Dukungan Pemerintah dalam Membangkitkan UMKM
PANDEMI Covid-19 yang muncul pada awal tahun 2020 telah memukul perekonomian dunia, termasuk Indonesia. Berbeda dengan krisis sebelumnya pada tahun 2008, UMKM berhasil menarik Indonesia dari krisis moneter. Namun, pada krisis ini UMKM merupakan pihak yang paling terdampak. Padahal sektor UMKM mendominasi usaha di Indonesia. Data dari Kementerian Koperasi dan UKM menunjukkan terdapat 64 juta jumlah usaha di Indonesia, 99,9% di antaranya berbentuk UMKM. UMKM menjadi penyumbang PDB nasional sebesar 60,34%, serta menyerap 97% total tenaga kerja nasional. Dengan porsi yang demikian besar, kejatuhan UMKM akan meningkatkan jumlah kemiskinan di Indonesia.
Dalam situasi krisis seperti ini, sektor UMKM sangat perlu mendapat perhatian khusus dan perlu penguatan dari pemerintah karena merupakan penyumbang terbesar dalam penyerapan tenaga kerja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjadi pendorong utama ekonomi Indonesia.
Sektor UMKM Indonesia menghadapi sejumlah tantangan mendasar. Tantangan tersebut meliputi penyediaan basis data UMKM terintegrasi yang belum dimiliki institusi dan kementerian, baik di tingkat lokal maupun nasional. Tantangan lainnya, memaksimalkan kerja sama UMKM dengan perusahaan besar, meningkatkan kontribusi ekspor, hingga memperluas akses ke institusi finansial, dan mendorong digitalisasi. Selain itu juga adanya keterbatasan akses untuk mendapatkan modal memulai dan mengembangkan usaha.
Pemerintah Indonesia telah merespon permasalahan tersebut dengan melaksanakan program melalui beberapa instansi pemerintah Misalnya, Kementerian Koperasi dan UKM telah memberikan subsidi kredit, relaksasi pajak, dan restrukturisasi kredit untuk UMKM yang terdampak pandemi Covid-19 pada 2021. Strategi lainnya yang dilakukan pemerintah Indonesia adalah, pada 2021 lalu, menerbitkan regulasi yang mewajibkan institusi pemerintahan untuk memastikan setidaknya 40 persen dari pengadaan barang dan jasa berasal dari bisnis lokal.
Selain itu, sejak tahun 2020 Pemerintah Indonesia melalui APBN sebagai instrumen utama pembangunan perekonomian rakyat, telah melaksanakan Program PEN untuk memberikan dukungan kepada UMKM, di antaranya di bidang pembiayaan KUR pada masa pandemi, Bantuan Produktif Usaha Mikro (BPUM), Subsidi Bunga/Margin Non-KUR, Penempatan Dana/Penempatan Uang Negara, Penjaminan Kredit UMKM, Pembiayaan investasi kepada koperasi melalui LPDB KUMKM, Pajak Penghasilan Final (PPh) UMKM Ditanggung Pemerintah, serta Bantuan Tunai Pedagang Kaki Lima, Warung dan Nelayan (BTPKLWN)
Menurut data dari Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), pada 2020 terdapat sekitar 46,6 juta dari total 64 juta UMKM di Indonesia belum memiliki akses permodalan dari perbankan maupun lembaga keuangan bukan bank. Hambatan pembiayaan yang dialami UMKM menjadi landasan bagi Pemerintah untuk memberikan dukungan fasilitas pembiayaan lainnya, antara lain melalui program kemitraan dan bina lingkungan (PKBL), Mekaar PNM, Bank Wakaf Mikro, Pembiayaan Ultra Mikro (UMi), dan Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Skema pembiayaan ini dapat diakses UMKM sesuai kelasnya, seiring dengan berkembangnya tingkat bisnis UMKM. Sejak 19 Januari 2022, skema KUR terdiri dari KUR Super Mikro, KUR Mikro, KUR Kecil, KUR Khusus, dan KUR PMI. Khusus untuk KUR Super Mikro dan KUR Mikro tidak diperlukan agunan tambahan.
UMKM DIY menunjukkan kontribusinya dalam penyerapan tenaga kerja dan menjadi salah satu penopang perekonomian DIY. Data UMKM DIY tahun 2022 tercatat sebanyak 338.450 pelaku usaha yang didominasi Usaha Mikro sebanyak 311.539 pelaku usaha. Permasalahan yang masih dialami UMKM DIY antara lain kualitas SDM, permodalan dan pemasaran. Sehingga sangat diperlukan upaya pemberdayaan UMKM dan permodalan untuk menaikkan kelas usahanya.
Pemerintah juga telah memberikan dukungan dalam bentuk penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan penyaluran pembiayaan Ultra Mikro (UMi). Selama periode Januari sampai dengan Oktober 2022 penyaluran KUR sudah mencapai Rp. 6,15 triliun untuk 129.425 debitur dengan penyaluran tertinggi berada di Kabupaten Sleman yaitu sebesar Rp. 1,8 triliun untuk 35.727 debitur. Sedangkan untuk penyaluran pembiayan Ultra Mikro (UMI) mencapai Rp. 43,49 miliar untuk 11.645 debitur, dengan penyaluran tertinggi berada di Kabupaten Bantul yaitu sebesar Rp. 14,80 miliar untuk 3.885 debitur.
Peranan UMKM di daerah untuk mencapai kondisi masyarakat yang sejahtera secara merata, tidak akan tercapai dengan sendirinya. Kondisi tersebut memerlukan campur tangan pemerintah sebagai policy maker, pihak swasta, serta pelaku usaha. Meski demikian, dampak UMKM terhadap keadaan perekonomian daerah memiliki magnitude yang berbeda. Perbedaan terletak pada bentuk produktivitas atau output yang dihasilkan serta kontribusinya terhadap pendapatan negara maupun daerah yang ditujukan untuk mendorong kenaikan capaian Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Dengan demikian pembelajaran atas pandemi Cocid-19 adalah adanya intervensi kebijakan publik yang responsif secara aktif dalam mendukung pemberdayaan dan pengembangan UMKM. **
Arvi Risnawati
Kepala Bidang PPA II Kanwil DJPb DIY