Lembah Sorory, dari Pembuangan Sampah Menjadi Obyek Wisata

Lembah Sorory, dari Pembuangan Sampah Menjadi Obyek Wisata

KORANBERNAS.ID, BANTUL -- Lembah Sorory (sor pring ory) yang berlokasi di Dusun Pelemadu, Desa Sriharjo, Kecamatan Imogiri, Bantul secara resmi dibuka sebagai obyek wisata pada 18 Oktober lalu. Namun, baru tiga minggu buka, wisata yang berdiri di atas tanah wedi kengser dengan luas 1.500 M2 tersebut banyak dikunjungi wisatawan baik dari seputar Imogiri maupun penjuru DIY.

Seperti saat koranbernas.id ke lokasi, Kamis (5/11/2020), dalam acara Dinamika Desa bersama jajaran Dinas Kominfo Kabupaten Bantul, terlihat banyak wisatawan yang menikmati keindahan Lembah Sorory. Anak-anak  asyik berenang, bersepeda dan orang tua  bermain ATV, berjalan-jalan di atas jembatan bambu. Banyak juga yang bercengkerama di bawah gazebo maupun menikmati keindahan rumpun bambu di  tepian sungai Opak.

Pengunjung juga bisa menikmati kuliner dan membeli oleh-oleh  yang menjadi produk unggulan Pelemadu berupa rempeyek yang gurih nan renyah.

Untuk menjaga agar pengujung dan pengelola wisata tetap sehat dan aman di masa pandemi Covid-19 ini, pengelola menerapkan protokol kesehatan. Ketika mau masuk ke lokasi, pengunjung wajib mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir yang berada di sisi depan pintu masuk  obyek, wajib bermasker dan menjaga jarak antar pengunjung. Para pengelola, termasuk pedagang, juga mengenakan masker saat melayani wisatawan.

“Penerapan protokol kesehatan wajib dilakukan di tengah pandemi Covid-19,” kata Dalmadi, pengelola Lembah Sorory, di lokasi.

Wisata Lembah Sorory, lanjut Dalmadi, baru dibuka menjadi obyek wisata tiga minggu lalu. Namun keberadaanya sudah sejak tahun 2018.

Awalnya, lokasi tersebut menjadi tempat pembuangan sampah warga. Kemudian secara swadaya, tempat itu dibersihkan dan dibuat camping ground atau tempat berkemah. Saat itu tercatat 400-an  pelajar sudah menggunakan tempat tersebut. Namun tragedi susur sungai pelajar Sleman saat kegiatan Pramuka beberapa bulan silam   membuat tempat tersebut menjadi sepi.

“Akhirnya warga berpikir bagaimana caranya membangkitkan kembali tempat ini, yakni dengan menjadikan tempat wisata. Kita gotong rotong dan swadaya untuk menata tempat ini,” kata Dalmadi.

Sementara itu salah satu wisatawan asal Kulonprogo, Wicaksana, mengaku baru pertama datang ke tempat tersebut dari informasi temannya. “Saya kemudian tertarik ke sini dan memang tempatnya bagus. Ini bisa untuk wisata keluarga,” katanya.

Hingga saat ini pengelola belum menarik retribusi, hanya dari jasa parkir saja. Namun, untuk mengakses kolam renang, pengelola membandrol Rp 5.000 dan  ATV seharga Rp 10.000 untuk durasi 5 menit. (*)