Lagi, Sultan Dianugerahi Gelar Doktor Hc

Lagi, Sultan Dianugerahi Gelar Doktor Hc

KORANBERNAS.ID -- Gubernur DIY, Sri Sultan HB X kembali menerima anugerah gelar Doktor Honoris Causa (DR Hc). Kali ini gelar diberikan UNY dalam bidang Manajemen Pendidikan Karakter di kampus setempat, Kamis (5/9/2019).

Gelar ini merupakan yang ketujuh dari gelar serupa dari sejumlah institusi pendidikan, baik di dalam maupun luar negeri. Sebelumnya Sultan pernah menerima penghargaan yang sama dari Hankuk University of Foreign Study untuk Bidang Ilmu Politik (2009), Institut Seni Indonesia (ISI) Jogja untuk Bidang Seni Pertunjukkan (2011) serta Universitas Gadjah Mada (UGM) untuk Bidang Kemanusiaan (2015).

Sultan dalam pidato ilmiahnya mengungkapkan, pendidikan karakter perlu direformulasi dan dire-operasionalkan. Diantaranya melalui transformasi budaya dan kehidupan satuan pendidikan.

"Sekolah terlalu fokus mengejar target akademik, khususnya agar lulus Ujian Nasional. Implikasinya, kurang diajarkan aspek kecakapan hidup (soft-skills) yang non-akademik. Sehingga sebagai unsur utama pendidikan karakter justru terabaikan," paparnya.

Karenanya reformulasi pendidikan karakter harus mencakup pengembangan substansi, proses dan suasana atau lingkungan yang menggugah. Selain itu mendorong dan memudahkan orang mengembangkan kebiasaan baik.

"Kebiasaan ini tumbuh dan berkembang dengan didasari oleh kesadaran, keyakinan, kepekaan dan sikap subjek didik, paparnya.

Sementara Rektor UNY, Sutrisna Wibawa mengungkapkan Sri Sultan HB X telah mempomosikan pendidikan karakter secara strategis. Persoalan ini mengedepan sejak Sultan dilantik sebagai Gubernur DIY (3 Oktober 1998) hingga sekarang.

Ratusan makalah dan sambutan, baik yang berupa makalah kunci di berbagai seminar dan konferensi, maupun yang berupa buku dan atau artikel di media massa cetak, hampir semuanya mengisyaratkan pandangan dan keyakinan beliau terhadap pentingnya pendidikan karakter dalam konteks nation and character building, baik secara eksplisit maupun implisit.  

"Bagi beliau, pendidikan itu secara keseluruhan hendaknya selalu dimaknai sebagai proses pembudayaan, dan bukannya sebagai penjinakkan sosial-budaya," ungkapnya.(yve)