Ibu-ibu Ini Bukan Petani Tapi Memiliki Semangat Bertani Luar Biasa

Ini merupakan kegiatan Sesarengan Nanem Bibit (Serabi) dalam rangka Penyediaan Lumbung Pangan Kedua Melalui Optimalisasi Pekarangan di Wilayah Perkotaan.

Ibu-ibu Ini Bukan Petani Tapi Memiliki Semangat Bertani Luar Biasa
Ibu-ibu KWT Srikandi Mandiri Gejayan Condongcatur Depok Sleman menanam cabai, Rabu (30/10/2024). (sholihul hadi/koranbernas.id)

KORANBERNAS.ID, SLEMAN – Matahari mulai menyengat ketika puluhan ibu-ibu itu turun ke lahan pertanian. Topi dan kaos lengan panjang hijau army sedikit melindunginya dari sengatan sang surya. Semangatnya luar biasa. Padahal mereka bukanlah petani dalam arti yang sebenarnya melainkan rata-rata hanya ibu rumah tangga.

Memanfaatkan lahan seluas kurang lebih 800 meter persegi yang berada di antara bangunan perumahan, ibu-ibu dari Kelompok Wanita Tani (KWT) Srikandi Mandiri Gejayan Condongcatur Depok Sleman itu dengan sepenuh hati mengolah lahan tersebut menjadi produktif. Terlihat tanaman tomat berbuah pating grandhul. Sebagian sudah memerah pertanda sebentar lagi panen.

Hari itu, mereka menanam cabai varietas Ori Rame dan Langgeng 58. Sedangkan bawang merah varietas Tajuk yang sudah ditanam lebih awal terlihat menghijau pertanda tumbuh subur dan terawat baik.

Penanaman cabai kali ini merupakan bagian dari kegiatan Sesarengan Nanem Bibit (Serabi) dalam rangka Penyediaan Lumbung Pangan Kedua Melalui Optimalisasi Pekarangan di Wilayah Perkotaan.

Tanaman bawang merah varietas Tajuk tumbuh subur di lahan KWT Srikandi Mandiri Gejayan. (sholihul hadi/koranbernas.id)

Kegiatan yang dimotori Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Kabupaten Sleman, Rabu (30/10/2024) itu, dihadiri Penjabat Sementara (Pjs) Bupati Sleman, Dandim Sleman, Kapolres Sleman, Kepala Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan (DP3) Sleman, Panewu Depok maupun kades dan perangkat desa setempat serta pejabat lainnya.

Ketua KWT Srikandi Mandiri Gejayan, Retno Setyani Nugraheni, mengakui pihaknya memilih menanam cabai rawit Langgeng 58 dengan pertimbangan dari setiap batangnya banyak menghasilkan buah.

Menariknya lagi, buahnya tebal sehingga bobotnya lebih berat, Kemudian, rasanya lebih pedas serta tahan lama. “Disimpan di kulkas satu dua bulan nggak masalah. Tetap segar,” ungkapnya.

Sedangkan bawang merah varietas Tajuk yang rencananya dijadikan ikon memiliki keunggulan bisa ditanam sepanjang musim. “Kendala menanam bawang merah biasanya musim hujan. Bawang merah Tajuk tidak. Daya tahannya kuat dan rasanya menurut teman-teman lebih garing, enak dan tahan lama. Warna kulitnya cerah dan bagus,” kata Retno.

Meraih juara

Soal besar kecilnya buah, menurut dia, tergantung perawatan. Apabila nutrisi dan airnya kuat otomatis buahnya besar-besar. Untung saja, KWT yang beranggotakan 39 orang dan baru berdiri dua tahun namun sudah berkali-kali meraih juara serta dipromosikan ke tingkat nasional itu, saat ini sudah menerapkan teknologi budi daya pertanian yang modern.

Pola tanam tumpangsari cabai dan bawang merah biasanya menggunakan patokan jarak tanaman cabai 60 cm x 60 cm, tapi ibu-ibu KWT Srikandi Mandiri Gejayan berani menanam dengan jarak 40 cm x 40 cm. Setiap lubang bahkan ditanam dua batang bibit cabai sekaligus sehingga total mencapai hampir 980 batang.

“Mengapa kami tanam dua batang, karena ini menghadapi musim hujan. Cabai bisa tumbuh kiri-kanan. Udara dan sinar matahari bisa masuk, kelembaban tanaman bisa kami jaga, perawatannya lebih mudah,” jelasnya.

Keberanian yang penuh perhitungan itu tidak lepas dari peran di balik layar sosok Slamet Sugiyono selaku pendamping KWT Srikandi Mandiri Gejayan.

Mengejutkan

“Benar, ibu-ibu itu basiknya bukan petani tapi semangatnya luar biasa. Kompak. Saya melihat antusiasme anggota KWT ini luar biasa mengejutkan, memanfaatkan lahan-lahan pekarangan untuk ketahanan pangan dan lumbung pangan,” ungkapnya.

Slamet yang juga Ketua Kelembagaan Ekonomi Pertanian (KEP) dan sudah malang melintang mendampingi KWT di berbagai daerah seperti Magelang, Wonosobo, Banjarnegara dan Jawa Barat itu mengakui, pertanian berbasis teknologi dirasakan cukup membantu KWT Srikandi Mandiri Gejayan. Salah satunya penggunaan sensor air dan pengairan tetes.

Baginya, lahan yang diolah KWT Srikandi Mandiri Gejayan itu dinilai bersejarah sebab Slamet juga mendampingi 40 KWT di Kabupaten Sleman. “Yang seperti ini ada lima. Mereka bisa menjadi contoh,” ujarnya melihat kekompakan ibu-ibu itu bertani meskipun harus meluangkan waktu di sela-sela pekerjaan rutinnya masing-masing.

Adapun hasil panen selama dua tahun belakangan berupa cabai, tomat, labu susu maupun terong dijual langsung ke masyarakat Padukuhan Gejayan yang terdiri dari sepuluh RT. Selain itu, juga ke warung-warung sekitar seperti pecel lele atau warung bakso. Apabila kelebihan atau over produksi baru dijual ke pasar lelang cabai dan sayur PPHPM (Perkumpulan Petani Hortikultura Puncak Merapi).

Tanah pekarangan

Kepala DP3 Sleman, Suparmono, menyatakan akan terus mendorong KWT mengembangkan tanaman bahan pangan di pekarangan. Sampai saat ini KWT di Kabupaten Sleman tercatat hampir 500 dan mereka memanfaatkan tanah pekarangan maupun sawah untuk berproduksi  aneka tanaman sayuran sebagai lumbung pangan kedua.

“Mereka bisa menghasilkan pangan sendiri di halaman. Menurut catatan kami, luas lahan pekarangan dengan sawah itu beda tipis. Sawah ini kan semakin lama beralih fungsi, tapi kalau pekarangan bertambah luas karena alih fungsi tadi,” ungkapnya.

Ke depan, dia berharap 1.212 dusun di Kabupaten Sleman memiliki KWT. “Kalau semua dusun ada KWT yang memanfaatkan lahan pekarangan, pasti lumbung pangan di Kabupaten Sleman akan sangat terjaga,” ujarnya. (*)