Masyarakat Pusing, Berkumpul Akhirnya Jadi Hiburan

Masyarakat Pusing, Berkumpul Akhirnya Jadi Hiburan

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA – Benar kata pepatah Jawa. Mangan ora mangan kumpul. Di lingkungan masyarakat, berkumpul adalah hiburan yangmenyenangkan, bahkan ada yang menyebutnya sebaga rabuk yuswa. Berkumpul manfaatnya mengurangi beban berat tekanan pikiran dan hati.

Mengingat tradisi turun temurun itu mengakar sangat kuat di masyarakat, anjuran pemerintah agar tidak berkumpul akhirnya tidak digubris lagi. Mungkin, inilah bentuk protes diam-diam atas diterapkannya kebijakan Pengetatan secara Terbatas Kegiatan Masyarakat (PTKM) yang dinilai sangat merugikan.

Wakil Ketua Komisi A DPRD DIY, Suwardi, mengakui fenomena tersebut sekarang ini terjadi di masyarakat. Penyebabnya? Anggota dewan dari Bantul ini menyatakan mungkin karena masyarakat sudah pusing dengan perekonomian mereka.

“Masyarakat mungkin karena pusing dan mumet dari sisi ekonomi, mereka berkumpul itu dirasakan sebagai sebuah hiburan,” ujarnya, Jumat (5/2/2021), di DPRD DIY.

Contoh, saat ada takziyah. Kesempatan itu serta merta digunakan warga untuk ajang berkumpul. Mereka tidak lagi peduli protokol kesehatan. Suwardi memaklumi, karena warga memang sedang bingung memikirkan kondisi ekonominya masing-masing.

Saiki njagong nggone wong sripah. Mereka tidak pakai masker dan sebagainya. Kami untuk mengingatkan ya nggak enak to. Tapi kami datang bawa masker, saya bagikan. Ternyata kita harus melakukan cara-cara seperti itu,” ungkapnya.

Suwardi mengakui sektor ekonomi saat ini anjlok. Para pekerja sektor informal seperti bakul bakmi yang memang harus berjualan malam hari sangat terpukul.

Dia mengingatkan Pemda DIY memahami kondisi itu supaya jangan sampai terjadi chaos. “Realitanya pekerja sektor informal masih sambat. Sangat kesulitan. Kemarin banyak orang mau jual hotel. Ini bagaimana sesungguhnya kondisi Yogyakarta,” ucapnya.

Anggota dewan yang berpengalaman puluhan tahun menjadi lurah itu sepakat dengan Sekda DIY Kadarmanta Baskara Aji yang menyatakan sektor ekonomi andalan DIY memang kerumunan.

Dengan kata lain, sektor pariwisata, pendidikan bahkan seni dan budaya tidak bisa lepas dari kerumunan. “Sektor kita memang sektor kerumunan. Benar Pak Sekda ngomong, tapi bagaimana dengan PTKM ini didampingi protokol kesehatan dan edukasi, aja diwedeni,” kata Suwardi.

Pada sektor pendidikan, lanjut dia, saat ini orang tua maupun para pelajar juga mumet. Terjadi ketimpangan sektor pendidikan. “Dari keluhan anak dan orang tua, sama-sama mumet. Pripun nek ngeten niki nasibe anak kula,” tambahnya.

Mau tak mau, Pemda DIY harus mencari terobosan dan langkah-langkah yang tepat supaya sektor pendidikan bisa berjalan normal. (*)