Hasil Merantau 35 Tahun,Tanah Wiparsih Terancam Raib
Bupati Bantul Abdul Halim Muslih mengatakan pihaknya telah membentuk tim hukum.
KORANBERNAS.ID, BANTUL -- Wajah Wiparsih (58) warga Kalangan RT 03 Kalurahan Kebonagung Imogiri Bantul tampak sedih saat ditemui di rumahnya, Minggu (11/5/2025).
Bagaimana tidak, tanah dan bangunan hasil mereka merantau sejak 35 tahun silam dari tanah kelahirannya di Pemalang Jawa Tengah terancam raib.
"Saya itu kepikiran terus, bagaimana kalau sampai tanah saya hilang dan berganti nama milik orang. Saya menyesal dulu utang Rp 200 juta dan mau tanda tangan surat di notaris bersama suami saya," kata Wiparsih mengawali kisahnya dengan didampingi suaminya, Kunadi.
Dirinya utang ke seseorang berinisial WAR warga Kotagede Rp 200 juta pada April 2024 dengan sistem sebrakan (tiga bulan). Uang tersebut rencananya untuk menutup utang di tempat lain.
Meminta syarat
Namun WAR meminta syarat agar Wiparsih menyerahkan sertifikat tanah miliknya bernomor 01939/Desa Kebonagung beserta bangunan yang ada di atasnya, Surat Ukur No. 01592/Kebonagung/2018 dengan Luas 235 M atas nama Wiparsih. Juga menandatangani surat di notaris sebagai syarat utang.
"Pak WAR menyampaikan itu syarat saja agar uangnya cair. Jadi sifatnya sementara. Yang penting saya dan suami tanda tangan surat-surat di notaris," katanya.
Lalu, pasangan suami istri ini pada tanggal yang dijanjikan datang ke kantor notaris di wilayah Krapyak. Keduanya mengaku hanya diminta menandatangani berkas dan tidak dibacakan isinya. Juga tidak diberi kesempatan membaca dan memahami surat yang ditandatangani.
"Pokoknya cepat-cepat kami diminta tanda tangan, tidak ada waktu membaca ataupun dibacakan. Pokoke mriki trus mriki mriki ditandatangani," kata Wiparsih menirukan kejadian di kantor notaris.
Uang pinjaman
Usai tanda tangan dirinya pulang dan menerima uang pinjaman dari WAR setelah dipotong 10 persen sehingga menerima Rp 180 juta. Dan perjanjian setiap bulan memberi bunga Rp 10 juta dengan masa pinjaman 1 April-30 Juni 2024.
Saat menuju lokasi notaris, Wiparsih meminta kepada WAR mencarikan pembeli tanah yang berdiri rumah di atasnya agar bisa melunasi pinjaman dirinya. Sebenarnya ada calon pembeli yang berniat membeli tanah miliknya untuk supermarket waralaba namun tidak jadi.
"Kami sedang usaha menjual tanah dan rumah ini tapi belum ada yang deal. Kalau taksiran harga umum tanahnya di sini karena pinggir jalan raya Rp 3 juta per meter. Belum termasuk bangunannya," katanya.
Di tengah upaya mencari pembeli, keluarga ini kaget saat ada pegawai Pemkab Bantul bernama Sudaryanto pada Agustus 2024 datang dan cek lokasi serta melakukan konfirmasi kebenaran.
Balik nama
Ini karena ada pengajuan pembayaran pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dari WAR warga Kotagede untuk bea balik nama obyek tanah milik Wiparsih.
"Kami kaget kok mau dibalik nama? Padahal kami cuma pinjam sebrakan dan kami sedang upaya mencari uang untuk melunasi utang," katanya.
Mendapati hal tersebut petugas Pemda Bantul menyarankan pasangan ini datang ke pemda dan membuat surat pernyataan tidak menjual tanah dan bangunan sehingga proses BPHTB tidak bisa dilakukan.
Untuk mengatasi masalah tersebut, Wiparsih dan suami meminta dampingan Andi Maryanto SH dari LBH Zuhal'ad yang beralamat di KH Mas Mansyur Bejen Bantul.
Pemblokiran
Andi bergerak cepat melapor ke Polres Bantul dan mengajukan pemblokiran sertifikat ke BPN Bantul. "Kasus saat ini ditangani Satreskrim Polres Bantul dan sertifikat tanah telah diblokir," kata Andi.
Hal itu tertuang dalam surat BPN Nomor B/MP.01/1155-34.02/IX/2024 tertanggal 4 September 2024 dan dilakukan perpanjangan setiap 30 hari.
"Sesungguhnya antara kasus pinjam meminjam dengan perkara pemindahan hak atas barang atau tanah itu adalah berbeda. Jadi klien kami ini tetap berkomitmen melunasi utang kepada WAR warga Kotagede tetapi menunggu hasil penjualan aset yang ada," katanya.
Jika dihitung harga tanah dan bangunan di kisaran Rp 900 juta hingga Rp 1 miliar. "Saya mengapresiasi kinerja dan ketelitian Pemkab Bantul yang melakukan cek ricek dan konfirmasi kaitan pembayaran BPHTB kepada klien kami. Sehingga asetnya tidak beralih kepemilikan. Dan kami sedang mencari jalan pelunasan atas utang yang dimiliki," tandas Andi.
Tim hukum
Secara terpisah Bupati Bantul Abdul Halim Muslih mengatakan pihaknya telah membentuk tim hukum kaitannya dengan sengketa atau mafia tanah di Bantul.
Kasusnya menimpa Mbah Tupon warga Ngentak Bangunjiwo dan Byan Manov warga Tamantirto Kasihan.
"Silakan untuk yang ada masalah tanah bisa melapor ke tim di bagian hukum pemda. Dan kaitan dengan Bu Wiparsih saya baru dengar ini, Alhamdulillah petugas dari pemda cermat kaitannya dengan pembayaran BPHTB," kata bupati.
Dengan banyaknya kasus sengketa ataupun mafia tanah yang terjadi di Kabupaten Bantul, bupati minta masyarakat berhati-hati manakala melakukan akad atau penandatanganan terkait dengan aset yang mereka miliki.
Ketika memang tidak paham agar bertanya kepada yang lebih tahu atau meminta pendampingan pemerintah kalurahan tempat mereka tinggal. (*)