Menghidupkan Perempuan

Menghidupkan Perempuan

HASIL sensus penduduk 2020 menunjukkan, Indonesia memiliki jumlah penduduk sebesar 270,20 juta jiwa. Penduduk laki-laki berjumlah 136 juta orang atau 50,58 persen dari penduduk Indonesia. Penduduk perempuan berjumlah 133,54 juta orang atau 49,42 persen dari penduduk Indonesia.

Persentase penduduk miskin pada Maret 2022 sebesar 9,54 persen, menurun 0,17 persen poin terhadap September 2021 dan menurun 0,60 persen poin terhadap Maret 2021. Jumlah penduduk miskin pada Maret 2022 sebesar 26,16 juta orang, menurun 0,34 juta orang terhadap September 2021 dan menurun 1,38 juta orang terhadap Maret 2021. Persentase penduduk miskin perkotaan pada September 2021 sebesar 7,60 persen, turun menjadi 7,50 persen pada Maret 2022. Sementara persentase penduduk miskin perdesaan pada September 2021 sebesar 12,53 persen, turun menjadi 12,29 persen pada Maret 2022.

Berdaulat

Sebelumnya, Menteri Bappenas Suharso Manoarfa mengatakan perempuan miskin lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki sepanjang tahun 2015-2019 (economy.okezone.com, 29/9/2020). Dan, pandemi Covid-19 telah berdampak kepada kelompok komunitas rentan di seluruh dunia, dan perempuan miskin adalah salah satu kelompok yang paling menderita. Rupaya kepedihan perempuan masih ditimpuk atas berbagai kekerasan terhadap kaum hawa itu, juga tingginya angka kematian ibu maupun perempuan yang menganggur.

Menteri PPPA Bintang Puspayoga mengatakan, tingkat pengangguran terbuka perempuan di Indonesia telah meningkat menjadi 6,5 persen dari 5,2 persen sebelum pandemi, yang merupakan level terendah dalam 5 tahun terakhir (Kompas, 9/3/2022). Data series tingkat pengangguran terbuka berdasarkan jenis kelamin 2019 (5,24) Tahun 2020 (7.46) dan Tahun 2021 (6,74), sedangkan perempuan, yakni Tahun 2019 (5,22), Tahun 2020 (6.46) dan Tahun 2021 (6,11).     

Perkara lain yang cukup membuat nasib perempuan sayu, yakni masifnya praktik perdagangan/eksploitasi perempuan, kemudian tak terhindar pula adanya perempuan yang terpapar paham radikalisme-terorisme, seperti menjadi pengantin atau bomber kasus terorisme beberapa tahun lalu.

Diakui atau tidak, senyatanya tak sedikit skill perempuan kita masih rendah, sehingga banyak juga yang terpaksa hanya puas menjadi buruh kasar dan atau tenaga serabutan atau asisten rumah tangga, maupun sebagai pekerja migran di negeri orang. Sudut perempuan lain tetap saja ada dari faksi perempuan yang terlibat tindak kriminal maupun narkoba. Menyedihkan lagi, angka perkawinan anak di negeri ini masih cukup tinggi dan menyokong perempuan menjadi powerless.

Selain kemolekan kesetaraan dan atau posisi perempuan di ranah publik, seperti pengusaha, politisi, pejabat, atlet, akademisi, penegak hukum, berpendidikan tinggi, ASN, TNI, Polri, dll, pada praktik empirik perempuan masih harus berhadapan dengan berbagai tantangan. Sekali lagi, meski sekarang tak sedikit perempuan yang berkilau di ranah publik, tantangan itu adalah bagaimana perempuan berdaulat.

Kedaulatan perempuan hari ini bukan urusan untuk mengalahkan laki-laki atau membuat laki-laki menjadi subordinat perempuan. Kedaulatan itu bukan untuk meninggalkan peran dan tanggung jawabnya dalam rumah tangga dan pengasuhan atau pendidikan anak. Kedaulatan perempuan hari ini tidak sekadar terkait dengan hak-hak politik perempuan (politik praktis), seperti hak dipilih dan memilih).

Panggung

Nawal Arafah Yasin dalam Webinar BKOW (22/4/2021) menekankan, perempuan berdaulat adalah mengambil keputusan yang terkait dengan perempuan/kepentingan dirinya, berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan kebijakan publik dan mengakses segala kesempatan dan sumber daya kehidupan di semua bidang (tanah, air, pekerjaan, lingkungan, pemerintahan, pendidikan, keuangan, perbankan, dll). Selain itu, mendapatkan manfaat pembangunan di berbagai sektor kehidupan (kesejahteraan) dan tidak mendapatkan diskriminasi berbasis gender, termasuk kekerasan.

Dalam mengakhiri ketidakadilan – diskriminasi gender, RA. Kartini menekankan upaya pada dua hal besar, yaitu peningkatan kapasitas perempuan melalui keadilan dan kesetaraan dalam mengakses pendidikan, layanan kesehatan, dan dalam pengambilan keputusan– kebijakan publik (rumah tangga dan pemerintahan/keraton).

Menghidupkan Kartini sama halnya menghidupkan perempuan dan gagasan besarnya akan membangkitkan kesadaran publik, bahwa sejarah perempuan seharusnya tidak hanya menjadi catatan belaka. Namun, juga harus dapat menjawab tantangan masa depan. Dan kehidupan Kartini memberikan itu. Kartini adalah "simbol dan kata kunci" bagi perempuan Indonesia yang berbuat lebih "dari yang sekadar dikodratkan."

Adalah penting upaya penghapusan rintangan-rintangan yang menghambat kesetaraan dan keadilan gender bagi perempuan (kekerasan, perkawinan anak, kematian Ibu, perdagangan perempuan, dll). Meningkatkan solidaritas antar-perempuan, organisasi perempuan dan jaringan perempuan.

Semoga perempuan di bumi pertiwi ini menjadi penerang dalam gelap. Sudah saatnya perempuan menguasai panggung, bukan mencari panggung. Perempuan harus memiliki kuasa atas dirinya sendiri, bebas mengekspresikan cita-citanya, serta bisa menginspirasi banyak perempuan lainnya. *

Marjono

Kasubag Materi Naskah Pimpinan Pemprov Jateng