Imaba dan Serikat Pekerja Bantul Menolak Permenaker JHT yang Baru
KORANBERNAS.ID, BANTUL--Pemerintah melalui Kementerian Tenaga Kerja, mengatur pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT) bagi pekerja bisa dilakukan saat yang bersakutan mencapai usia 56 tahun, cacat tetap atau meninggal dunia.
Hal tersebut tertuang dalam Permenaker Nomor 02/2002 yang dikeluarkan awal Februari ini, dan berlaku efektif tiga bulan setelah aturan dikeluarkan atau 4 Mei mendatang.
Aturan ini sekaligus mengganti aturan sebelumnya, yang menyatakan bahwa JHT bisa dicairkan sebulan setelah pekerja kehilangan pekerjaan, dirumahkan atau mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Menanggapi keluarnya Permenaker tersebut, Ikatan Mahasiswa Bantul (Imaba) mengaku menolak atau tidak sepakat.
Sebab situasi saat ini banyak orang kehilangan pekerjaan sebagai dampak pandemi. Maka pencairan uang JHT akan besar manfaatnya untuk memenuhi kebutuhan pekerja.
“Mengenai JHT ini saya rasa tidak tepat diberlakukan dalam kondisi sekarang,” kata Ketua Imaba, Khudhari Mu'adz Fadhlullah kepada koranbernas.id melalui sambungan telepon.
Kendati tidak sepakat dengan aturan yang ada, Imaba belum ada rencana melakukan aksi untuk menyuarakan pendapat ataupun mengeluarkan pernyataan sikap.
Senada, dikatakan Ketua DPC Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (K-SPSI) Kabupaten Bantul, Fardhanatun. Dirinya menilai, keluarnya aturan itu sangat tidak tepat. Terlebih saat ini pekerja juga banyak yang mengalami kesulitan keuangan. Termasuk banyak yang menerima gaji tidak utuh.
“Jadi JHT ini tentu sangat besar manfaatnya bagi teman-teman kami. Jadi kami minta aturan ini ditinjau ulang,” katanya.
Ponijan dari serikat pekerja PT Samitex Sewon juga . Dirinya ingin aturan tersebut mendesak, aturan ini dicabut atau dibatalkan.
“Bagi pekerja atau buruh yang kehilangan pekerjaan, uang JHT ini salah satunya bisa sebagai modal membuka usaha bagi keberlangsungan hidup ke depan,” katanya. (*)