LBH Yogyakarta Siapkan Rumah Aduan PKL Malioboro
KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Terhitung mulai Selasa (11/1/2022), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta membuka posko yang dinamakan Rumah Aduan untuk menampung aspirasi Pedagang Kaki Lima (PKL) Kawasan Malioboro. Rumah Aduan ini akan menjadi wadah advokasi bagi PKL yang akan direlokasi akhir Januari ini.
“Salah satu yang menjadi sorotan kami adalah terkait penertiban atau relokasi pedagang Malioboro,” ujar Era Harefa Pasarua, Penanggung Jawab Rumah Aduan LBH Yogyakarta.
Berbicara kepada awak media, Era mengungkapkan sejak akhir 2021, LBH Yogyakarta telah mengumpulkan dan mempelajari data serta informasi terkait relokasi PKL Malioboro.
Proses relokasi terkesan tergesa-gesa dan Pemda DIY tak memaparkan secara detail konsep relokasi serta nasib pedagang pada masa depan.
“Menurut kami rencana relokasi itu terkesan tergesa-gesa. Pertama, karena Pemprov tak menyampaikan mengenai kejelasan tujuan dari relokasi tersebut,” ungkapnya.
LBH Yogyakarta menilai pengajuan Kawasan Malioboro sebagai sumbu filosofi warisan budaya tak benda ke badan dunia PBB, UNESCO, tak perlu sampai mengikis ciri Malioboro dengan keberadaan PKL-nya selama ini.
“Jika kita mengacu Konvensi UNESCO tahun 2003, penetapan cagar budaya tak benda itu tidak mensyaratkan lokasi tersebut terbebas dari aktivitas ekonomi. Menurut kami, Pemprov tak punya cukup alasan yang kuat untuk merelokasi pedagang kaki lima,” papar dia.
Lebih lanjut Era Harefa menyampaikan, LBH Yogyakarta menyayangkan rencana relokasi di tengah kondisi perekonomian yang belum sepenuhnya pulih akibat hantaman pandemi.
“Kebijakan ini juga sangat kami sayangkan karena itu dilakukan pada saat pandemi, di mana kondisi perekonomian PKL Malioboro juga masih belum pulih. Masyarakat di DIY, khususnya, juga masih berkonsentrasi memulihkan kondisi kesehatan setelah pandemi Covid,” kata Era.
Pada hari pertama Rumah Aduan dibuka, LBH Yogyakarta telah menerima pengaduan dari komunitas Malioboro yang merasa rencana relokasi akan menurunkan pendapatan harian yang mereka terima.
Pemda DIY berupaya merelokasi komunitas Malioboro demi pengajuan kawasan tersebut sebagai sumbu filosofi warisan budaya tak benda ke UNESCO. (*)