Hati-hati Sikapi Perang Dingin AS-China

Hati-hati Sikapi Perang Dingin AS-China

KORANBERNAS.ID – Anggota Komisi 1 DPR RI  yang juga Wakil Ketua Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Polhukam) Fraksi PKS, Sukamta, menduga konstelasi internasional saat ini mengarah perang dingin antara dua kekuatan besar Amerika Serikat (AS) dan China.

Karena itu, dia mengingatkan pemerintah supaya hati-hati. Jangan sampai Indonesia salah fokus ketika terjadi pergeseran bandul dari kanan ke kiri.

Tidak ada cara lain untuk mencegahnya kecuali menginternalisasi Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Dari sudut pandang yang tepat,  Pancasila menjadi benteng pertahanan bangsa yang sangat kuat.

“Ideologi ini merupakan harta pusaka bangsa kita,  ayo kita pelajari jangan sampai lepas,” ujarnya  pada Forum Diskusi yang diselenggarakan Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komukasi dan Informatika (Kominfo) RI, Selasa (8/10/2019), di Hotel Burza Yogyakarta.

Selain Sukamta, diskusi bertema Pancasila Jiwa dan Kepribadian Bangsa Indonesia kali ini dihadiri juga narasumber Dr Silverius Y Soeharso SE MM Psi dari BPIP serta akademisi Iwan Satriawan SH MCL Ph D.

Lebih lanjut Sukamta menyatakan, konstelasi internasional sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari industri senjata.

Sejak berakhirnya era perang dingin AS-Uni Soviet industri senjata terancam bangkrut. AS dan Eropa sebagai pusat atau episentrumnya kemudian membuat turunan teknis.

Dari situ diciptakanlah perang melawan terorisme. Begitu selesai, berganti lagi dengan tema memerangi radikalisme Islam kemudian bergeser ke Islam budaya.

“Di Amerika saat ini sudah ganti fokus, tidak lagi perang melawan terorisme tetapi ancaman langsung yaitu ekonomi dan teknologi,” ungkap Sukamta.

Sedangkan musuhnya China dan Rusia. “Dugaan saya akan terjadi perang dingin AS dan China. Saat episentrum sudah ganti tema, kita masih dengan tema terorisme, perang dengan sesama anak bangsa sendiri,” kata Sukamta.

Alumnus S1 Teknik Kimia UGM yang meraih gelar doktor dari Manchester University UK Inggris itu menambahkan, pergantian tema di episentrum mempengaruhi situasi Indonesia.

“Dugaan saya, kita masih punya BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme), pelan tetapi pasti anggarannya akan turun, karena episentrumnya yaitu AS dan Eropa sudah ganti tema perang ekonomi dan teknologi,” paparnya.

Dia mengatakan salah satu ciri perang dingin adalah berebut pengaruh dari negara-negara lain di dunia, termasuk Indonesia. Saat ini AS sudah menanamkan pengaruhnya di Korsel dan India.

Anggota Komisi 1 DPR RI, Sukamta. (sholihul hadi/koranbernas.id)

Tantangan

Kepada wartawan Sukamta mengakui, akhir-akhir ini bangsa Indonesia sedang menghadapi tantangan serius meliputi persoalan dinamika politik sisa pemilu, masalah Papua, BPJS Kesehatan, pajak, perizinan maupun kebakaran lahan dan hutan.

“Semua persoalan itu menekan kebangsaan kita. Kita ingin masyarakat kembali menelaah dan merenungi Pancasila dengan sudut pandang yang benar, mudah-mudahan kehidupan kebangsaan kita lebih kokoh lagi,” ujarnya.

Lebih lanjut mengenai kenaikan iuran BPJS, dia menegaskan hal itu bukanlah solusi, ibarat memasukkan benda apa saja ke dalam lumpur. Semua tertelan habis.

Bambang Gunawan. (sholihul hadi/koranbernas.id)

Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK, masalah yang terjadi di BPJS karena salah kelola atau kesalahan manajerial. Itu sebabnya sejak awal Fraksi PKS DPR RI tidak menyetujui kenaikan iuran BPJS.

Ini karena beban masyarakat sudah sangat berat. “Persoalannya ada pada penyelenggara kok rakyat disuruh menanggung,” kata dia.

Di sisi lain, lanjut dia, pemerintah menyiapkan dana Rp 560 triliun untuk pemindahan ibu kota Jakarta ke Kalimantan.

Direktur Informasi dan Komunikasi Kementerian Kominfo RI, Bambang Gunawan, mengatakan melalui acara ini pihaknya mengajak peserta mampu memahami Pancasila serta situasi terkini. (sol)