“Jangan Gadaikan Hak Pilih Kita dengan Uang”

Saya yakin, pada era sekarang masyarakat sudah memiliki kedaulatan untuk memilih, tanpa tergoda.

“Jangan Gadaikan Hak Pilih Kita dengan Uang”
Seminar Pilkada Serentak 2024 bertajuk ''Menjadi Pemilih Cerdas dalam Pilgub Jateng 2024 Berkualitas'' di Gedung Pers Jateng, Jalan Tri Lomba Juang No 10 Semarang. (istimewa)  
“Jangan Gadaikan Hak Pilih Kita dengan Uang”

KORANBERNAS.ID, SEMARANG – Dosen Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Semarang (USM), Dr Kadi Sukarna, mengingatkan masyarakat jangan menggadaikan hak pilihnya pada ajang pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024 dengan menerima imbalan uang atau money politics.

Memilih pemimpin ada tanggung jawabnya kelak, bila salah memilih maka harus bertanggung jawab selama lima tahun ke depan.

“Jangan gadaikan hak pilih kita dengan money politics. Kita harus memulai untuk tolak politik uang dengan pilih pemimpin yang baik,” ujarnya pada Seminar Pilkada Serentak 2024 bertajuk 'Menjadi Pemilih Cerdas dalam Pilgub Jateng 2024 Berkualitas' di Gedung Pers Jateng Jalan Tri Lomba Juang No 10 Semarang, Kamis (31/10/2024).

Selain Kadi Sukarna, seminar yang digelar Masyarakat dan Pers Pemantau Pemilu (Mappilu) PWI Jateng dan KPU Jawa Tengah juga dihadiri narasumber Ketua PWI Jateng Amir Machmud NS serta Ketua Mappilu Sugayo Jawama, dengan moderator pengurus Mappilu PWI Jateng, Bekti Maharani.

Banyak elemen

Peserta seminar dari kalangan wartawan, pengurus Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK) serta masyarakat umum.

Ketua PWI Jateng Amir Machmud NS, menyatakan pilkada serentak sesungguhnya memiliki banyak elemen ekosistem, yang meliputi partai, pasangan calon baik di kontestasi pilpres, pilgub, pilwalkot maupun pilbup.

Selanjutnya ada tim sukses, pendukung dan penyelenggara seperti KPU, Bawaslu dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang dalam ekosistem saling mengait.

Dia mengatakan setiap pemberitaan pilkada tidak lepas dari asupan-asupan intervensi, baik itu internal maupun eksternal. Internal dicontohkan bagaimana wartawan bersikap, redaktur bertindak, serta ke mana afiliasi politik pemilik media dan investornya.

Sebagai asupan

Faktor eksternal, kata dia, diartikan bagaimana pemerintah menghendaki arah pemberitaan sesuai yang dimauinya. Selain itu ada partai, akademisi dan iklan sebagai asupan yang ikut menentukan hidup matinya bisnis media.

”Kondisi ini akan membuat wartawan menghadapi dikotomi, antara pertimbangan etis dan kepada siapa menyuarakan dukungan dalam bingkai pemberitaan calon tertentu atau bagaimana bentuk berita yang bakal disajikan,” ujar dosen jurnalistik UKSW Salatiga itu.

Meski demikian, lanjutnya, di tengah luka dan jejak demokrasi yang membuat masyarakat terpolarisasi, maka yang bisa dilakukan pada Pilgub Jateng adalah bagaimana media bisa tegak lurus dengan independensi, memiliki bobot netralitas yang berpedoman pada etika.

Ketua Mappilu PWI Jateng, Sugayo Jawama, mengajak masyarakat untuk menjadi warga negara yang baik yaitu tidak ragu menggunakan hak pilihnya. ”Saya yakin, pada era sekarang masyarakat sudah memiliki kedaulatan untuk memilih, tanpa tergoda,” katanya.

Dialogis

Seminar kali ini berlangsung dinamis dan dialogis. Sejumlah peserta, di antaranya mempertanyakan tentang tindak lanjut berita penggerebekan Bawaslu terhadap rapat yang disinyalir sebuah penggalangan kades.

Ada juga peserta yang menganalisis, bahwa langkah kades itu tak bisa dianggap salah karena sebagai sebuah kepatuhan atau tegak lurus kepada atasan. (*)