Kenapa di Ruang Penuh Asap Rokok Sulit Bernafas?

Kenapa di Ruang Penuh Asap Rokok Sulit Bernafas?

KORANBERNAS.ID, SLEMANVape atau rokok elektrik hingga saat ini dinilai sebagai salah satu solusi menghentikan kebiasaan merokok. Dibanding rokok, asap vape lebih ramah lingkungan.

Ini terungkap pada acara Road to Invex 2020 #JogjaBerparuNyaman : Truth About Vaping, Sabtu (1/2/2020) malam, di Tanjung Sari Ballroom Merapi Merbabu Hotel Sleman.

Hadir sebagai pembicara dokter Arifandi Sanjaya yang mengangkat tema Vape vs Issue, Ariyo Bimmo Soedjono  selaku Ketua Koalisi Indonesia Bebas TAR dengan tema Vape Regulation serta Eko HC Emkay Brewer dengan tema Kami Percaya Vape adalah Solusi. Adapun moderator Opa Deekay.

“Perubahan yang baik terjadi saat kita mulai beralih dari rokok ke vape. Hasilnya lebih baik. Gas buang emisi jauh lebih bagus. Dibanding rokok, vape tidak ada tar dan karbon monoksida,” ungkap Arifandi Sanjaya kepada wartawan.

Karbon monoksida inilah yang membuat orang sesak bernafas. “Makanya kenapa di ruangan yang penuh asap rokok biasanya tidak nyaman dan sulit bernafas. Sedangkan tar membuat banyak bercak di paru-paru. Itu yang kita hindari dengan cara menggunakan vape,” ungkapnya.

Salah seorang pengguna vape, Niagara (26), mengakui dulu dirinya saat masih merokok sewaktu bangun tidur nafasnya agak berat. Dua tahun lalu dia beralih ke vape. Sejak itulah nafasnya enteng. Setahun berjalan memakai vape, begitu menyedot rokok rasanya tidak enak lagi. Selain itu, berat badannya juga naik dari semula mentok pada angka 45 menjadi 60 kilogram. “Hasil rontgen paru-paru saya bagus,” ujarnya.

Dokter Arifandi menambahkan, vape memang mengandung nikotin yang bervariasi sehingga lebih memudahkan pengguna vape tidak adiktif atau kecanduan.

“Vape tetap ada rasa kecanduan tetapi tidak sekuat rokok. Karena variatif akhirnya bisa menurunkan secara perlahan nikotin dan bisa menghentikan vape serta menghilangkan kecanduan nikotin,” terangnya.

Mengenai hasil rontgen para pengguna vape yang terpasang di ruangan itu, dia menyatakan 95 persen hasilnya baik. “Kalau pun ada yang kurang baik bukan karena vape tetapi mungkin terkena polusi dari asap kendaraan bermotor,” tambahnya.

Dokter Arifandi Sanjaya. (sholihul hadi/koranbernas.id)

Tangkal isu

Yang pasti, hasil rotgen ini digunakan untuk mengklarifikasi sekaligus menangkal isu yang beredar dari Amerika Serikat (AS). Kasus yang terjadi di negara itu, sambung Eko HC, karena adanya penyalahgunaan kandungan likuid pelarut yaitu menggunakan THC atau  Tetrahydrocannabinol.

“Karena di sana THC legal, banyak remaja usia 13 ke atas menggunakan. Karena harga resminya memang mahal mereka beli ke pengedar  lebih murah, akibatnya jatuh korban,” kata dia.

Sebagai pelaku industri vape, Eko berharap ke depan perlu ada kajian. Perlu dibuka ruang diskusi yang sangat lebar antara pemerintah dengan pelaku industri serta semua elemen.

“Kita baru berdiskusi dengan Kementerian Perekonomian dan Perindustrian. Kami berharap Kementerian Kesehatan membuka diskusi dengan para pelaku industri vape,” pintanya.

Sebagian peserta Road to Invex 2020 #JogjaBerparuNyaman: Truth About Vaping. (sholihul hadi/koranbernas.id)

Fatwa

Menjawab pertanyaan soal fatwa dari organisasi Muhammadiyah yang dikeluarkan 24 januari 2020, dia menjelaskan hal itu sangat baik. Muhammadiyah punya keinginan mengurangi prevalensi perokok.

“Kita punya tujuan yang sama, karena sebenarnya setiap tahun pertumbuhan perokok tetap naik. Data WHO,  225 ribu orang meninggal karena rokok. Meski ada larangan besar-besar di bungkus rokok, yang berhenti cuma 30 persen. Yang berhasil cuma 19 persen. Ini data WHO,” ungkapnya.

Faktanya sampai hari ini pertumbuhan jumlah perokok tetap tinggi. “Tidak bisa tiba-tiba disuruh berhenti merokok langsung berhenti. Butuh solusi. Kami sebagai pelaku industri vape dengan organisasi Muhammadiyah dan pemerintah ternyata kita punya semangat yang sama menekan angka kematian karena rokok, supaya pertumbuhan prevalensi perokok berkurang,” paparnya. (sol)