Jangan Buang Sandal Jepit Tak Terpakai, Diolah Jadi Bahan Bakar Minyak

Jangan Buang Sandal Jepit Tak Terpakai, Diolah Jadi Bahan Bakar Minyak

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Anda punya helm rusak, sandal jepit tak terpakai atau sampah plastik apa saja, jangan dibuang. Kumpulkan di bank sampah lingkungan Anda.

Dengan alat destilator sampah plastik, barang-barang itu bisa diproses menjadi bahan bakar minyak atau BBM. Proses pembuatan BBM itu, Rabu (8/1/2020) pagi,  diperagakan di  Sekretariat Bank Sampah  "Sinar Lestari" RW O9 Kelurahan Sorosutan Jalan Sidikan Yogyakarta.

Hebatnya alat itu diciptakan oleh Muryani dari Wlingi Blitar Jawa Timur yang hanya berbekal pendidikan Sekolah Dasar (SD).

"Segala macam sampah plastik bisa. Asal tidak ada lapisan aluminium foil seperti pembungkus makanan anak-anak, susu dan sejenisnya," kata Tri Cahyo Purnomo, cucu Muryani yang mendemonstrasikan kerja alat tersebut.

Peragaan alat itu disaksikan Lurah Sorosutan Kresna Irianto, Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK) Sorosutan Iwan dan jajaran pengurus, Direktur Bank Sampah Sinar Lestari Sri Ita Mulatsih, Ketua RW 09 Beny dan lain-lain.

"Selain sampah plastik, steorofom juga bisa. Malah hasil BBM-nya lebih banyak," kata Tri menjawab pertanyaan koranbernas.id.

Destilator dibeli oleh LPMK Sorosutan  dengan dana dari Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta berkapasitas 10 kg bahan sampah plastik.

Pada demo tersebut, sebagian besar berupa tas kresek bekas serta sampah plastik lainnya. Menurut Tri, yang penting kering. Bersih dan tidaknya, tidak masalah. Hanya saja kalau kotor residunya lebih banyak.

Cara kerja mengubah sampah plastik menjadi BBM dengan membakar menggunakan gas berlangsung selama 4,5 jam tanpa menimbulkan polusi.  BBM berupa solar, premium dan minyak tanah secara terpisah mulai menetes ke dalam botol penampung setelah empat jam.

Secara keseluruhan sampai selesai, prosesnya berlangsung 4,5 jam. Dari 10 kg sampah plastik akan menghasilkan 6 liter solar, 1,5 liter minyak tanah dan 1 liter premium.

Menurut Iwan, kalau dihitung secara ekonomi, dikurangi harga sampah plastik dan gas Rp 20.000 akan diperoleh hasil sekitar Rp 60.000.

"Lebih dari itu sampah plastik  yang merusak lingkungan karena baru bisa terurai dalam masa panjang sekali, secara bertahap bisa diatasi," kata Iwan. Masyarakat juga memperoleh penghasilan lebih dibanding bank sampah menjualnya ke pengepul.

Selama ini menurut Sri Ita Mulatsih, sampah-sampah yang masuk Bank Sampah Sinar Lestari setiap Rabu kedua dan Rabu keempat dijual ke pengepul. Sedang sampah organik diproses jadi kompos. Selain dipakai sendiri untuk menyuburkan tanaman, sebagian juga dijual.

Muryani dengan siswi SMP yang bertugas wawancara beberapa waktu lalu. (istimewa)

Awalnya sampah kaleng roti

Destilator Sampah Plastik buatan Muryani, petugas kebersihan Kelurahan Wlingi Blitar, lantaran dia resah melihat sampah plastik di wilayahnya cukup banyak.

Menurut Tri, Mbah Kung, demikian dia menyebut kakeknya, belajar secara otodidak. Awalnya sangat sederhana, terbuat dari sampah kaleng roti, plat besi dan barang rongsok yang ditemukannya di pembuangan sampah. Dimulai tahun 2009 dan produk pertama digunakan di Wlingi.

Seiring berjalannya waktu Muryani terus melakukan inovasi bentuk serta bahan. Sejak beberapa tahun ini menggunakan bahan stainless steel. Alat ini berbentuk seperti meja kecil untuk tabung tempat sampah.

Kemudian ada tiga pipa melengkung untuk menyalurkan BBM secara terpisah. "Hasil BBM-nya telah diuji  laboratorium Institut Teknologi Surabaya dan dinyatakan layak pakai," kata Tri.

Destilator ini berkapasitas 10, 30, 50 dan 100 kg. Menurut Tri yang paling banyak diminati kepasitas 10 dan 30 kg. Penggunanya selain bank-bank sampah juga Dinas Lingkungan Hidup kabupaten kota dan sudah menyebar luas sampai luar Jawa. Di antaranya Lampung, Muara Enim Sumatera Selatan, Bitung Sulawesi.

Beberapa pemda mengambil lebih dari satu. Seperti Muara Enim sejumlah 4 unit dan Bitung 3 unit. Destilator ini juga menjadi obyek penelitian berbagai perguruan tinggi di Jatim dan Jakarta.

 

Tri Cahyo Purnomo memasukkan sampah plastik ke tabung destilator. (arie giyarto/koranbernas.id)

Bantu atasi masalah

Lurah Sorosutan Kresno Irianto berharap alat ini akan bisa membantu menyelesaikan masalah sampah plastik di wilayahnya. Di Sorosutan kini terdapat 19 bank sampah dengan kondisi berbeda-beda.

Sri Ita mengatakan Sinar Lestari berdiri November 2013 dengan 20 keluarga sebagai anggotanya. Kini sudah berkembang menjadi 218 KK dari sekitar 300 kepala keluarga yang tinggal di wilayah itu.

Kesulitan pengembangan keanggotaan yaitu mengubah pola pikir dan perilaku. Biasanya warga membuang sampah campuran begitu saja padahal untuk setor ke bank sampah harus terpilah antara sampah plastik, logam, kaca dan sampah organik. Anggota menyetorkan dalam keadaan rapi.

Saldo anggota juga menjadi salah satu motivasi masyarakat tertarik. Karena ada yang sampai jutaan rupiah. Anggota bukan hanya keluarga tetapi juga sekolah dan perkantoran. Namun demikian ada yang tidak mau ribet, menginfakkan atau menyedekahkan sampahnya kepada orang lain.

Pesan harus antre

Destilator ini menyebar setelah masuk youtube. Apalagi setelah diangkat menjadi salah satu topik pada sebuah stasiun televisi swasta nasional tahun 2017. Karena proses pengerjaan tiap unit juga perlu waktu lama meskipun workshop Muryani telah dilengkapi peralatan yang memudahkan dia bekerja, tetapi pemesan harus rela antre. Usaha ini telah melibatkan 5 tenaga dari keluarga dan memberi lapangan kerja bagi 6 orang dari luar.

Meski milik LPMD, untuk sementara destilator ini ditempatkan di sekretariat BS Sinar Lestari yang cukup luas serta dimanfaatkan bersama. Sambil jalan akan diusahakan tempat khusus oleh LPMK agar lebih leluasa mendukung operasional proses produksi. (sol)