Ini Sikap Serikat Pekerja Rokok DIY Terkait Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau Rp 10 Miliar
KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA – Pekerja dan buruh pabrik rokok DIY menyuarakan keinginan mereka agar bisa merasakan Dana Bagi Hasil Cukai - Cukai Hasil Tembakau (DBHC-CHT) yang dialokasikan ke provinsi ini sebesar Rp 10 miliar. Pada situasi seperti saat ini dana tersebut sangat berarti.
Ketua Pimpinan Daerah Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan dan Minuman (PD FSP RTMM) DIY, Waljid Budi Lestarianto, menyebutkan sampai hari ini belum ada kejelasan soal dana tersebut.
Penggunaan dana itu sepenuhnya mengacu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 230/PMK.07/2020 tentang Rincian Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau menurut Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2021 serta PMK Nomor 206/PMK.07/2020 tentang Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau.
“Kami berharap pemda bisa segera merealisasikan. Patuhi saja PMK 206 Tahun 2020. Kami tidak meminta tetapi di situ disebutkan secara jelas antara lain untuk fasilitasi pekerja buruh pabrik rokok DIY,” ungkapnya kepada wartawan di DPRD DIY, Jumat (6/8/2021).
Menurut dia, di dalam PMK juga sudah disebutkan secara rinci alokasinya yaitu untuk kesehatan 25 persen, penegakan hukum terkait rokok ilegal 25 persen.
Selebihnya 50 persen dibagi dua yaitu 15 persen untuk peningkatan kapasitas SDM petani tembakau dan pekerja buruh pabrik rokok DIY dan 35 persen untuk bantuan langsung tunai (BLT) maupun bantuan modal petani tembakau dan pekerja buruh pabrik rokok.
Dari Rp 10 miliar itu, kata Waljid, sejumlah Rp 3 miliar untuk Provinsi DIY, Rp 2,3 miliar untuk Kabupaten Bantul, Sleman Rp 1,7 miliar, Kulonprogo Rp 1,1 miliar, Gunungkidul Rp 1 miliar dan Kota Yogyakarta Rp 765 juta.
“Karena disebut dalam PMK kami dari pekerja dan buruh pabrik rokok sebagai mitra menyampaikan ke Disnakertrans DIY, kemudian ditindaklanjuti,” ucapnya.
Diperoleh informasi, untuk provinsi (Pemda DIY) dana tersebut diserahkan ke Dinas Kesehatan. Persoalannya adalah, jika digunakan untuk BLT (Bantuan Langsung Tunai) kemungkinan besar tidak tersalurkan. Sebagian pekerja sudah memperoleh bantuan sosial (bansos) berdasarkan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Kementerian Sosial.
Mengingat anggaran BLT itu tidak bisa diberikan kepada buruh dan pekerja pabrik rokok maka ditambahkan ke sektor kesehatan sehingga alokasinya mencapai lebih dari 50 persen.
“Kami sudah memohon ke Disnaker tolong beritahu Dinas Kesehatan, bisa nggak memprogramkan dana itu untuk fasilitasi kesehatan pekerja dan buruh pabrik rokok misalnya bantuan vitamin, vaksin atau apa,” ungkapnya.
Sebagai sektor padat karya, dia mengakui, pekerja pabrik rokok rentan kerumunan. Di DIY sendiri tercatat tidak kurang 4.500 orang yang bekerja di pabrik rokok.
“Tuntutan kami adalah mohon patuhi PMK. Pada masa pandemi ini buruh berhak atas perlindungan kesehatan. Toh sudah ada alokasi anggaran,” ucapnya.
Anggota Komisi A DPRD DIY, Stevanus Christian Handoko, menyatakan seharusnya Pemda DIY segera membagi dana tersebut sesuai peruntukan, persentase dan kontribusi masing-masing darah. Selanjutnya, kabupaten/kota harus bisa memanfaatkan dana tersebut sesuai peruntukan, berbentuk program peningkatan produksi dan SDM.
“Setahu saya untuk kesehatan, pengembangan produksi, SDM, sosialisasi. Bagaimana petani bisa panen dan hasilnya meningkat. Dana bagi hasil cukai tembakau itu kembali lagi ke sektor yang bersangkutan, sesuai besaran persentase,” ucapnya.
Kepala Bappeda DIY, Beny Suharsono, sepakat penggunaan dana bagi hasil cukai tembakau tersebut akan disesuaikan peruntukannya. Artinya, sesuai aturan yang berlaku. (*)