Ladran Gajah Seno, Wasiat Pengiring Sang Maestro

Ladran Gajah Seno, Wasiat Pengiring Sang Maestro

KORANBERNAS.ID, BANTUL -- Suasana duka tampak kala ribuan warga melayat memberikan penghormatan terakhir, Rabu (04/11/2020) siang,  kepada sosok dalang muda Ki Seno Nugroho. Mereka seakan-akan tak kuasa menahan tangis ketika gendhing Ladran Gajah Seno Slendro Pathet Sanga dimainkan untuk mengiringi keberangkatan jenazah almarhum.

Tak hanya warga, seluruh sindhen dan pengrawit “Wargo Laras” yang bertahun-tahun mengiringi pertunjukkan wayang kulit Ki Seno Nugroho, juga tak mampu menahan tangis saat melepas sang maestro.

Ki Margiyanto sesepuh Wargo Laras mengaku sangat berduka dengan kehilangan dalang yang masih berusia 48 tahun tersebut. Selama ini, Seno Nugroho dianggap mampu membaurkan dua gagrak wayang yaitu gaya Yogyakarta dan Surakarta secara berimbang.

Ketika memberi sambutan, Margiyanto mengungkapkan, mendiang sempat berpesan agar kelak jika dirinya meninggal diiringi dengan Ladran Gajah Seno sebagai wasiat terakhirnya.

“Menurut penuturan anak-anak Wargo Laras, yang awalnya kami anggap hanya sekadar becanda, almarhum sangat menyukai karya gendhing seorang pujangga yang berjudul gendhing atau Ladran Gajah Seno Slendro Pathet Sanga. Beliau berpesan, ini kalau besok saya mati tolong diiring gendhing ini,” ujarnya dalam bahasa Jawa.

Ladran Gajah Seno dengan slendro pathet sanga dimainkan sepenuh hati oleh anggota Wargo Laras yang berjumlah sekitar 50 orang. Sebanyak 12 sindhen yang mengenakan kebaya hitam juga menyanyikan gendhing tersebut perasaan sedih yang kentara.

Sifat penolong

Sutedjo, wakil seniman Yogyakarta, yang diminta berbicara untuk memberikan sambutan menuturkan sepak terjang Ki Seno Nugroho selama ini tidak hanya membina dan mempopulerkan seni perwayangan semata. Namun, Seno juga memberikan perhatian kepada pelaku seni yang telah memasuki usia senja.

“Seno selalu menghampiri para seniman yang sudah uzur. Ketika mereka berkeluh kesah, ‘Nak, aku sudah tidak bisa mendalang seperti dirimu lagi.’ Seno langsung memberikan perhatian dengan membantu Rp 200.000 atau Rp 300.000 kepada mereka,” ungkap Sutedjo.

Bantuan kepada seniman Yogyakarta yang tengah mengalami kesusahan juga banyak dilakukan mendiang. Sutedjo menjadi saksi kebaikan hati Ki Seno Nugroho, karena dalang muda itu sering membantunya dirinya. “Dan itu dilakukan anak (yunior) saya, Ki Seno Nugroho, dengan tanpa pamrih,” tandasnya.

Hal yang hampir senada juga diungkapkan Bagong, sopir pribadi almarhum. Pria yang sejatinya masih terhitung paman dengan Seno Nugroho itu mengakui, keponakannya itu sangat peduli dengan saudara, kerabat, teman dan sahabat, serta tetangga.

“Tapi sayangnya, beliau orangnya sedikit keras kepala. Dulu sudah sering kami mengusulkan agar Mas Seno memeriksakan kesehatannya, tapi beliau tidak mau,” sebut Bagong yang tinggal di Kadipiro ini.

Dalang yang populer di kalangan generasi muda itu, mengembuskan nafas terakhir, Selasa (3/11/2020) malam, sekitar pukul 22:15 di RS PKU Muhammadiyah Gamping.

Mendiang Seno Nugroho meninggalkan seorang istri dan tiga orang anak. Sesuai wasiat almarhum, jenazah bertolak dari rumah duka di Desa Argosari Kecamatan Sedayu Kabupaten Bantul dan dimakamkan di Makam Semaki Gede Yogyakarta. (*)