Jangan Abaikan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus

Jangan Abaikan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus

KORANBERNAS.ID, BANTUL -- Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Bantul Drs Isdarmoko MPd MM Par meminta agar Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) tak ditolak ketika hendak menerima pendidikan di tingkat PAUD maupun TK. Hal itu diutarakan Isdarmoko ketika menjadi salah satu narasumber dalam “Seminar Inklusi Untuk PAUD”  yang dihelat, Selasa (7/1/2020) siang, di Balai Desa Gilangharjo, Kecamatan Pandak.

Kadisdikpora Bantul mengakui sampai saat ini belum ada PAUD ataupun TK khusus inklusi yang dapat menerima keberadaan ABK di Kabupaten Bantul. Namun, kapasitas pendidik di PAUD dapat ditingkatkan sehingga mampu memberikan pendidikan bagi anak-anak difabel tersebut.

“Saat ini memang belum ada PAUD atau TK yang khusus inklusi di Bantul. Tetapi tentunya kita akan berupaya meningkatkan kapasitas dari pengajar untuk bisa menangani anak berkebutuhan khusus tersebut. Termasuk menggandeng pihak Sekolah Luar Biasa (SLB). Mungkin bisa datang seminggu sekali ke PAUD atau TK yang ada siswa iklusinya,” kata Isdarmoko pada seminar yang juga diisi oleh Nuwuningsih MPd selaku Kepala KB Inklusi Srawung Bocah Kasihan.

Namun secara prinsip, Isdarmoko menegaskan, tidak boleh ada sekolah atau lembaga belajar yang menolak siswa berkebutuhan khusus ketika mendaftar. Dari pihak Disdikpora Bantul sendiri akan memberikan bantuan, termasuk mengalokasikan  dana khusus  bagi  siswa inklusi sebesar Rp 600.000 setiap tahun mulai jenjang PAUD, TK, SD hingga SMP. Uang tersebut digunakan untuk operasional kebutuhan siswa inklusi termasuk mendatangkan guru khusus ke sekolah.

Menurut catatan Disdikpora, lanjut Isdarmoko, di Kabupaten Bantul sendiri jumlah PAUD ada 1.298 lembaga dengan 16.580 siswa. Untuk TK negeri tujuh unit sekolah dengan 146 siswa. Sementara TK swasta sebanyak 512 sekolah dengan total 26.801 siswa.

“Intinya semua anak-anak yang ada di Bantul harus kita dampingi,didik dan motivasi untuk belajar. Mereka harus mendapatkan suasana pendidikan yang kondusif sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan,” tambahnya.

Ketua Satgas Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Gilangharjo Muhammad Zainul Zain mengatakan jika seminar tersebut digelar atas hasil kerjasama antara Satgas PPA desa dengan Pemerintah Desa Gilangharjo.

“Ini bagian dari kami menuju desa  layak  anak. Maka perlu semua pihak turut memahami tentang desa layak anak dan hak-hak anak seperti apa. Selain tentunya bagaimana  segala kebijakan  pemerintah daerah termasuk pemerintah desa melibatkan anak dan didengar suaranya,” katanya.

Menurut Zainul disebut anak adalah jika dalam rentang usia  0-18 tahun. Dengan demikian anak bukan sekedar obyek namun dipertimbangkan  suaranya dalam menentukan pembangunan dan kebijakan  di suatu wilayah.

“Misalnya penentuan kebijakan desa, dalam  hal  penganggaran, maka anak harus diundang juga saat proses pengambilan kebijakan,” tutur dia. Jika di desa Gilangharjo sudah diwakili dalam Forum Anak Desa yang  kini beranggotakan 50 anak.

“Tentu untuk menuju ke desa layak anak banyak hal yang harus dilakukan.  Selain pemahaman semua pihak tentang pemenuhan hak anak,  soal kebijakan,  juga perlu infrastuktur yang mendukung,” tandasnya. (ros)