Ini Saran Epidemiolog Jika Ingin PPKM Darurat Efektif

Ini Saran Epidemiolog Jika Ingin PPKM Darurat Efektif

KORANBERNAS ID, YOGYAKARTA -- Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat yang dilaksanakan di Pulau Jawa dan Bali sejak 3 Juli silam mampu mengurangi mobilitas masyarakat. Di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mobilitas turun hingga 30 persen.

“Angka 30 persen tersebut berasal dari data Dinas Perhubungan DIY berdasar pantauan antrean kendaraan via CCTV pada beberapa titik yang tersebar,” ujar Ni Made Dwipanti Indrayanti, Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) DIY saat konferensi pers secara daring, Sabtu (11/7/2021).

Beberapa penyekatan yang dilakukan Dishub, Kepolisian dan petugas membuat berkurangnya antrean kendaraan di persimpangan dan beberapa ruas jalan. Mobilitas masyarakat yang menyebabkan kerumunan itu merupakan salah satu sumber penyebaran virus Covid-19.

“Jika bicara pengurangan mobilitas, kebijakan lebih luas dan lain-lain kami serahkan ke teman-teman kabupaten/kota. Jika sektor non-esensial tetap beroperasi, maka penyekatan ini menjadi tidak efektif karena mereka bisa saja mencari jalan yang lain,” tegasnya.

Epidemiolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Riris Andono Ahmad, menambahkan kunci utamanya adalah seberapa besar penduduk yang kemudian harus dihentikan mobilitasnya. Sesuai sampel dia menyebut sekitar 70 persen.

“Dengan 70 persen orang berhenti bergerak seperti yang ada di simulasi, maka akan ada semacam efek herd immunity, Corona virus itu akan kesulitan mencari orang-orang yang masih tidak punya imunitas untuk ditulari. Semakin sering kita melakukan mobilitas maka semakin tinggi frekuensinya terpaparnya," terangnya.

Jika mobilitas ini dihentikan, lanjut dia, sebenarnya penularan masih terjadi di rumah tangga. Seandainya durasi ini berjalan cukup lama maka akan terjadi penurunan penularan.

Riris menegaskan apabila kemudian penularannya tidak selesai di rumah tangga, artinya seluruh kasus menular di rumah tangga itu belum tuntas (belum mencapai masa inkubasi virus tersebut habis-red), begitu mobilitas dilonggarkan maka transmisi penularan di luar akan meningkat lagi.

“Pengurangan mobilitas ini seharusnya dilakukan sampai penularan di rumah tangga itu selesai, berapa lama? Sebenarnya semakin lama semakin baik,” ucapnya.

Problemnya adalah, semakin lama di rumah pasti kehidupan sosial ekonomi semakin bermasalah. “Kemungkinan yang bisa mereduksi secara signifikan ya kita menggunakan dua kali periode infeksius,” kata dia.

Artinya, jika masa penularannya sepuluh hari, dibuat bisa menjadi 20 hari, maka secara signifikan akan menurunkan tingkat penularan, karena semakin besar penularan di rumah tangga sudah selesai.

Riris yang juga tim Perencanaan, Data dan Analisis Gugus Tugas Penanganan Covid-19 DIY ini melanjutkan, bukan hanya pengurangan pergerakan yang penting tetapi apa yang terjadi di ujung pergerakan tersebut. “Apakah tempat tujuan seperti tempat wisata, taman dan sebagainya juga berkurang,” ujarnya.

Dia melihat mobilitas di jalan berkurang karena efek blokade jalan-jalan utama. Perlu diwaspadai kerumunan yang sebenarnya tidak berkurang tetapi hanya berpindah saja.

“Misalnya yang dari tempat wisata kemudian berubah atau berpindah ke tempat-tempat yang lebih tersembunyi atau di perkampungan, itu juga akan menyebabkan tidak efektifnya PPKM Darurat,” ungkapnya. (*)