Kontroversi RUU KUHP dan KPK

Kontroversi RUU KUHP dan KPK

       DPR (Dewan Penyiksa Rakyat), begitulah salah satu slogan yang dibawa oleh salah satu pengikut aksi kemarin. Memang sudah tidak dapat dipungkiri lagi, DPR yang berwenang sebagai Dewan Perwakilan Rakyat kini sudah tidak dapat dikatakan benar–benar mewakili apa yang dirasakan oleh rakyat, Mengapa demikian? Mari kita lihat sederet pasal RUU baru yang memicu kontroversi di kalangan masyarakat. Dimulai dari pasal dilarang mengkritik Presiden RI, pasal aborsi, pasal pidana zina di luar nikah dan kohitbasi, pasal sesama jenis, pasal kecerobohan memelihara unggas dan hewan ternak, pasal gelandangan, pasal tentang penghinaan terhadap badan peradilan dan inti dari permasalahan kontroversial ini adalah RUU KPK yang dinilai melemahkan. Ditambah dengan masa bakti DPR yang tinggal beberapa hari lagi RUU ini dibuat terlalu cepat tanpa pertimbangan yang matang, tentu saja hal ini menimbulkan kontroversi bagi tiap kalangan masyarakat.

         Pada era sebelumnya, Gejayan juga merupakan tempat saksi bisu pergerakan mahasiswa dalam menolak Orde Baru. Serta di beberapa daerah Indonesia juga, para mahasiswa beramai-ramai ikut melakukan aksi di depan kantor DPR/DPRD masing-masing. Tak dilewatkan juga aksi yang dilakukan di DKI Jakarta, pusat kantor DPR. Mereka sama-sama menyuarakan aspirasi kekecewan terhadap hasil RUU KUHP dan KPK terbaru yang dinilai sangat membatasi, melemahkan KPK dan kegiatan masyarakat. Padahal selama ini KPK dinilai mampu memberantas para tikus politik dalam melancarkan aksi korupsi mereka.

         Pada berita terkini disebutkan bahwa pengesahan RUU KUHP dan KPK tengah ditunda, padahal sudah sangat jelas terlihat bahwa RUU ini sangat melemahkan lembaga independen KPK yang sudah berdiri sejak tahun 2002. KPK yang dikenal selama ini merupakan lembaga bebas dari segala pengaruh kekuasan manapun, dalam setiap tugas dan wewenangnya dengan tujuan memberantas segala korupsi yang melemahkan keuangan negara, dengan adanya RUU KPK terbaru ini, membuat pergerakan KPK sangat dibatasi.

         Bisa kita lihat permasalahan yang ada sebelumnya pada negeri kita ini, seperti kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan hingga berujung  pada pencemaran polusi udara daerah sekitar yang sudah ditetapkan status darurat udara bersih. Dan herannya, peristiwa ini selalu muncul setiap tahun, kemudian juga masalah sampah yang semakin membludak sampai mencemari laut serta ekosistem di dalamnya dan masih banyak lagi ragam permasalahan lainnya. Lantas mengapa pemerintah tidak membuat UU baru tentang pidana oknum yang membakari hutan dan pembuangan sampah dan limbah di laut, justru terlihat berusaha melemahkan KPK dan kegiatan privasi masyarakat dengan melahirkan RUU KUHP – KPK baru?.

         Indonesia yang dikenal sebagai negara demokrasi kini tidak ada lagi nilai dan artinya, jika keputusan yang diambil bukan berdasarkan musyarawah dari hasil mufakat.  Prinsip negara Indonesia adalah oleh rakyat, dari rakyat dan untuk rakyat. Jadi, sudah seharusnya kita sama-sama merealisasikan negara demokrasi dengan dasar falsafah Pancasila. Apalagi kita sudah berada di era reformasi sejak Presiden Soeharto turun jabatan pada tahun 1998. Seharusnya peristiwa orde baru dan permasalahan yang ada selama ini bisa dijadikan pelajaran bagi Indonesia untuk tidak melakukan hal serupa lagi. Semoga pemerintah, KPK, alam dan masyarakat di Indonesia dapat cepat pulih dan membaik. Hidup Indonesia!, Hidup KPK! ***

Penulis:

Ronaa Fitri Butsainah

Prodi Bahasa dan Sastra Arab, Fakultas Adab dan Ilmu Budaya, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta