Kekerasan Seksual Sering Tak Berpihak pada Penyintas

Kekerasan Seksual Sering Tak Berpihak pada Penyintas

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA --  Kekerasan seksual kerap terjadi di lingkungan kampus dan mahasiswa rentan menjadi korban. Kebanyakan kasus-kasus itu tidak memberikan keadilan kepada penyintas.

Bahkan banyak yang tidak diselesaikan secara hukum karena sistem hukum dan perundangan di Indonesia belum berperspektif korban. Pada saat yang sama, otoritas kampus cenderung menutupi dan mendorong agar kasus-kasus kekerasan seksual yang terjadi di dalam institusi mereka diselesaikan di luar jalur hukum.

Hal ini mendorong desakan dari mahasiswa agar ada upaya memastikan kampus mereka bebas dari kekerasan seksual. Sering kali akhirnya inisiatif untuk mencegah atau mengatasi kasus kekerasan seksual datang dari kelompok mahasiswa sendiri.

“Upaya memberikan edukasi bagi mahasiswa merupakan salah satu strategi yang penting dijalankan selama belum ada payung hukum yang kuat untuk melindungi kita dari kekerasan seksual,” ungkap Lily Yulianti Farid, Founder and Director Makassar International Writers Festival dalam diskusi daring  Creative Skills Training dan Kompetisi Karya Kreatif dalam rangkaian kampanye berjudul “NO! GO! TELL!”, Kamis (12/8/2021) malam.

Creative Skill Training dilaksanakan sebagai wadah edukasi dalam memperkenalkan konsep kesetaraan gender sembari terus mendorong pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan seksual. Semua pihak diharapkan terus bergerak bersama mewujudkan Indonesia bebas kekerasan seksual melalui kampanye RUU tersebut.

Program Creative Skills Training yang diikuti hampir 250 peserta ini meliputi pelatihan penulisan esai, podcast dan video pendek. Sebelumnya pelatihan, ini para peserta diwajibkan mengikuti pelatihan Gender dan pelatihan Storytelling dan Penggunaan Data dalam Bercerita.

Setelah program pelatihan, peserta mengikuti Kompetisi Karya Kreatif, yang pemenangnya diumumkan di dalam acara penutupan hari ini. Turut menjadi juri kompetisi adalah penulis Feby Indirani, psikolog klinik dan podcaster Diana Mayorita.

Training ini bertujuan mengapresiasi semangat mahasiswa dan peserta umum dalam mengasah keterampilan untuk berkarya, serta memotivasi dan menyemangati mereka untuk terus menyuarakan kepedulian sosial melalui karya kreatif mereka. Diharapkan pelatihan ini dapat mendorong mereka untuk menjadi penggerak perubahan sosial.

“Pelatihan ini juga bertujuan memberdayakan mahasiswa dalam mengawal isu kekerasan seksual dan mendorong disahkannya RUU Penghapusan Kekerasan seksual,” jelasnya.

Ratu Ommaya selaku Head of Values, Community & Public Relations The Body Shop® Indonesia mengatakan, pihaknya sangat senang melihat antusiasme dari para peserta sangat luar biasa. Hal ini menunjukkan semangat advokasi yang tinggi untuk menyuarakan kepedulian terhadap isu kekerasan seksual oleh mahasiswa ini. Terlebih lebih karena mereka rentan akan kekerasan seksual.

Menurut Ratu Ommaya Creative Skills Training sebagai bagian dari kampanye No! Go! Tell!  berfokus pada dua aspek, yaitu Prevention (Pencegahan) dan Recovery (Pemulihan). Untuk aspek Prevention (Pencegahan), tujuan utamanya adalah membuat mekanisme keamanan bagi  semua perempuan dan perempuan muda dalam mencegah mereka dari bahaya kekerasan  seksual.

“Kami fokus pada perempuan untuk mengedukasi masyarakat luas khususnya para mahasiswa dalam menciptakan mekanisme pencegahan dan advokasi, khususnya bagi kaum perempuan maupun remaja perempuan,” ujar Maya.

Editor in Chief Magdalene.co, Devi Asmarani, mengatakan penguatan kapasitas mahasiswa menjadi agent of change lewat pelatihan karya kreatif sangat penting. Karena itu selain mendapatkan pelatihan skill menulis, atau memproduksi podcast atau video, mahasiswa perlu mendapatkan pengetahuan dasar tentang gender dan tentang kekerasan berbasis gender, termasuk kekerasan seksual. “Agar semua memiliki perspektif yang lebih inklusif dan berpihak pada korban,” ungkapnya.

Diana Mayorita menambahkan, Psikolog Klinis sebagai manusia biasa, setiap dari kita pasti memiliki lukanya masing-masing. Entah itu luka yang kita sadari maupun yang tak disadari.

“Walau tak semua luka bisa langsung disembuhkan begitu saja, namun percayalah kita punya daya untuk melalui prosesnya dengan mau menerima dan memaknainya dengan sudut pandang yang berbeda,” paparnya. (*)