat kompleks dan berbelit, tercermin dari tata kelola pemerintahan yang belum bersih, berkinerja rendah, kurang akuntabel, dan penggunaan anggaran yang belum efisien dan efektif. Tahap perencanaan, penganggaran dan pelaporan kinerja program/kegiatan masih belum tertata rapi.

Menanggapi hal tersebut, pemerintah melalui Kemenpan-RB melakukan perombakan manajemen kinerja, agar dapat lebih terukur dengan menyusun perencanaan program/kegiatan yang berorientasi pada hasil (outcome). Logic model digunakan sebagai dasar dalam membuat perencanaan, yakni memfokuskan pada kegiatan yang mempunyai dampak terhadap kemajuan pembangunan, berorientasi pada hasil (outcome), dan mengutamakan konsep value for money. Dengan demikian terciptalah sistem anggaran berbasis kinerja di mana anggaran ditetapkan sesuai output dan outcome program/kegiatan serta sasaran pembangunan.

Selanjutnya pemerintah menerbitkan Perpres No. 29 tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) sebagai pedoman pengintegrasian tahap perencanaan, penganggaran, dan pelaporan kinerja suatu instansi pemerintah. Produk keluaran dari SAKIP adalah Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) yang wajib disusun setiap tahun. SAKIP nampaknya telah memberikan dampak yang baik bagi efisiensi birokrasi. Dikutip dari data Kemenpan-RB, tercatat pada tahun 2018 telah terjadi efisiensi anggaran sebesar Rp 65,1 triliun yang meliputi 25 dari 34 provinsi sukses melakukan efisiensi anggaran sebesar Rp 35 triliun dan 217 dari 510 kabupaten/kota sukses melakukan efisiensi anggaran sebesar Rp 30,1 triliun. Agar organisasi pemerintah termotivasi untuk berkinerja dengan baik, Kemenpan-RB memberikan apresiasi berupa penghargaan setiap tahun kepada daerah yang berhasil mencapai nilai SAKIP yang baik. Seperti Pemerintah Provinsi DIY yang mendapat predikat AA sejak tahun 2018. Tentunya hasil tersebut menunjukan bahwa Pemerintah Provinsi DIY mampu menciptakan dan mempertahankan kinerja yang sangat baik dan patut dijadikan contoh bagi pemda lain.

Butuh komitmen SDM

Meski begitu, masih terdapat daerah di Indonesia yang masih mendapat peringkat SAKIP C, salah satunya adalah Pemerintah Kabupaten Mimika pada tahun 2019. Hal tersebut menunjukkan bahwa organisasi pemerintah masih harus mengoptimalisasi SAKIP guna meningkatkan kinerja. Optimalisasi SAKIP dapat dipacu mulai dari dasar, yaitu pada peningkatan kapasitas dan komitmen SDM di dalam suatu organisasi publik. Kapasitas tersebut dapat ditingkatkan melalui peningkatan kompetensi. Kegiatan yang dapat dilakukan salah satu contohnya adalah mengikuti bimtek SAKIP. Permasalahan yang umum terjadi adalah minimnya pemahaman tentang SAKIP namun SDM belum atau bahkan tidak berupaya dan terbuka untuk meningkatkan pengetahuan di bidang tersebut. Motif suatu organisasi menyusun LAKIP karena dorongan koersif atau mimetik dapat menyebabkan pelaku di dalamnya tidak memahami substansi dari apa yang sedang dikerjakannya. Oleh karena itu dibutuhkan komitmen dari seluruh SDM di dalamnya untuk secara serius membangun niat dalam melakukan perbaikan dan peningkatan kinerja guna kemajuan pembangunan sehingga bisa tercapai kesejahteraan sesuai tujuan bangsa yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945.

Komitmen diawali dari top manajemen atau pimpinan tertinggi. Pemerintahan secara tidak langsung menganut sistem agent of change, yakni bergantung pada pimpinan yang mengarahkan dan menentukan pelaksanaan peraturan di dalam suatu organisasi. Para pelaku yang berada di middle dan low management juga harus memberi dukungan dengan cara meningkatkan kesadaran individu dan komitmen untuk bekerja dengan baik, agar dapat memberikan hasil/kinerja yang maksimal. Pimpinan yang serius meningkatkan kinerja dengan mengoptimalkan SAKIP tentu akan memberi pengaruh baik pada bawahannya dan juga terhadap pelayanan publik.

Langkah-langkah di atas merupakan salah satu upaya penting untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) dan bersih. Perwujudan tata kelola pemerintah yang baik dan bersih tentu bukan lagi impian, jika sistem birokrasi pemerintah yang maju telah terwujud. Kinerja yang baik dan optimal merupakan salah satu bentuk pengendalian internal dan salah satu manfaatnya dapat mempersempit ruang terjadinya korupsi. Oleh karena itu, “Mari kita terus berupaya menciptakan lingkungan pemerintahan yang bersih, ramping, efektif, dan efisien untuk mendukung terciptanya tata kelola pemerintahan yang baik dan terwujudnya Indonesia maju”. **

Susanti, SE.

Mahasiswa Magister Akuntansi FEB UGM dan Auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.